Rabu, 30 Desember 2009

Gus Dur In Memoriam


Aku kehabisan kata-kata untuk melukiskan jasa-jasa beliau... ^^

Pro-Kontra tentang beliau itu hal wajar. Bagi orang besar pasti punya banyak kawan juga lawan, yang menyukai dan yang membenci.

Senin, 21 Desember 2009

Fosminsa di SOLOPOS FM


Laweyan (Espos)

Untuk mempercepat pemberantasan kemiskian di Kota Solo diperlukan sinergi yang kuat dengan sektor lain di luar sektor ekonomi. Upaya itu harus disertai dengan adanya master plan pemberantasan kemiskinan di daerah. Demikian antara lain hasil dari Talkshow Empat Hari Penanggulangan Kemiskinan yang diselenggarakan Forum Silaturahmi dan Studi Warga Nahdlatul Ulama Surakarta (FOSMINSA), digelar Rabu (16/12) pukul 10.05–11.00 WIB dan Kamis (17/12) hingga Sabtu (20/12) pukul 16.05-17.00 WIB di Studio SOLOPOS FM.

Perbincangan tersebut bertujuan untuk menghimpun dan memberi masukan, serta membuat evaluasi tentang penanggulangan kemiskinan di Kota Solo. Selain itu, dibahas pula sejumlah program pemerintah baik di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberantasan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Solo Tahun Anggaran 2010.
Perbincangan yang mengundang berbagai instansi di lingkungan Pemkot Solo, akademisi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ini, terselenggara atas dukungan Pusat Telaah Informasi Regional (Pattiro) Surakarta dan The Asian Foundation. - ary/SPFM

Sabtu, 19 Desember 2009

Antara Malang-Solo


Suasana sesak dengan penumpang yang berjubel (dengan berbagai posisi )dan pedagang asongan yang hilir mudik setiap saat, menjadi gambaran suasana yang khas ketika kita tengah berada di dalam kereta api kelas ekonomi. Disitulah, ‘jiwa konsumerisme’ kita akan digoda setiap saat oleh para penjaja dagangan yang setiap saat lewat. Tak jarang, uang yang dikeluarkan untuk ‘belanja di dalam kereta’ (mungkin) melebihi biaya untuk membeli tiket kereta itu sendiri. Tapi, justru itulah yang menjadi ‘keunikan’ naik kereta api kelas ekonomi, yang menawarkan fasilitas ‘tiket murah’ (bayangkan saja harga tiket perjalanan Solo-Bandung hanya Rp. 27 ribu, atau Solo-Jakarta Rp. 38 ribu), fasilitas ‘belanja’ dalam kereta, fasilitas ‘sedekah langsung’ untuk para pengemis plus para pencopet yang senantiasa setia mengawasi kelengahan korbannya. ^^

Ada cerita tentang pedagang asongan dalam kereta ini, ketika itu dalam perjalanan kereta api kelas ekonomi Malang-Solo, Gajayana, seorang pedagang asongan yang sedang menjajakan brem (jajanan khas Madiun) kepada seorang ibu yang duduk di depanku. (mau tidak mau) Aku mendengar percakapan mereka,

“Bu, murah2 bu, ada Brem, wajik dll silahkan dipilih bu ”

regane piro mas (harganya berapa mas)” Tanya ibu tersebut yang aku perhatikan, dari penampilan pakaian dsb. sepertinya orang berduit.

“yang bungkus besar 25 ribu, yang bungkus kecil 17 ribu”

Yo wis, aku tuku sing gede tapi dikei rego 15 ewu yo (ya sudah, aku beli yang besar tapi dikasih harga 15 ribu” tawar si ibu

wah, mboten saget bu, niku nggo nyetor kalian bose mawon dereng cukup (wah, g bisa bu, itu untuk setoran ke bos saja belum cukup)”

Setelah terjadi transaksi yang cukup melelahkan, dan tidak jua mendapat titik temu harga, itupun si pedagang wis direwangi bolak-balik dating-pergi-datang lagi ke ibu tadi, sampai akhirnya pedagang itupun berseloroh

bu, bu, njenengan iku nek tuku ten mall nopo supermarket mawon, sing regane larang2 kae, yo ora pernah ditawar, lha aku sing paling golek bathi mung 500 opo 1000 ae ndadak dinyang terus bu… (bu, bu, anda kalau belanja di mall atau supermarket, yang harganya mahal-mahal itu juga gak pernah ditawar, lha sama saya yang hanya ingin mencari untung hanya 500 atau 100 saja kok masih ditawar terus” ujar pedagang asongan tersebut, lalu pergi meninggalkan si ibu yang masih terbengong-bengong (entah karena antara malu atau kesal) setelah mendengar ucapan tadi.

Sementara aku langsung mengalihkan perhatian ke luar jendela. Kereta yang perlahan mulai berjalan pelan masuk ke dalam sebuah kota. Aku melihat plakat tulisan KEDIRI di stasiun. Ow, ternyata sudah sampai di Kediri…

PENGARUH ISLAM TERHADAP ILMU PENGETAHUAN: “MENGGALI KEMBALI FALSAFAH HIDUP ISLAM DALAM PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN”*

*JUARA III LOMBA ESAI SKI FK UNS 2009

Pengantar
Umat islam saat ini sedang mengalami kondisi yang tepuruk dan terbelakang. Masalah yang dihadapi sangat kompleks, dan penyebabnya muncul dari berbagai hal baik dari dalam umat islam sendiri, maupun akibat pengaruh dari luar. Kebodohan, kemiskinan, penindasan yang menimpa umat muslim diberbagai penjuru dunia, hanyalah segelintir dari berbagai masalah yang ada.
Pada kenyataannya, Negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama muslim, masih tergolong dalam kelompok negara berkembang bahkan miskin. Sehingga orientasi untuk mengembangkan pengetahuan, masih ‘dikesampingkan’ untuk menyelesaikan masalah yang berkutat pada soal kemiskinan, pengangguran, kelaparan, dan sebagainya. Ironisnya, negara muslim yang bisa dikategorikan ‘kaya’, belum bisa berbuat banyak untuk menolong saudara mereka di negara lain.
Dalam konteks pengembangan sains misalnya, umat islam selama beberapa dasawarsa hanya sukses menghasilkan beberapa orang peraih hadiah nobel. Dalam konteks yang lebih luas, kalau bangsa-bangsa lain sudah berhasil membangun stasiun luar angkasa dan sudah berfikir tentang bagaimana mengirimkan pesawat ruang angkasa berawak ke Mars, umat kita masih sibuk untuk menyelesaikan problem yang semestinya sudah tidak perlu lagi dipersoalkan.
Padahal kalau kita menilik sejarah, para pemikir islam di zaman keemasannya pernah menorehkan tinta emas, yang pengaruhnya masih bisa kita rasakan hingga detik ini. Sebut saja Jabir bin Hayyan (aljabar) seorang pakar kimia dan ilmu matematika. lalu ada Ibnu Siena, (980-1037 M), sang ahli kedokteran yang dikenal sebagai Avicenna di Barat. Kemudian generasi berikutnya memunculkan nama Imam Ghazali, seorang ahli teologi dan ilmu kalam, juga ada Ibnu Rusyd (1126-1198 M) seorang pakar filsuf dan Ibnu Khaldun seorang sejarawan dan sosiolog yang ternama.
Nama-nama besar di atas, menjadi masyhur tidak hanya di kalangan umat islam saja, tapi juga dikenal oleh orang non-islam sekalipun. Sumbangsih pemikiran-pemikiran mereka yang luar biasa, ikut memberikan pengaruh dan kontribusi terhadap majunya peradaban dan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya. Dan pada zaman keemasan itulah, kontribusi para pemikir islam terhadap ilmu pengetahuan begitu besar pengaruhnya.

Pengaruh Pemikir Islam di Masa Lampau
Pengaruh pemikiran mereka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan saat itu begitu besar, terbukti dari banyaknya hasil buah pemikiran mereka yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan dijadikan rujukan oleh sekolah-sekolah tinggi di Eropa. Ajaran falsafah Ibnu Siena dan Ibnu Rusyd bahkan sempat mendominasi jalan pemikiran Barat di akhir abad ke 17 M. pemikiran mereka disejajarkan dengan pemikiran Barat yang saat itu didominasi falsafah Augutianisme yang dipelopori St. Bonaventure, dan falsafah Aristotelianisme yang dipelopori St. Thomas Aquinas.
Dalam bidang kedokteran misalnya, ketika Eropa masih dilanda zaman kegelapan dan begitu banyak penyakit yang menjangkit masyarakat seperti TBC, lepra, dan pes yang belum mampu ditemukan obatnya. Di kalangan umat islam, sudah muncul para ahli yang mulai menyelidiki penyakit-penyakit yang dikategorikan menular dan sudah mulai mencari obatnya. Buku karangan Ibnu Siena yang bernama “Al Qanun fit Thibb” mempunyai pengaruh yang besar dalam kemajuan kedokteran.
Di bidang lain pun semisal di bidang ilmu Matematika, lewat pemikiran dari Jabir bin Hayyan, yang kemudian memperkenalkan ilmu aljabar dan kemudian berkembang kepada ilmu matematika. Di bidang geografi, ada Abu Obayd al-Bakriy dan Idrisiy yang mampu membuat peta dunia, yang kemudian menjadi rujukan para pelayar dunia semisal Columbus, sang penemu benua Amerika. Di bidang lain seperti kimia, geologi, bahkan angkasa luar. Saat itu, para peneliti islam sudah selangkah lebih maju dibanding bangsa Barat sekalipun.
Sayangnya semua kejayaan yang telah dibangun, seiring dengan ekspansi yang dilakukan oleh umat islam pada waktu itu ke beberapa Kota dan Negara di Eropa, akhirnya menjadi hancur justru karena perselisihan diantara umat islam sendiri. Perang saudara dan perebutan tahta kekhalifahan akhirnya membuat umat islam menajdi lemah dan lengah. Puncaknya ketika pada masa kekhalifahan Abbasiyah, akibat serbuan bangsa Mongol, pusat pemerintahan waktu itu kota Baghdad dapat dihancurkan, pun dengan buku-buku (simbol peradaban dan pengetahuan) juga turut dihancurkan.
Meninggalnya para ulama, ilmuwan ditambah dengan musnahnya buku-buku penting, menjadi awal dari kemunduran umat islam, khususnya di bidang ilmu pengetahuan. Yang lebih memprihatinkan, banyak catatan, manuskrip, dan naskah penting milik umat islam yang hilang kemudian muncul kembali dan diklaim sebagai hasil pemikiran orang Barat. Ironis memang, kemajuan peradaban dan pemikiran umat islam harus berakhir seperti itu.
Hal itulah yang menjadi salah satu tantangan kita sebagai generasi muda islam saat ini, untuk kembali meraih kejayaan itu. Kita bukan hanya sekedar mengenang romantisme kejayaan peradaban dan para pemikir islam di masa lampau, namun juga berusaha mewujudkannya. Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara kita mewujudkan hal ini ditengah keterpurukan dan keterbelakangan yang terjadi dalam umat islam saat ini? atau adakah konsep yang ideal untuk mewujudkannya?

Menggali Kembali Falsafah Hidup Islam:”Membentuk Generasi Ulu al-Abab”
Keterpurukan dan keterbelakangan umat islam saat ini memang disebabkan oleh banyak faktor. Tetapi sebenarnya, akar dari berbagai persoalan yang menimpa umat islam itu tidak lain disebabkan karena kurang dihayatinya persoalan falsafah hidup (world view) umat islam.
Selama ini, kita seringkali menyaksikan umat islam sedemikian bangganya ketika mengikuti falsafah yang dikembangakan oleh Barat. Padahal, umat islam semestinya menjalankan kehidupannya berpijak pada falsafah hidup bersumber dari al-Quran dan al-Hadist. Jauh-jauh hari Nabi saw telah menjanjikan bahwa umat islam dijamin tidak akan tersesat dalam kehidupannya selama mereka tetap berpegang teguh pada dua sumber tersebut. Umat islam saat ini telah banyak salah jalan karena mengabaikan dan jauh dari pedoman islam: al-Qur’an dan al-Hadist.
Pengetahuan yang semestinya bisa kita gali dari kedua pedoman tersebut, seringkali kita abaikan. Ironisnya, justru orang-orang dari luar umat islam lah yang banyak mendapatkan ide-ide dasar pemikiran dan penemuan baru, yang itu semua sebetulnya terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an. Para pemikir islam di masa lampau, bisa mendapatkan gagasan dan penemuan baru, karena mereka sadar betul bahwa sumber semua ilmu pengetahuan, tersirat dalam al-Qur’an.
Karena pada hakikatnya ilmu pengetahuan merupakan alat bagi manusia untuk mengenal kebesaran Allah SWT. Dengan pengetahuan itulah manusia menjadi lebih mengenal Tuhannya dan menyadari akan kelemahannya. Dalam al-Qur’an lah terdapat banyak tanda-tanda (ilmu pengetahuan) daripada kebesaran dan kekuasaan Allah SWT tersebut. Tentu saja tanda-tanda tersebut belum bisa kita manfaatkan, manakala hanya kita yakini tetapi tidak kita aplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam surat ar-Rahman Allah berfirman yang artinya:”Hai Manusia dan Jin, sekiranya kamu mampu menembus langit dan bumi maka tembuslah, dan kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan sulthon (ilmu pengetahuan).”
Dari ayat di atas mengisyaratkan bahwa Allah mengingatkan kepada kita, mustahil bagi kita untuk bisa ‘menaklukkan’ alam ini, tanpa bekal ilmu pengetahuan yang kita miliki. Dalam ayat lain juga disebutkan:”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan dalam pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.” (QS. al-Imran:190). Kalimat terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, makin mengukuhkan bahwa hanya orang yang berakal (berilmu), yang bisa membaca tanda-tanda itu.
Sosok manusia yang disebut dalam QS. Al-Imran:190 di atas disebut juga ulu al-albab. Ulu al-albab adalah orang yang mengedepankan dzikir, fikir, dan amal saleh. Ia memiliki ilmu yang luas, pandangan mata yang tajam, otak yang cerdas, hati yang lembut dan semangat serta jiwa pejuang (jihad di jalan Allah) dengan sebenar-benarnya perjuangan. Ia bukan manusia sembarangan, kehadirannya di muka bumi sebagai pemimpin (khalifah fi al-ardh) menegakkan yang hak dan menjauhi kebatilan.
Identitas ulu al-albab ini dapat dibentuk lewat proses pendidikan yang dipola sedemikian rupa. Pola pendidikan yang dimaksudkan itu ialah pendidikan yang mampu membangun iklim yang dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya dzikir, fikir dan amal shaleh. Pendidikan ulu al-albab mengembangkan ilmu pengetahuan, dengan maksud sebagai upaya mendekatkan diri dan memperoleh ridha Allah SWT.
Dzikir, fikir, dan amal shaleh dipandang sebagai satu kesatuan utuh. Dzikir merupakan sarana bagi seseorang untuk mendekatkan diri kepada sang khalik. Pendidikan fikir dilakukan di untuk mempertajam nalar atau pikiran. Pendekatan yang dikembangkan lebih berupa pemberian tanggung jawab kepada seseorang untuk mengembangkan keilmuannya secara mandiri, dan tentunya dengan bimbingan seorang guru yang berkompeten dalam keilmuannya.
Metode ini banyak kita temukan dalam al-Qur’an. Ayat-ayat al-Qur’an banyak sekali menggunakan formula kalimat bertanya dan perintah untuk mencari sendiri, seperti: Apakah tidak kau pikirkan? Apakah tidak kau perhatikan? Apakah tidak kau lihat? Dan sebagainya. Formula kalimat bertanya semacam itu melahirkan inspirasi dan pemahaman bahwa memikirkan, memperhatikan dan melihat sendiri, seharusnya dijadikan kata kunci dalam pilihan pendekatan belajar untuk memperluas ilmu pengetahuan. Sedangkan amal shaleh, ini terkait dengan pengabdian dan profesionalitas. Dengan konsep ini, ilmu pengetahuan yang telah kita dapat, bisa bermanfaat baik untuk diri kita sendiri maupun untuk kemaslahatan untuk orang banyak.
Apabila ketiga konsep ini bisa dijalankan dan dibentuk dengan ideal, niscaya akan terbentuk generasi ulu al-albab, yaitu generasi islam yang memiliki sifat progresif, intelektual, kritis, peka terhadap lingkungan dan yang penting mereka tetap berpegang pada al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman hidup mereka. Hampir serupa dengan karakter pemikir islam di masa keemasannya yang memiliki karakter yang hampir sama.
Dan bila kita kembalikan pada permasalahan keterpurukan, keterbelakangan dan masalah yang begitu kompleks yang dialami umat muslim saat ini. Konsep pendidikan ulu al-albab ini hendak menawarkan kepada kita sebuah generasi yang nantinya diharapkan, menjadi intelektual muslim yang mampu memberikan sumbangsih pemikiran-pemikiran baru baik bagi umat islam khususnya maupun untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan peradaban dunia pada umumnya.

Penutup
Sebagai sebuah konsep awal, pola pendidikan ulu al-albab ini masih memerlukan pengujian yang seksama. Sebab konsep ini disusun semata-mata didasarkan atas pandangan-pandangan yang lebih bersifat idealis, yang bisa jadi jauh dari kebutuhan nyata atau aspirasi masyarakat yang sedang berkembang.
Sebuah konsep dapat dijalankan dengan baik dan maksimal jika ada kesesuaian dengan kekuatan dan kenyataan di lapangan. Sementara dalam realitasnya akhir-akhir ini masyarakat sedang dilanda oleh budaya ekonomi kapitalistik yang serba menuntut keuntungan besar dan cepat dari usaha dan modal yang serendah-rendahnnya. Jika ungkapan tersebut betul, maka konsep ini sangat kontradiktif dengan budaya masyarakat yang berkembang saat ini.
Akan tetapi, sadar akan fenomena kualitas pendidikan yang semakin hari tidak menunjukkan kemajuan, bahkan cenderung merosot, maka konsep diharapkan, sekalipun mungkin dinilai bersifat utopis, menjadi bukti bahwa ternyata masih ada sebagian masyarakat yang benar-benar menaruh keprahatinan yang amat mendalam tentang pendidikan kita selama ini.
Dalam bidang pengembangan keilmuan, kita bersyukur bahwa pada saat ini banyak para pemikir Muslim yang mencoba kembali berpijak pada falsafah hidup islam. Para pemikir muslim membangun paradigma keilmuan keislaman berbasiskan nilai-nilai tauhid yang digali dari al-Qur’an dan al-Hadist. Pemikiran tersebut muncul disebabkan berkembangnya paradigma dikotomi keilmuan yang selama ini dianggap telah ikut andil dalam menciptakan polarisasi pemikiran dan konstruksi keilmuan yang berdampak pada mundurnya peradaban islam.
Pandangan dikotomi ini harus diubah dan diakhiri. Pandangan dikotomi keilmuan selain bertentangan dengan semangat tauhid dan prinsip universalitas islam dalam kenyataannya juga telah mengebiri kreatifitas serta berperan dalam menciptakan split personality dalam diri umat islam., didasarkan pada pemikiran untuk memberikan kontribusi dalam menciptakan sumberdaya manusia yang kaffah dan tidak terpecah.

*Penulis adalah Mahasiswa FE UNS Jurusan Ekonomi Pembangunan


Referensi:
- al-Qur’an
- Armstrong, Karen. 2002. Islam: A Short History. New York
- Abidin, Zainal. 1974. Ibnu Siena: Sarjana dan Filosoof Besar Dunia. Jakarta

Selasa, 15 Desember 2009

Gie, Hari ini 40 Tahun Lalu


(detikcom - Rabu, 16 Desember 2009)

16 Desember 1969, sosok itu meregang nyawa. Gas beracun dari puncak gunung tertinggi di pulau Jawa mengakhiri hidupnya, sekaligus mengabulkan kebahagiannya untuk mati muda.

"Seorang filsuf Yunani pernah menulis... nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tetapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda," itulah kata-kata yang ditulis pemuda itu di buku hariannya.

Pemuda itu, Soe Hok Gie, aktivis angkatan 66, salah satu tokoh pergerakan mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Lewat aksi-aksinya, Gie ikut berperan menumbangkan Orde Lama, namun Gie tidak lantas mau mendukung pemerintahan Orde Baru.

Tulisan-tulisan Gie kritis menentang kebijakan Orde Baru. Gie bahkan sempat menyindir teman-temannya, sesama angkatan 66 yang duduk di DPR GR. Dia menghadiahi bedak dan pupur agar para aktivis itu bisa berdandan sehingga kelihatan lebih 'cantik' di depan penguasa.

Gie lebih betah menulis daripada duduk manis sebagai anggota dewan. Idealismenya memang sulit dikalahkan. Penyuka lagu Donna Donna ini lebih memilih naik gunung daripada berpolitik praktis.

Gie mencintai gunung dan alam bebas. Puisi-puisinya banyak berkisah tentang kecintaannya terhadap pendakian gunung. Di puncak gunung juga akhirnya salah satu pendiri Mapala UI ini menghadap penciptanya. Di tengah kabut tebal puncak Gunung Semeru, Gie tewas tepat sehari sebelum hari ulang tahunnya yang ke-27.

Kisah hidup Soe Hok Gie diangkat ke layar lebar oleh sutradara Riri Riza. Aktor Nicholas Saputra menjadi pemeran Gie. Film ini mendapat Piala Citra dalam Festival Film Indonesia 2005.

Buku 'Catatan Seorang Demonstran' yang diangkat dari buku harian Gie, masih mengilhami para mahasiswa dan aktivis untuk memperjuangkan cita-cita mereka. Para pendaki gunung juga masih mengingat pandangan Gie soal nasionalisme.

"Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrasi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung," ujar Gie kala itu.

Hingga hari ini, kata-kata itu masih tetap diingat. Hari ini, tepat 40 tahun lalu Soe Hok Gie meninggal.

tukang parkir naik haji


Ada sebuah kisah (nyata) menarik dan (mungkin) patut menjadi renungan bagi kita semua, yang saya dapatkan sewaktu silaturahmi kepada seorang dosen. Kebetulan, kakak beliau yang beberapa hari sebelumnya baru saja pulang haji juga ikut menemani kami ngobrol. Beliau kemudian bercerita tentang kisah perjalanan hajinya, dan yang menarik justru ketika di mengemukakan alasan ketika beliau hendak berhaji.

Sebelumnya, yang beliau ketahui, haji hanya wajib bagi mereka yang ‘mampu’ (baik secara kesehatan/kondisi tubuh, ongkos, dll) dan untuk mampu secara ‘ongkos’ pada awalnya, beliau (dan mungkin kita semua) juga berpikiran bahwa hanya mereka yang ‘kaya’ lah yang bisa dikategorikan ‘mampu’ secara ongkos. Memang ada benarnya, tapi ketika beliau mendapati kenyataan beliau mengerutkan kening, seorang tukang parkir yang rela menabung atau bisa dikatakan menyisihkan penghasilannya yang mungkin setiap harinya (sekarang) kurang lebihhanya Rp. 5000 untuk digunakan sebagai ongkos haji!!! Dan itu sudah berlangsung sejak tahun 1990-an sampai sekarang.

Ya Allah… kalau kita berhitung, berapa ribu uang yang bisa ia sisihkan dari pendapatannya, bila dibandingkan kita (mungkin), yang mungkin lebih besar dari tukang parkir tadi. Tapi disitulah kebesaran Allah, ada niat ada jalan, mungkin ending-nya hampir sama dengan tukang becak, atau pemulung yang akhirnya bisa naik haji. Tapi lihatlah bagaimana usaha yang dilakukan tukang parkir tersebut.

Kalau kita mau merenung, berapa uang yang kita habiskan sehari-hari, entah itu untuk beli rokok? (bagi yang merokok), pakaian atau sepatu baru? Mobil atau cicilan motor? Kita begitu rela menabung untuk mendapatkan semua itu. Apakah panggilan Allah kepada kita… labbaik allhumma labbaik… bahkan sejak beribu tahun lalu, kita abaikan begitu saja. Seperti orang yang mau sholat, tapi dia tidak mau berwudhu. Bagaimana orang bisa ‘mampu’ untuk berhaji, kalau tidak ada usaha untuk menabung (dari sekarang). Jadi, ayo kita mulai dari sekarang (tidak ada kata terlambat) untuk mewujudkannya, usaha dan tawakkal, perkara usaha kita akhirnya berakhir (entah karena ajal telah mendahului usaha kita), kita pasrahkan pada Allah semata, yang penting ada usaha dulu dari kita, entah sekecil apapun usaha itu, Ayo, kita mulai dari sekarang!!! ^^

Rabu, 09 Desember 2009

Diskusi dan Bedah Buku


Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Kentingan bekerjasama dengan HIMPROBSI FKIP UNS dan penerbit buku i:boekoe, mengadakan acara diskusi dan bedah buku “Para Penggila Buku: Seratus Catatan di Balik Buku”, Rabu (9/12) Pukul 08.00 di Ruang Sidang Gedung A FKIP UNS. Acara ini menghadirkan penulis buku tersebut, Muhidin M Dahlan dan Diana AV Sasa, serta pembicara dari FSSR UNS, Drs. Sudharmono, SU. Diskusi yang bertemakan “Memilih Menjadi Penulis” ini, dimaksudkan untuk menstimulus generasi muda agar lebih terpacu dalam budaya tulis-menulis.

tidak hadirnya Pak Dhar yang tengah sakit, tidak menurunkan antusias para peserta diskusi untuk mengikuti acara sampai selesai. overall.. lumayan ^^

Senin, 07 Desember 2009

Tak Ditemukan di RAPBD 2010 Anggaran Sektor PKL Dipertanyakan

(KARANGASEM (Joglosemar): Tidak munculnya anggaran untuk sektor pedagang kaki lima (PKL) dalam draf Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) dipertanyakan. Pasalnya jumlah PKL di Kota Solo tergolong sangat besar yakni mencapai lebih dari 3.000 orang.
“Sejak tahun 2007, Pemkot telah menganggarkan sejumlah dana. Namun peruntukannya bukan untuk melaksanakan Perda No 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan PKL. Dalam RAPBD Tahun 2010, kami justru tidak menemukan alokasi anggaran untuk sektor PKL,” terang Koordinator Forum Silaturahmi dan Studi Warga NU Kota Surakarta (Fosminsa), Ajie Najmudin di Gedung Dewan, kemarin.
Dipaparkan, keberadaan PKL yang jumlahnya cukup besar ini perlu mendapatkan perhatian. Sebab keberadaan mereka dinilai juga ikut berpartisipasi dalam menggerakkan perekonomian lokal. Oleh karena itu dalam audiensi dengan Komisi III disampaikan rekomendasi di antaranya perlunya sosialisasi Perda No 3 Tahun 2008.
Selain itu juga disarankan program penyusunan data base PKL guna menginventarisasi jumlah secara valid. “Program pemberdayaan dan pemetaan usaha bagi PKL juga sangat dibutuhkan,” jelas dia.
Ketua Komisi III, Honda Hendarto dalam acara audiensi dengan Fosminsa mengatakan, menerima dengan terbuka terkait masukan tersebut. Hanya saja permasalahan pengalokasian anggaran berdasarkan mekanisme yang ada harus melalui tahapan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
“Bisa saya jelaskan mekanisme pengalokasian anggaran harus melalui KUA-PPAS yang diusulkan Pemkot. Kami sebenarnya cukup menyayangkan hal ini. Namun aspirasi yang disampaikan ini tetap akan menjadi bahan dokumentasi kami,” terang dia.
Diungkapkan Honda, sebenarnya dalam RAPBD 2010 anggaran untuk sektor PKL telah dianggarkan, yakni untuk program sosialisasi. Namun demikian jumlah anggaran memang cukup terbatas.
Menurut Honda, kondisi keuangan Pemkot untuk tahun anggaran 2010 tergolong terbatas. Hal ini disebabkan adanya penurunan penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah Pusat. (cka)

Sabtu, 05 Desember 2009

Anggaran tak ada, Fosminsa datangi Dewan: solopos.co.id


Forum silaturahmi dan studi warga NU Kota Surakarta (Fosminsa) memprotes tidak adanya anggaran untuk sektor pedagang kaki lima (PKL) dalam draf APBD 2010. Tujuh anggota Fosminsa, Jumat (4/12), pagi mendatangi Gedung Dewan menyampaikan aspirasi mereka terkait tidak adanya alokasi anggaran untuk sektor PKL tersebut. Koordinator bidang ekonomi Fosminsa, Ajie Najmudin mengatakan dua tahun lalu Pemerintah Kota (Pemkot) Solo telah menganggarkan sejumlah dana. Namun dalam RAPBD 2010, anggaran sektor PKL tidak ada. â€Å“Dalam RAPBD tahun 2010, kami tidak menemukan alokasi anggaran untuk sektor PKL, terang Ajie, saat bertemu dengan anggota Dewan dari Komisi I dan saat audiensi dengan Komisi III, Jumat. Anggaran yang ada, hanya dialokasikan untuk program pelayanan administrasi perkantoran, peningkatan sarana dan prasarana aparatur. Anggaran lainnya, papar Ajie, untuk program peningkatan dan pengembangan pengelolaan keuangan daerah, dan juga untuk intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan daerah. Mereka khawatir bila tidak ada anggaran, akan berdampak pada upaya penataan PKL. Menanggapi aspirasi tersebut, Ketua Komisi III DPRD Solo, Honda Hendarto mengatakan ada mekanisme yang harus ditempuh dalam proses penyusunan anggaran dan juga penyampaian aspirasi. Terkait kedua hal itu, Komisi III menerima dan menampung aspirasi yang disampaikan. Sedangkan soal usulan alokasi anggaran untuk sektor PKL, Honda mengatakan bisa diupayakan dalam anggaran perubahan. * iik* (solopos.co.id)

Sabtu, 28 November 2009

Dan Hewan pun (bisa) Menjadi Mulia...

Hewan2 yg disembelih (dgn halal) kemudian dimasak n dimakan org yg beriman, pd hakikatnya ia tengah mendapat kemuliaan. Btpa tdk, bygkn saja bila ia masih hidup, ia nangkring d meja makan kita, pasti langsung kita usir+sumpahserampah mgkn jg keluar dr mulut qt.
Tp stlah ia dsembelih, dimasak n disajikan(dlm bntk gulai,sate dsb), ia menjadi terhormat u 'nangkring' bhkn d atas meja presiden ato jendral skalipun. N lbh dr itu, ia mendapatkan 'kehormatan' u masuk k dlm mulut si presiden/jndral td, bahkan anggota tubuhnya yg tadinya dianggap menjijikkan eks: pantat ato ceker nya pun tak luput mendapatkan 'kehormatan' itu.
dan puncaknya, sehabis disantap kemudian mereka 'diiajak' untuk beribadah bersama... sempurnalah kemuliaan yg ia dapatkan... ^^

Gusti Mboten Sare (Tuhan Tidak Tidur)...

Ribut ttg keadilan yg tergadaikan d negeri kita, ia memanjakan mereka yg punya kuasa. Smntara ia bs berlaku sangat tegas thdp rakyat jelata yg tanpa daya. Ironis memang, krn keadilan seharusnya berlaku sama u semua.
Tp tuhan tdk tidur, mrka yg tak tersentuh d dunia, suatu saat pasti akan menemui 'pengadilan sejati' dariNya(entah itu d dunia ato d alam baka).
Dan 'beruntung' bg mereka, yg sdh mndpt hukuman d dunia(bs jd itu akan menghapus hukumannya kelak).
Yg repot, jk d dunia&akhirat dpt hukuman jg.. :-)

Sabtu, 21 November 2009

Crito ala Ngkalonganan...

Patang taun punjul nyong wis urip ning solo, kuliah ning kampus sing pedek bengawan solo, UNS. nengkene alhamdulillah, dek pertama kuliah tekan seprene lancar2 bae. saiki garek nggarap skripsi tok. yo jane termasuke terlat si, lha konco-koncoku akehe wis podo lulus. hehe tapi yo wis pak ora, arane bek wong urip, mesti nasibe bedo-bedo (walak d'ee pinter, Sregep, karo bejo bae).

Tapi sing jenenge howo kampung, ben wis taunan nenggalke ora bakal klalen ra (Yo yo lha wong mben 2 wulan jek balio'). Sing jenenge wangine megono bar dibukak dek bungkus godhong gedhang koyone ora ono sing ngalahke. Opo meneh nek sarapane nganggo lawuh tempe goreng sing irisane kandel-kandel kae. Durung maneh engko nek awan-awan terus kelingan tauto karo es teh manis. Wis sakpore pokoke. Tapi sing jenenge panganan, nek nggo aku tetep bae ono solusine. Nek cuma’ megono karo tauto, ben ora persis nemen, ono warunge sing dodol utowo paleng ora biso nggawe dhewe.

bejone o, cah ngkalongan sing kuliah ning kene yo akeh. dek kajen, ndunguni, ngkajangan, ngkalongan kota yo akeh (nyong cah dunguni), akehe si cah2 alumni dek sma 1, sma 3 dll. lha kosku sing terakir iki alhamdulillah maneh 'dikuasai' cah2 pantura, dek ngkalongan 3, mbrebes 2, njeporo karo ndemak 1, liyane ono sing dek purwokeerto, mbantul, sukoharjo. kabeh ono 11 wong. kwi podo jowone bek bahasane wis bedo2 logate. sing mbanyumas ngapak2 kentele pok(inyong, rika, kencot ^^). sing mbrebes yora bedo adoh karo nggonku, tapi wis rodo mambu2 cirebonan kono. sing njeporo n ndemak, y pak podo cuman luwih akeh podone karo wong semarang. nek mbantul boso kromone jek sering dinggo (tak akoni pancen boso kromo ki wong ngkalongan ki sitik sing nganggo, bejane karo wongtuane pu'o). jane yo rodo ngawak si, lha mosok karo wong tuo kok ra nganggo kromo, tapi yo mbuh lah. hehe salah nek wis dadi kebiasaan utowo tradisi, kuwi yo akhire biso dianggap bener.

pernah ono crito, jarene, ono bocah kalongan sing kuliahe neng Solo utowo mbuh pokoke neng wetan. Yo koyone mergo wis ketentho ngomong alus karo kanca-kancane, pas mulih kalongan ngajak ngomong kromo karo bapake. Mestine bapake kan bungah mergo bocahe saiki pinter ngajeni bapake. Tapi jawaban bapake jebul ora koyo kuwi. “Hey, ndhuk. Kowe karo bapakmu dhewe kok nganggo kromo mbarang. Opo aku kiye saiki mak pada' ke wong liyo pok?”. ^^

bersambung... ^^

Kamis, 19 November 2009

Tentang Hakikat Ilmu


hati-hati dengan kepandaian ato ilmu yg telah kita peroleh... bisa jadi itu hakikatnya bukanlah ilmu. karena ilmu sejati iku cahaya (menerangi), bukannya membikin gelap hati... so, belum tentu orang yg pintar itu "berilmu".

banyak sekali kita temukan di zaman ini. orang "pintar", tapi dia justru menggunakan kepintarannya untuk bermaksiat, untuk menipu dan "membodohi" orang lain, dsb. pada hakikatnya orang tersebut tidak disebut sebagai orang yang berilmu.

Ya, Rabb... kami mohon kepada engkau dari ilmu yang tidak bermanfaat dan berilah kepada kami ilmu yg benar2 menjadi penerang bagi hati kami... amin

(ringkasan kajian senin malam, jama'ah al-inshof)

Minggu, 08 November 2009

Menyongsong RAPBD Kota Surakarta 2010: “Mewujudkan Anggaran yang Pro Poor”

Isu perencanaan penganggaran lewat Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Surakarta 2010, Sedikit terlupakan oleh sebagian masyarakat karena tertutup berbagai isu di media, diantaranya kasus perseteruan KPK vs Polri. Perlu kita cermati kembali rencana kebijakan apa yang akan dikeluarkan Pemkot Surakarta di tahun 2010, karena akan sangat berpengaruh terhadap implementasi kebijakan nantinya. Masyarakat perlu tahu bagaimana anggarannya dikelola dan sejauh mana anggaran yang nantinya akan dituangkan di dalam program-program APBD tahun 2010 mampu menyentuh kebutuhan elemen-elemen masyarakat yang ada.

Proses pengawalan terhadap RAPBD, mesti kita orientasikan juga untuk masalah penanggulangan kemiskinan. Karena kita tahu, kemiskinan merupakan permasalahan kompleks yang terus terjadi sepanjang tahun. Permasalahan kemiskinan tidak hanya berakar dari faktor ekonomi saja namun juga dari faktor sosial, budaya, politik, dan bahkan ideologi. Kemiskinan telah membuat masyarakat sulit mengakses pendidikan, kesehatan, mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, serta pelayanan publik lainnya yang merupakan hak dari masyarakat.

Dari sekian sektor yang menjadi hak dasar warga negara, sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi merupakan sektor-sektor yang mesti mendapat perhatian lebih, terutama di Kota Surakarta. Ketiga sektor tersebut perlu mendapat perhatian lebih, karena dari ketiganya lah cenderung dominan menjadi penyebab kemiskinan. Pendidikan berkaitan dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), kesehatan menyangkut kondisi badan seseorang dan lingkungannya, sedangkan ekonomi lebih pada kesempatan kerja dan hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Ketiganya saling mendukung satu sama lain, misal orang bisa bekerja tetapi kondisi lingkungan yang tidak sehat, berpotensi besar menyebabkan orang yang tinggal di lingkungan tadi terkena penyakit. Ketika orang tadi sakit, maka untuk bekerja pun menjadi terhambat. Atau bila kaitkan antara sektor pendidikan dan ekonomi.

Kesempatan kerja yang menuntut orang untuk memiliki kompetensi dalam hal SDM, juga mesti didukung dari sektor pendidikan yang berkualitas. Kondisi ekonomi masyarakat yang miskin dan berpendidikan rendah juga cenderung tidak berperilaku hidup sehat.
Masalah di ketiga sektor yang masih dirasakan masyarakat

Untuk mewujudkan anggaran yang pro poor di APBD 2010 nanti, perlu kita menilik lagi beberapa masalah yang masih dirasakan masyarakat di ketiga sektor tersebut, yakni pendikan, kesehatan, dan ekonomi. Ketiga sektor tersebut, masih menyimpan beberapa masalah yang mesti segera dievaluasi oleh Pemkot Surakarta.

Masalah yang terjadi di sektor pendidikan diantaranya makin mahalnya biaya pendidikan, masih lemahnya akuntabilitas dan transparansi dari pihak sekolah, masih belum adanya Peraturan Daerah (Perda) Pendidikan untuk mengurangi persoalan pendidikan yang semakin lama semakin komplek, dan masih banyak lagi permasalahan yang ada di sektor pendidikan ini.

Program sekolah plus, yang diperuntukkan bagi siswa yang tidak mampu dalam hal pembiayaan, masih mengalami banyak persoalan, diantaranya keterlambatan amggaran biaya untuk program ini dan masih minimnya sekolah yang dirujuk untuk menjadi sekolah plus, sehingga tidak semua masyarakat miskin bisa mengakses ke sekolah tersebut karena jarak ke sekolah jauh.

Padahal kalau kita melihat total alokasi belanja pendidikan di Kota Surakarta secara umum sudah melebihi amanah UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Naional (Sisdiknas) yang sejak tahun 2007-2009 rata-rata mencapai 30% lebih (sumber:APBD Kota Surakarta 2007-2009). Tetapi ironisnya Pemkot Surakarta belum mampu menyelenggarakan pendidikan yang murah dan dapat terjangkau oleh masyarakat.

Sedangkan masalah yang ada pada sektor kesehatan, yakni masih rendahnya askesibilitas masyarakat miskin terhadap layanan kesehatan, ditambah rendahnya mutu layanan kesehatan itu sendiri, menunjukkan tingkat kesehatan masyarakat miskin masih rendah. Dari segi anggaran yang telah dikeluarkan Dinas Kesehatan pada tahun 2007-2009 lebih besar digunakan untuk belanja operasional, sedangkan untuk belanja peningkatan akses masyarakat dan peningkatan mutu masih dibawah belanja operasional.

Untuk permasalahan sektor ekonomi, fokus perhatian kita pada Pedagang Kaki Lima (PKL), yang keberadaanya masih menjadi dilema Pemkot Surakarta. Kontribusi yang disumbangkan PKL terhadap PAD Kota Surakarta, memang masih relatif kecil, namun keberadaan sektor informal sebagai sektor alternatif warga untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan tidak boleh kita kesampingkan. Keberadaan sektor ini, untuk mengurangi angka pengangguran juga masih sangat relevan dan jangan lupa bahwa yang menjadi penggerak sektor ini kebanyakan adalah masyarakat menengah ke bawah. Yang menjadi masalah adalah bagaimana dalam penataan PKL ini, agar keberadaannya tidak menyebabkan kesemrawutan dan kekumuhan kota, namun mereka juga bisa tetap bekerja.

Mewujudkan Anggaran yang Pro Poor
Penyebab persoalan kemiskinan di Kota Surakarta sangat beragam. Dari mulai masalah SDM yang tidak memiliki ketrampilan, modal, dan akses informasi yang diperoleh mereka sangat terbatas. Sehingga untuk mengatasi persoalan kemiskinan diperlukan sinergisitas antar stake holder yang terkait. Upaya-upaya pengentasan kemiskinan memang sudah dicoba dilakukan oleh pemerintah Kota Surakarta, melalui pemberian program-program di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD). Namun sampai saat ini belum menunjukkan perubahan secara signifikan, sehingga diperlukan usaha-usaha yang progresif dengan sumber daya yang dimiliki.

Untuk memperjuangkan anggaran yang pro poor dalam APBD Kota Surakarta 2010 yang bertujuan untuk program penanggulangan kemiskinan, juga memerlukan adanya peran dan perhatian dari semua pihak, baik pemerintah daerah, swasta, maupun ormas. Agar penanggulangan kemiskinan tidak bersifat parsial, namun menjadi penanganan yang komprehensif, sehingga diharapkan permasalahan kemiskinan bisa cepat dan tepat kita atasi.

(dimuat di buletin KITA, HMI FE UNS)

Di Balik Dinding


Bagaimana perasaanmu,
jika engkau mengetahui
orang yang kau cintai hadir kepadamu

Bagaimana perasaanmu,
jika engkau mengetahui
orang yang kau kagumi ada di dekatmu

orang yang kau cintai
ada di balik dinding itu
orang yang kau kagumi
hanya bisa engkau dengarkan, pujian tentang dirinya

hanya bisa kamu rasakan kehadirannya
hanya bisa kamu dengarkan, sayup-sayup pujian untuknya
hanya bisa kamu memendam kerinduan
dari balik dinding keangkuhan

(Kaplingan, 1 Nov 09)

Banyak Cara Memuliakan Bangsa

81 tahun silam, pemuda-pemudi dari berbagai penjuru daerah Indonesia (ketika itu lebih dikenal dengan nama Hindia Belanda) berkumpul di Jakarta dalam sebuah kongres pemuda. Dari pertemuan itu melahirkan pemikiran perjuangan yang berlandaskan pada persatuan dan kesatuan nusa, bangsa, dan bahasa yakni Indonesia.
Peristiwa tersebut menjadi momen perjuangan kemerdekaan yang bersifat nasional, dari sebelumnya yang hanya bersifat kedaerahan, sekaligus mempertegas peranan para pemuda dalam sejarah terbentuknya bangsa dan negara Indonesia ini. Tokoh-tokoh kongres itu; Soekarno, Hatta, Yamin, Sjahrir dan yang lainnya, kelak menjadi motor penggerak bangsa.
Para pemuda tersebut yang kemudian juga menjadi tokoh inspirasi pemuda generasi sesudah mereka. Tercatat berbagai peristiwa sejarah serta perubahan yang terjadi di negeri kita tak lepas dari peran para pemuda. Mulai dari perjuangan meraih kemerdekaan sampai era reformasi, yang masing-masing memiliki kisah dan ‘tokoh pahlawan’ tersendiri dari golongan pemuda.

Dengan situasi dan kondisi yang berbeda antar generasi, tentunya tantangan yang mereka hadapi pun berbeda. Bisa jadi apa yang menjadi tantangan Soekarno dkk pada era kolonialisme, akan berbeda dengan tantangan yang dihadapi para mahasiswa saat turun jalan, dengan tuntutan reformasi. Meskipun mereka sama-sama memperjuangkan keadilan dan melawan musuh yang sama yakni penindasan.

Tantangan yang berbeda tiap zamannya, membuat para pemuda mesti siap merespon segala perubahan yang terjadi di sekitarnya. Banyaknya tantangan mulai dari masalah pengangguran yang kebanyakan adalah para pemuda, hingga krisis moral sebagian pemuda kita, menuntut generasi muda sekarang untuk bekerja ekstra keras dalam menjawab segala tantangan yang ada.

Yang Muda Yang Berkarya!!!
Masalah yang begitu kompleks, membutuhkan solusi yang komplit juga. Hal ini memerlukan kerjasama antar pihak, pun dari para pemuda. Upaya ini tidak bisa kita serahkan pada pemerintah, militer, sipil ataupun pihak lain secara parsial. Namun hendaknya secara bersama, memberikan kontribusi berdasarkan posisi masing-masing.
Berkontribusi entah itu di dalam sistem atau di luar sistem, begitu istilahnya, sama-sama penting. Keduanya memainkan peran yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama, yakni membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Artinya banyak pilihan bagi kita untuk berbuat baik dan menebar manfaat, entah itu dengan mencurahkan pikiran maupun tenaga. Tugas yang sama juga diemban para pemuda. Sedikit berat bagi mereka, karena ditengah proses pembentukan karakter dan proses pembelajaran hidup, mereka juga dituntut untuk bisa memberikan sumbangsih dan kontribusinya kepada masyarakat.
Tentu menjadi berat dan sulit, bila kita melihat kenyataan kondisi sebagian besar pemuda kita, yang berorientasi pada gaya hidup hedonistik, sangat jauh dengan apa yang telah dilakukan oleh Soekarno, Hatta di masa muda mereka. Para tokoh itu sebenarnya memberi inspirasi kepada generasi muda sesudah mereka, bahwa masa muda bukanlah hambatan untuk bisa menggabungkan antara masa’ belajar’ dan’ beramal‘.

Banyak cara bagi kita untuk bisa memuliakan bangsa ini, tanpa harus menunggu usia tua kita. Sebab ketuaan sebenarnya bukan hanya diukur pada usia, tetapi juga pada pengalaman hidup yang telah kita peroleh dan seberapa besar manfaat yang telah kita berikan kepada orang lain. Penting bagi kita untuk kembali merefleksikan peristiwa sumpah pemuda, disamping sebagai momen untuk mempererat persatuan bangsa, juga bisa menjadi sumber inspirasi bagi para pemuda agar semakin semangat dalam berkarya.
Terakhir, entah ini masih nyambung atau tidak. Saya ingat, ketika saya masih kecil orang tua saya selalu berpesan, agar kelak saya menjadi orang yang berguna bagi nusa, agama, dan bangsa. Pesan tersebut saya rasa juga diamanatkan semua orang tua kepada anaknya. Pertanyaannya adalah, masihkah kita ingat akan pesan itu? Dan sudahkah kita melaksanakannya?

Menulislah...!!!


term of Reference (TOR)
Diskusi dan Bedah Buku
“Para Penggila Buku:100 Catatan dibalik Buku”
karya Muhidin M Dahlan & Diana AV Sasa

Sejarah memperlihatkan kita, bagaimana pengaruh pemikiran terhadap perubahan zaman. Lewat pemikiran orang-orang hebat seperti Aristoteles, Plato, atau dalam negeri sendiri ada Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Soe Hok Gie dsb. Mereka dikenang generasi sesudah mereka, karena sumbangsih pemikiran mereka terhadap perubahan zaman.

Pemikiran mereka bisa begitu massif menyebar, ketika orang mulai banyak mengkaji dan menulis kembali pemikiran-pemikiran mereka dalam sebuah catatan atau buku. Ada korelasi setelah ditemukannya mesin cetak di zaman revolusi industri antara pemikiran barat dengan massifnya persebaran pemikiran tersebut.

Sedikit berbeda dengan keadaan di negeri kita, Indonesia. Tradisi orang Indonesia bertutur kata (lisan) lebih dominan daripada tradisi tulisan. Ini mungkin salah satu sebab kenapa banyaknya gagasan para pemikir kita kurang ekspansif dalam persebarannya. Salah satu perbandingan, Deklarasi Universal HAM (DUHAM) yang dibuat pada tahun 1948, lebih dikenal dunia, dibandingkan pembukaan UUD 1945, yang notabene dibuat 3 tahun sebelumnya. Hal ini menjadi salah satu bukti, bagaimana pemikiran atau gagasan bisa sedemikian massif tersebar, lewat bantuan tulisan atau media cetak.

Untuk itu, perlu bagi kita mengangkat wacana ini, dengan tujuan menstimulus para generasi muda kita agar sadar akan pentingnya budaya menulis, disamping budaya bertutur. Karena lewat tulisanlah kita juga akan dikenang dalam sejarah, seperti yang dikatakan Pramoedya A. Toer di halaman 356 kuartet keempat Buru, Rumah Kaca:”Menulislah, jika tak menulis, maka kamu akan ditinggalkan sejarah.”

Sabtu, 17 Oktober 2009

Tahu Banyak dalam sedikit hal atau Tahu sedikit dalam banyak hal

Pernah ‘si udin’ diberi opsi pertanyaan judul di atas oleh temannya, dengan agak ragu dia lebih memilih yang kedua, ia berpendapat orang harus banyak mengetahui sesuatu agar bisa nyambung kalau diajak ngobrol topik apa saja. Lain lagi dengan sherlock holmes, tokoh detektif dalam novel karya sir arthur conan doyle, dalam sebuah kisah pernah ia ditanya mengenai hal tersebut, dan ia menjawab “aku memang mempelajari semua hal, tapi yang aku simpan dalam otak hanyalah sesuatu yang aku butuhkan, sedangkan sisanya aku buang jauh-jauh dalam ingatanku”.
Kalau kita perhatikan, sekilas kata-kata penyusun dalam kedua kalimat judul tersebut hampir sama namun keduanya memiliki makna yang berbeda. Kalimat yang pertama mengandung makna agar kita mesti tahu dalam banyak hal, sehingga ketika kita dihadapkan pada suatu masalah, kita bisa menganalisanya dengan berbagai pandangan atau paradigma. Sedangkan yang kedua memiliki makna yakni apapun yang kita pelajari, adalah sesuatu yang itu nantinya mengarah pada sutu hal yang kita geluti atau kita sukai, artinya kita memiliki kompetensi dalam sebuah bidang tertentu.
Misal kita kaitkan dengan sistem pendidikan di negeri kita, kalau dulu di sekolah kita dituntut untuk mengetahui banyak hal, dari menghafal nama-nama menteri sampai menghitung rumus-rumus matematika dan fisika yang njlimet. Pada akhirnya yang terjadi adalah kita jadi sekedar tahu hal-hal tersebut, tanpa kita memilki kompetensi di bidang tersebut. Dengan catatan pengecualian pada anak-anak yang memang dikaruniai kecerdasan yang sanggup ‘bertahan’ dengan sistem pembelajaran tersebut.
Sebenarnya sah-sah saja ketika seseorang menjadi tahu dalam banyak hal. Namun, yang dikhawatirkan apabila kemudian muncul orang-orang yang ‘sok tahu’ dan bahkan ia ‘PD’ dengan itu, padahal ia hanya sekedar tahu dan tidak menguasi atau berkompeten hal tersebut, dan karena dianggap ‘pintar’ lalu apa yang dia lakukan atau ia katakan, akan diikuti oleh orang lain. Lebih-lebih hal ini bila menyangkut sesuatu yang penting yang menyangkut orang banyak, bisa dalam ranah kenegaraan atau keagamaan.
Sebaliknya, ketika sistem pendidikan kita yang sekarang mengarah pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang bertujuan untuk membentuk siswanya agar memiliki kompetensi atau keahlian dalam suatu bidang tertentu. Apakah sistem ini akan lebih baik daripada sistem pendidikan kita terdahulu?
Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan. Kompetensi menurut Hall dan Jones (1976: 29) adalah "pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur". Kompetensi (kemampuan) lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia. Oleh karena. itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat global. Implikasi pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan silabus dan sistem penilaian berbasiskan kompetensi.
Sistem ini sebenarnya sudah lama dikembangkan dalam format sekolah kejuruan, namun output yang dihasilkan dengan format sekolah kejuruan tersebut lebih berorientasi bagaimana agar bisa mencetak seseorang mempunyai ketrampilan tertentu untuk kemudian ia bisa bekerja dengan ketrampilan yang ia miliki, atau dengan kata lain format ini mencoba membentuk manusia menjadi seorang calon ‘buruh’ atau tenaga kerja ‘siap pakai’.
Dengan orientasi yang sangat ‘kapitalis’ tersebut, sangat jauh dengan apa yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 negara kita, yakni pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan dalam bayangan pikiran saya adalah bagaimana agar membentuk manusia Indonesia, disamping memiliki banyak pengetahuan di segala bidang serta dibarengi kompetensi yang mumpuni dalam satu atau bahkan beberapa bidang tertentu. Misal anda sebagai mahasiswa fakultas ekonomi, boleh saja tahu dan ahli tentang jurnalistik, kesenian, politik, tapi jangan sampai lupa pada cita-cita awal yang hendak anda capai, yakni menjadi seorang ekonom yang kompeten di bidangnya. Rada sulit memang, tapi bukankah cita-cita yang ideal harus kita gantung setinggi mungkin?

Minggu, 11 Oktober 2009

Ironi PKL : Penyumbang Terbesar Pelayanan Minim


Pedagang Kaki Lima atau PKL sering dipandang sebelah mata oleh beberapa kalangan, akan tetapi sektor PKL ini menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Surakarta sebesar 18,5 Milyar per tahun dan sumbangan dari PKL ini jauh lebih besar dari yang disumbangkan oleh hotel-hotel di Surakarta, begitulah data yang dipaparkan dalam Regular Meeting, Minggu (11\10) di Hotel Riyadi Palace yang dilaksanakan oleh Pusat Telaah Informasi Regional (PATTIRO) Surakarta yang dihadiri oleh beberapa kalangan antara lain warga NU dan beberapa Ormas lain. Keberadaan PKL di Kota Surakarta memang sangat memprihatinkan karena dari besaran sumbangan yang mereka berikan kepada PAD, PKL hanya mendapatkan 1% dari belanja APBD. Selain itu kurangnya perhatian pemerintah terhadap sektor informal ini juga mendapatkan sorotan dari para peserta diskusi, pemerintah selama ini hanya memperhatikan PKL dari aspek fisik saja seperti adanya relokasi dan pembuatan shelter-shelter namun dalam hal managerial dan pengelolaannya dinilai sangat kurang.
Dalam hal ini optimalisai Perda (Peraturan Daerah) Kota Surakarta No.3 Tahun 2008 juga perlu, karena Perda ini sangat berpengaruh terhadap sektor PKL. Dari diskusi ini juga diambil beberapa keputusan tentang upaya mendorong sektor PKL agar tidak selalu terpinggirkan. Antara lain membuat peta persebaran PKL yang bertujuan untuk mengetahui potensi-potensi dan pertumbuhan PKL. Serta supaya Pemerintah Kota dapat mengetahui apa yang sebenarnya yang dibutuhkan PKL agar usahanya dapat maju. pkl-surakarta
Hal tersebut muncul dikarenakan Pemerintah Kota Surakarta hanya terkonsentrasi pada PKL pada jalan-jalan utama seperti pada jalan Slamet Riyadi yang menjadi muka kota Surakarta. Potensi yang ada pada PKL jika dikemas secara menarik dapat dijadikan sebagai potensi ekonomi maupun potensi wisata. Dalam mewujudkan hal tersebut diperlukan adanya promosi yang tepat, namun sebelum itu perlu adanya penataan secara menyeluruh terhadap PKL baik itu dari aspek fisik maupun manajemen. “Seperti Malioboro di kota Yogyakarta kita dapat meniru mereka dalam hal penataan PKL, dimana PKL disana dijadikan obyek wisata yang dapat menarik minat wisatawan” begitu dikatakan oleh Putri Usmawati selaku pendamping dalam acara ini.

Kamis, 08 Oktober 2009

Bisnis 'parkiran'


Sembari menunggu yang ditunggu hehe di depan SD Bulukantil Ngoresan, kuperhatikan seorang tukang parkir sedang menata motor yang terparkir di depan warnet. Pikiranku tiba-tiba ngelantur, membayangkan pekerjaan seorang tukang parkir yang kelihatannya mudah karena ia cukup menunggui motor parkiran, kemudian begitu si empunya motor datang lagi, ia tinggal berpura-pura dikit untuk mengatur keadaan, tiup peluit lah, sok atur lalu lintas gitulah (malah kadang ada yang gak ngapa2in), dan gak lupa meminta uang parkiran, kalo sekarang si standarnya RP.500, bisa juga lebih tergantung faktor tempatnya juga, kalau di tempat wisata bisa lebih mahall. Tapi bukan masalah itu yang menarik bagiku.

Sedikit berimajinasi, misalkan kita yang menjadi pemilik warung makan atau warnet tadi, maka parkir pun sebenarnya bisa kita bisniskan juga loh. Contoh mudah di warnet tadi, kalau penghasilan dari penarikan tarif parkir per motor itu Rp.500, dan ada 10 unit komputer di warnet. Idealnya bila warnetnya ramai, maka tiap 1 jam (dengan asumsi rata2 pengguna warnet standarnya adalah 1 jam), maka tiap 1 jam bisa kita dapat peroleh uang Rp.500x10=Rp.5000. selanjutnya tinggal dikali dengan jumlah jam buka warnet tersebut. Misal buka 24 jam, maka keuntungan potensial yang dapat dihasilkan yakni Rp.500x10x24 jam=Rp.120.000/HARI!!!

bila dihitung dengan potensi yang minim (misal 10 jam) pun masih bisa dapat Rp.500x10x10= Rp.50.000, angka2 itu bisa lebih banyak bila wanet tersebut selama sebulan buka, Rp.120.000 x 30 hari = Rp.3.600.000!!! atau bisa juga Rp.50.000 x 30 hari = Rp.1.500.000!!! angka-angka yang mencengangkan bukan? angka2 itu bisa lebih tinggi manakala intensitas motor atau mobil yang parkir di tempat tersebut lebih tinggi. Itu baru warnet, belum warung makan atau tempat lain yang setiap harinya laris manis dikunjungi para pembeli.

Dengan uang sebanyak itu, cukup dan bahkan sisa banyak bagi kita untuk ‘membayar gaji’ tukang parkir, uang ‘pajak penguasa’ setempat dsb... hehe bagaimana? Tertarik untuk mencoba? Tapi ini cuma imajinasi saya yang penuh dengan segala asumsi ideal dan juga jangan lupa resiko bila ada kasus kehilangan motor dsb.

Selasa, 06 Oktober 2009

The Floating Mass

Pemira Kampus UNS, sebentar lagi akan berlangsung. Masing-masing pihak mempersiapkan agendanya. Parpol mempersiapkan strategi pemenangan, sementara panitia penyelenggara, yakni KPU dan PPU menyiapkan segala sarana dan prasarana agar Pemira bias berjalan dengan lancar.
Pemira sendiri merupakan pembelajaran politik bagi mahasiswa, karena disana mahasiswa bisa berpartisipasi secara langsung, layaknya Pemilu. Dalam Pemira, akan menentukan siapa saja yang akan mejadi wakil-wakil mahasiswa di DEMA (Dewan Mahasiswa) dan juga memilih seorang presiden BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa).

Ironisnya, agenda diselenggarakan tiap tahunnya ini, baik di tingkat fakultas maupun universitas, masih sepi animo atau kesadaran berpolitik dari mahasiswa. Mereka yang tidak begitu tertarik dengan dunia perpolitikan kampus, biasanya beralasan sibuk dalam kuliah. Sebagian juga ada yang memang menghindarinya, karena mereka menganggap ‘politik’ dimana-mana identik dengan dunia yang kejam, sikut sana-sini untuk mendapatkan tujuan. Bahkan ada juga yang berpendapat lebih ekstrem, yakni Pemira dan segala tetek bengeknya ini hanyalah formalitas (alih-alih keliatan demokratis) belaka. Karena yang nanti akan terpilih menjadi wakil di DEMA atau Presiden, sebenarnya sudah ‘terpilih’ bahkan jauh sebelum Pemira dilangsungkan.

Yang menjadi menarik sebenarnya, mereka yang tidak begitu tertarik dengan politik kampus ini, sebenarnya merupakan mayoritas mahasiswa pada umumnya. Istilah the floating mass (masa yang mengambang) ditujukan kepada kelompok ini. Keputusan mereka untuk tidak tertarik pada politik kampus, sebenarnya tidak salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar.

Sepakat atau tidak, banyak sedikitnya kemajuan yang akan dicapai kampus atau jurusan nantinya juga dipengaruhi oleh kepemimpinan mereka yang ada di BEM dan DEMA. Jadi bila pemimpin yang terpilih bukanlah pemimpin yang punya kecakapan, mungkin karena ia dipilih berdasarkan sentimen kelompok tertentu dan bukan berdasarkan kecakapan atau potensi yang ia miliki.
Mungkin akan sulit bagi mereka yang memilki ‘kepentingan’, untuk memilih secara rasio, tapi masih mungkin bagi the floating mass. Jadi, bagaimana bila the floating mass menentukan pilihan mereka? Adakah perubahan dalam Pemira ke depan?

4 proses pnciptaan manusia

Terdpat 4 proses pnciptaan manusia yg berebda-beda, yang menunjukkan kekuasaanNya:
1.nabi adam diciptakan 'langsung' tanpa perantara
2. Hawa dcptakan dr tulang rusuk adam(tanpa ibu)
3. nabi isa dilahirkan dr maryam (tanpa ayah)
4. Manusia pd umumnya lahir dr ayah+ibu

Dan awal dr itu semua yakni dciptakannya nur nabi muhammad saw. wallahua'lam

Bahkan penjahat pun msti qt 'chusnudlon' i akhir hidupnya..


Mndgr brita ttg penolakan warga t'kait penguburan jasad teroris. Jd ingt kisah d zmn nabi musa as. Ktika itu beliau mndpt perintah dr Allah u 'nyamperin' jenazah seorg kekasih Allah, u kmudian merawat n menguburkan jenazhnya. Kmudian beliau brgkt k desa, dmna org td mninggal. Ktika dkonfirmasikan k warga st4, org yg disebut sbg wali td t'nyta seorg bajinganTengik, n ktika dia mati, jenazahnya tak da yg mw ngurus, t'masuk keluarganya. Mayatnya dibiarkan teronggok d tempat sampah.
Mendengar komentar warga tentang keburukan perbuatan orang tersebut, maka nabi Musa as. menjadi penasaran.
“wahai tuhan, kau suruh aku merawat, menshalati dan menguburkannya, sementara kaumnya menyaksikan dia seorang yang tercela, Engkau lebih tahu dari mereka tentang kebaikan dan keburukan.”
Allah berfirman, “wahai Musa! Kaumnya memang benar menjatuhkan hukuman karena keburukan perbuatannya. Hanya saja ketika akan meninggal aku mengampuninya karena ia memohon ampun kepada-Ku. Orang-orang yang berbuat dosa memohon ampunan-Ku pastilah Aku memberikannya. Bagaimana Aku tidak mengampuni dia? Akulah Yang Maha Penyayang.”
(Dalam riwayat wahab bin munabbih lelaki itu berkata: Wahai Tuhan! Andaikan Kau ampuni dosaku maka akan bergembira para wali dan nabi-Mu. Sedangkan setan yang memusuhi-Mu akan bersedih. Apabila Kau siksa aku karena ulah dosaku maka setan akan bergembira. Sedangkan para Nabi dan wali akan bersedih. Kutahu kegembiraan para Nabi dan Wali lebih Kau suka daripada kegembiraan setan. Ampunilah aku! Ya Allah, kau tahu apa yang kukatakan. Maka rahmatilah dan ampunilah dosaku).
Maka Kurahmati dan Kuampuni dia karena Aku Maha Penyayang. Lebih-lebih kepada orang yang telah mengakui dosanya, maka Kuampuni dia dan kumaafkan semua dosanya.

NB: gak ada yg tau akhir hidup kita semua. yg baik aja belum tentu akhire baik, yg jahat apalagi. (husnudlon kepada orang lain, mawas terhadap diri sendiri). So, tetap berbuat baik, dengan mengarapkan ampunan dan rahmat Allah swt. Wallahua’lam.

Minggu, 06 September 2009

Ayam Tulang Lunak


ayam tulang lunak, bisa dimakan gak cuma dagingnya tapi sampai tulang-tulangnya. tulang yang biasanya kita buang, bisa kita makan karena menjadi lunak, makannya dinamakan tulang lunak.

tapi kalau kita renungkan, betapa "kerakusan" manusia sampai tulang pun ia makan. tulang yang sejatinya menjadi makanan jin dan beberapa hewan yang gak perlu saya sebutkan (he2), masih saja kita rebut jatahnya.

kita senantiasa diajari untuk bersedekah, minum air mineral botol yang kita buang sebenarnya secara tidak langsung kita menyediakan botol bekasnya untuk para pemulung. makan ikan atau ayam goreng, pun kita sebenarnya menyedekahkan tulang/duri kita kepada makhluk lain yang membutuhkannya.

ayam tulang lunak... hmm, potret kerakusan manusia kah?

Minggu, 23 Agustus 2009

Nafsu

Ketika Bung Karno, membangun Tugu Monas dan Stadion Senayan Jakarta, tentu bukan tanpa maksud, disamping juga dimaksudkan sebagai politik mercusuar. Semua mengisyaratkan kaya makna, metafora dan perlambang yang substantif. Dilihat dari bentuknya, Tugu Monas adalah lambang kejantanan, sedangkan Stadion Senayan adalah lambang perempuan. Sebagaimana prasasti peninggalan di zaman Hindu-Budha, yakni lingga dan yoni yang kental dengan pengejawantahan simbolisasi hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Dalam kehidupan hubungan keduanya sangatlah penting. Sebab, hubungan keduanya yang dirajut dalam ikatan perkawinan akan menghasilkan generasi umat manusia, sejak zaman Nabi Adam-Hawa sampai sekarang. Bisa dibayangkan, jika tidak ada salah satunya, maka kehidupan ini akan mengalami kepunahan (meskipun bisa saja Allah berkehendak lain). Itulah pentingnya nafsu dalam diri manusia. Nafsu (entah itu nafsu makan atau yang lain) dan syahwat itu bermakna untuk melanggengkan regenerasi umat manusia dalam kehidupan.
Yang patut dijadikan perenungan adalah semua bentuk kenikmatan--entah makan, minum, dan seksual--sebenarnya hanya berlangsung sebentar saja. Jika seseorang terjebak ke dalam nuansa syahwat tadi, misalnya berzina, atau makan dan minum secara berlebihan, maka tak ada ubahnya dia hidup seperti hewan,yang dikaruniai nafsu namun tidak dikaruniai akal sehat untuk berpikir. Maka kendalikanlah nafsu tersebut, dan manfaatkan untuk hal-hal positif, niscaya kita bisa menjadi makhluk yang bahkan lebih mulia dari malaikat. wallahua’lam

Meretas Kesalehan Sosial di Bulan Ramadhan

Sebaik-baik dari kalian semua,
Yakni orang yang bermanfaat bagi manusia (yang lain)
(Al-Hadist)

Agama islam, sejak awal kemunculannya diusung oleh Nabi Muhammad saw, disamping memperjuangkan misi tauhid, yakni mengajarkan tentang Allah swt sebagai satu-satunya yang wajib disembah oleh semua manusia, namun juga membawa misi-misi sosial. Seperti mengangkat harkat kedudukan wanita yang sangat direndahkan pada masa itu, kesetaraan kedudukan (egaliter) antara yang kaya dan miskin, pembebasan perbudakan, HAM dan lain sebagainya.
Konflik yang terjadi pada saat itu, tidak hanya terjadi pada pertentangan antara kepercayaan lama dengan ajaran ketauhidan islam, namun juga pertentangan sosial, dimana para pembesar kaum quraisy saat itu merasa khawatir akan ajaran islam yang egaliter. Mereka yang telah mendapat kedudukan dalam masyarakat, menjadi merasa terancam karena posisinya menjadi terusik.
Misi tersebut akhirnya menjadikan ajaran islam pada waktu itu, lebih mudah diterima oleh masyarakat kelas bawah-menengah (karena ajaran islam paling memperjuangkan kedudukan mereka dan tanpa ditambah dengan kualitas keimanan yang kuat para sahabat). Meskipun tidak sedikit juga dari kalangan kelas menengah-atas, yang menerimanya, seperti Abu Bakar ra., Umar ra., Utsman ra. dsb. Konsep islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin benar-benar terwujud pada waktu itu.
Konsep islam rahmatan lil ‘alamin, tidak hanya menjadi “slogan” tapi benar-benar diwujudkan dalam perbuatan dan manfaatnya kepada masyarakat. Ajaran agama mampu ditransformasikan ke konteks sosial yang lebih luas.

Dalam konsep Suluk Tarbawy (Sayid Sabiq:1963), tentang asas manfaat agama islam dalam masyarakat, yang tergambar dalam sebuah piramida. Yakni agama wahyu (addin al-wahyu), agama keilmuan (addin at-ta’lim), agama kemanusiaan (addin al-insan), agama kemajuan (addin al-ishlah). Dirunut dari yang paling kecil keterlibatannya yakni agama wahyu sampai yang paling besar yakni agama kemajuan. Makin ke bawah makin besar manfaat yang dihasilkan.
Sebagai contoh kecil, air yang bersih dan suci, dalam konsep agama wahyu, bermanfaat bagi umat muslim untuk thaharah (bersuci) secara sah. Namun bila kita kembangkan lagi dalam konsep agama keilmuan, ternyata air tersebut merupakan air yang bermutu/pantas untuk digunakan siapa saja, kaitannya dengan kebutuhan kebersihan dan kesehatan setiap orang. Lebih jauh lagi, bila berlanjut pada agama kemanusiaan dan agama kemajuan, air tersebut bisa menjadi lebih dikembangkan ke konteks yang lebih luas manfaatnya.
Konsep di atas merupakan sebagian rangkaian dari kesalehan sosial. Kesalehan sosial merupakan kesalehan yang terkait dengan kedudukan kita sebagai makhluk sosial, disamping posisi kita sebagai individu. Keduanya antara kesalehan sosial dan individu saling berkaitan satu dengan yang lain. Artinya tidak cukup shalat tiap hari jalankan atau tiap tahunnya kita pergi haji, tapi kita juga masih berbuat korupsi atau membiarkan tetangga kita yang tengah mengalami kesulitan, atau melakukan aksi anarki.
Begitu juga bila kita memiliki kepekaan dan jiwa sosial yang tinggi, namun kita mengesampingkan kewajiban kita sebagai muslim, niscaya orang tersebut akan mengalami suatu keadaan kering spiritual. Artinya keduanya harus selalu seimbang, sebab keduanya sebenarnya bermuara pada satu tujuan yakni totalitas penghambaan kita kepada Allah swt.

Kesalehan Sosial dalam Momentum Ramadhan
Bulan Ramadhan, memberi kita banyak pelajaran mengenai konsep keseimbangan antara kesalehan individu dan kesalehan sosial. Kesalehan individu mewajibkan kita untuk menjalankan puasa, dan dalam puasa tersebut misi kesalehan sosial, yakni bagaimana agar juga mampu merasakan mereka yang dalam kesehariannya sering “puasa”, karena ketidakmampuan mereka untuk membeli makan. Dan setelah itu kita diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fithrah, disamping untuk mensucikan jiwa kita, kembali kita diajarkan untuk saling membantu satu sama lain.
Kesalehan sosial dapat kita wujudkan ke dalam perbuatan yang bermanfaat bagi orang lain. Lebih-lebih pada momentum bulan ramadhan ini, dimana setiap kebajikan yang kita lakukan akan dilipat gandakan pahalanya. Mulai dari hal-hal yang kecil dari memberi makan untuk orang yang akan berbuka puasa dan sahur, atau hal-hal kecil lain yang bisa kita lakukan dan bermanfaat untuk orang lain.
Apabila keduanya mampu kita laksanakan dengan baik, insyaallah kita menjadi individu yang paling baik yang dikatakan nabi dalam hadistnya yakni individu yang bermanfaat bagi yang lainnya, dan tentu saja tanpa meninggalkan kewajiban kita sebagai seorang hamba.

Shalat Tarawih 20 raka'at

Bulan ramadhan, merupakan bulan yang penuh barokah, dimana setiap perbuatan baik yang kita kerjakan, dilipatgandakan pahalanya dibandingkan bila kita mengerjakannya pada bulan-bulan lain. Pada bulan ini, kita juga menunaikan ibadah shalat sunah Tarawih, yang bisa kita kerjakan khusus pada bulan Ramadhan. Berbeda dengan shalat lail mutlak yang boleh dikerjakan setiap malam dalam bulan apa saja. Pahala bagi yang melaksakan shalat tarawih ini diantaranya diampuni dosanya yang terdahulu, dan masih banyak lagi keutamaan yang ada pada shalat ini.
Di Indonesia, shalat tarawih dilaksanakan dengan 20 raka’at plus 3 witir, ada pula yang menjalankannya dengan 8 raka’at plus 3 witir. Keduanya dilaksanakan dengan cara 2 raka’at salam. Tak jauh berbeda dengan negeri kita, di Masjidil Haram, Makah, disana sejak masa rasul saw, Abu Bakar ra, Umar ra, dst sampai sekarang selalu dijalankan dengan 20 raka’at dan witir lebih dari 3 raka’at. Bahkan, di Madinah Shalat Tarawih ada yang menjalankannya sampai 36 raka’at (belum witir). ckck pa gak capek ya.. :-)
Pelaksanaan shalat tarawih dalam berbagai jumlah raka’at yang berbeda tersebut, masing-masing memiliki dasar yang kuat, yang 8 raka’at mengacu pada hadist yang diriwayatkan dari aisyah ra. Sedangkan yang 20 raka’at berdasar pada hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.:”rasul saw shalat di bulan ramadhan sendirian sebanyak 20 raka’at ditambah witir
Ada komentar dari Imam Rafi’i untuk hadist riwayat Imam Ibnu Hajar tentang teks hadist rasul saw shalat bersama kaum muslimin sebanyak 20 raka’at di malam ramadhan. Ketika tiba di malam ketiga orang-orang berkumpul, namun rasul saw tidak keluar. Kemudian, paginya dia bersabda: “aku takut tarawih diwajibkan atas kalian dan kalian tidak mampu melaksanakannya”. Hadist ini disepakati kesahihannya, tanpa mengesampingkan hadist yang diriwayatkan Aisyah ra. Yang tidak menyebut raka’atnya. (Lihat kitab Hamisy Muhibah Juz II hal 466-467).
Pada intinya, pelaksanaan shalat tarawih merupakan amalan sunnah yang sangat dianjurkan, sebab pahala dan keutamaan yang sangat banyak bagi yang mengerjakannya. Makin banyak kita mengerjakannya, makin banyak pula pahala yang akan kita dapat. Sebagaimana perumpamaan, apabila seseorang disuruh memilih uang seribu dan 1 juta yang sama-sama halal, maka secara nalar, orang tersebut akan memilih uang yang 1 juta. Begitu juga ibadah yang kita kerjakan, entah itu tarawih atau shalat sunnah yang lainnya sesuai dengan kaidah Maa Kaana Aktsaru Fi’lan, kaana aktsaru fadhlan (makin banyak amalan yang kita kerjakan, maka makin banyak pula fadhilah yang kita dapat).
Yang penting adalah bagaimana kita menjalankan dan menjaga shalat tarawih kita dengan benar, sesuai dengan syarat rukunnya. Berapapun raka’at yang kita kerjakan, kerjakanlah dengan khusyu’ dan tidak tergesa-gesa. Wallahua’lam

Kamis, 13 Agustus 2009

Agustusan

Tanggal 17 Agustus umumnya dijadikan momen bagi bangsa Indonesia, untuk kembali memaknai semangat kemerdekaan dan nasionalisme. Di segenap penjuru tanah air, diselenggarakan peringatan hari kemerdekaan, dan masing-masing merayakannya dengan cara yang beragam, ada yang menyelenggarakan istighotsah atau tirakatan (do’a bersama), panjat pinang, lomba agustusan, dan lain sebagainya diselenggarakan dengan meriah.

Acara agustusan dapat kita maknai sebagai sebuah proses pewarisan tradisi, pengenalan dan penanaman semangat cinta tanah air yang khususnya ditujukan kepada generasi muda (anak-anak dan remaja). Semangat ini memang harus dikenalkan sejak dini, agar mereka mempunyai rasa cinta tanah air (ruhul wathaniyah), sehingga kelak mereka menjadi sebuah generasi yang mengenal karakter bangsa, dan tidak mudah terpengaruh oleh doktrin dari pihak yang ingin memecah-belah integritas bangsa (sebagaimana terorisme yang berkembang saat ini). Di sisi lain, agustusan juga dapat kita temukan semangat kebersamaan yang bisa memperekat hubungan sesama warga.

Keragaman dalam perayaan di tiap daerah, juga menjadi sebuah hal yang menarik untuk kita perhatikan, betapa bangsa kita kaya akan keragaman dan perbedaan tradisi (multikulturalitas). Perbedaan ini bila mampu kita kelola dengan baik, bisa menjadi modal bangsa ini untuk menjadi sebuah bangsa yang besar. Sebaliknya bisa menjadi benih perpecahan, bila tidak diiringi dengan semangat menghormati perbedaan (ruhut ta’addudiyah).

Pada akhirnya untuk mewujudkan semangat nasionalisme dan rasa cinta tanah air, juga dibutuhkan semangat beragama dalam pemahaman nilai-nilai agama (ruhut tadayun) dan semangat kemanusiaan (ruhul insaniyah), agar tidak terjadi nasionalisme yang kebablasan, seperti yang kita temui pada bangsa Jerman pada era Hiltler, yang beranggapan bahwa kelompok, ras dan bangsanya merupakan yang paling benar, paling tinggi, paling terhormat dan berhak untuk memusnahkan kelompok lain. Nasionalisme tersebut sebenarnya semu, dan tidak akan membentuk menjadi sebuah bangsa yang beradab, yang nantinya bermuara menuju pada konsep negara baldatun thayyibun. Dirgahayu Indonesia!!!

Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah (Aswaja) Sebagai Manhaj al-Fikr*

A. Sejarah Kemunculan Aswaja

Pada zaman Rasul SAW masih ada, perbedaan pendapat di antara sahabat langsung dapat diselesaikan dengan “sabda” dari Nabi SAW. Tetapi setelah beliau wafat, penyelesaian semacam itu tidak ditemukan. Perbedaan sering muncul sebagai pertentangan dan permusuhan. Sesungguhnya pada mulanya, persengketaan akibat pertentangan imamah, bukan persoalan aqidah. Dari situ, kemudian merambah ke dalam wilayah agama.

Dalam perkembangannya, pembicaraan tentang aqidah meluas pada persoalan-persoalan Tuhan dan manusia. Terutama terkait perbuatan manusia dan kekuasaan Tuhan. Demikian juga tentang sifat Tuhan, keadilan Tuhan dan kemakhlukan al-Qur’an. Dalam mempertahankan pendapat tentang persoalan tersebut terjadi perbedaan yang sangat tajam dan saling bertentangan.

Pada waktu itu terdapat banyak kelompok-kelompok, diantaranya ada kelompok Jabariyah, yang berpendapat bahwa seluruh perbuatan manusia diciptakan oleh Allah swt dan manusia tidak memiliki peranan apapun. Sedangkan kelompok satunya, Qadariah berpendapat terbalik dengan kelompok Jabariah, yakni menekankan pada aspek takdir yang tercipta karena perbuatan manusia itu sendiri. Lain lagi dengan kelompok mu’tazilah yang menggunakan rasio akal di atas Al-qur’an dan Hadist, sebagai dasar pemikiran. Selain itu juga ada Syi’ah, Murji’ah dsb. Hal ini sebenarnya sudah diprediksi Nabi saw bahwa kelak umat muslim akan terpecah menjadi 73 golongan.

Di tengah pertentangan itu, muncul sebuah dua kelompok moderat yang berusaha mengkompromikan keduanya. Dua kelompok itu kemudian dinamakan Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah (Aswaja). Kelompok itu adalah Asy’ariyah yang didirikan oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari (wafat 324 H/935 M) dan Maturidiyah yang didirikan oleh Imam Abu Manshur al-Maturidi (wafat 333 H).

B. Konsep Ajaran Aswaja

Secara rinci sumber ajaran aswaja dapat dijelaskan sbb:

1. Bidang aqidah mengikuti mam Abul Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi

2. Bidang fiqh mengikuti salah satu madzhab empat yaitu: Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali.

3. Bidang Tasawuf mengikuti Imam Junaidi al-Baghdadi dan Imam Ghozali.

Aqidah Aswaja merupakan jalan tengah (tawasuth) diantara kelompok-kelompok yang bertentangan pada waktu itu. Yaitu kelompok Jabariyah dan Qadariah yang dikembangkan oleh Mu’tazilah. Sikap tawasuth ditunjukkan dengan konsep (al-kasb), yang memilki makna kebersamaan kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan. al-kasb juga memilki makna keaktifan dan bahwa manusia bertanggung jawab atas perebuatannya.

Dengan konsep al-kasb tersebut, Aswaja menjadikan manusia selalu berusaha secara kreatif dalam kehidupannya, akan tetapi tidak melupakan bahwa Tuhan-lah yang menentukan semuanya. Dalam konteks kehidupan sekarang, aqidah ini, yang paling memungkinkan dijadikan landasan memajukan bangsa. Dari persoalan ekonomi, budaya, kebangsaan sampai memecahkan peresoalan-persoalan kemanusiaan kekinian seperti HAM, kesehatan, gender dsb. Dalam aqidah ini juga upaya pendamaian antara penggunaan dalil al-naqli dan al-‘aqli.

C. Spirit Ajaran Aswaja

Pada intinya, ajaran Aswaja mengandung spirit sikap keberagaman dan kemasyarakatan, yaitu tawasuth dan I’tidal (moderat), tasammuh (toleran), tawazzun (keseimbangan) dan amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kebaikan, mencegah kemunkaran).

Sikap moderatisme Aswaja merupaka karakter utama dari kaum Aswaja dalam beraqidah. Sikap tawasuth ini diperlukan dalam rangka untuk merealisasikan amar ma’ruf nahi munkar yang selalu mengedepankan kebajikan secara bijak. Yang prinsip bagi Aswaja adalah berhasilnya nilai-nilai syariat islam dijalankan oleh masyarakat, sedang cara yang dilakukan harus menyesuaikan dengan kondisi dan masyarakat setempat.

Aswaja menolak ajaran aqidah yang dimiliki oleh garis keras. Seperti mu’tazilah yang memaksakan ajarannya kepada orang lain dengan cara keras. Apabila ada orang lain tidak sepaham, dituduh musyrik dan harus dihukum. Juga menolak kelompok yang menutup diri dari golongan mayoritas kaum muslimin. Sebab kaum Aswaja adalah kaum yang selalu dapat menerima masukan dari dalam dan luar utnuk mencapai kebaikan yang lebih utama. Prinsipnya adalah al-muhafazhah ‘alal qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah (melestarikan hal lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik).

Hal ini yang menyebabkan Aswaja mudah diterima oleh mayoritas orang muslim, sebab Aswaja tidak pernah a priori terhadap tradisi, selama tradisi tersebut tidak bertentangan dengan kebaikan. Dan juga memungkinkan kaum Sunni (sebutan kaum penganut ajaran Aswaja) bertindak selektif terhadap tradisi. Sikap ini penting untuk mengindarkan dari sikap keberagaman yang destruktif terhadap tradisi setempat. Sikap selektif ini mengacu pada kaidah “ma la yudraku kulluhu la yutraku kulluh” (jika tidak dapat dicapai kebaikan semuanya, tidak harus ditinggal semuanya).

D. Penutup

Pada akhirnya setelah sahabat/i semua mengetahui Aswaja mulai dari sejarah kemunculan, konsep sampai spirit ajarannya. Sahabat/i dituntut agar mampu mengaplikasikan nilai-nilai ajaran Aswaja dalam konteks pergerakan dan kemasyarakatan. Artinya Aswaja tidak dipandang hanya dari segi pengetahuan akidah dan fiqh, namun lebih pada praktik sesungguhnya sebagai metode (manhaj) dalam bergerak. Wallahu a’lam

Referensi: buku Aswaja an-nahdliyah (LTN NU Jawa Timur)

Rabu, 05 Agustus 2009

Rasa Sayange...

Kasih sayang itu tidak harus ditunjukkan dengan memenuhi semua permintaan kebutuhan orang yang kita sayang, meskipun kita sebenarnya bisa memenuhi permintaannya. Sebagai contoh ada seorang anak yang meminta dibelikan es seharga Rp.500, tapi si ibu menolak keinginannya, meskipun sebenarnya si ibu sangat mampu untuk membelikannya. Si ibu menolak karena anak tadi sebenarnya masih pilek, dan tahu mana yang terbaik untuk sia anak.

Begitu juga Allah swt dalam member ni’mat kepada makhluk-Nya, Dia lebih tahu mana yang sebenarnya yang terbaik untuk kita. Permintaan kita yang tidak kunjung terpenuhi, bukanlah menjadi alasan bahwa Dia telah melupakan rasa sayang-Nya kepada kita. Ni’mat dan musibah sebenarnya memiliki makna sama, yakni ujian, tergantung bagaimana kita bias menyikapinya. Tetap semangat mengarungi hidup ini.

Senin, 03 Agustus 2009

Masjid itu Milik Siapa?


Di pagi yang masih dingin itu Darius datang mengetuk pintu masjid. Ia membawa pesan dari Keluarga Brojo, pesan kematian alias berita duka. Ya, petang kemarin salah satu anggota keluarga Tuan Brojo ada yang meninggal dunia. Maka segera banyak warga sekitar datang turut meringankan beban keluarga Tuan Brojo, meski diketahui keluarga Tuan Brojo adalah penganut Nasrani.

Sudah lebih dari tujuh masjid ia datangi, sampailah ia di masjid yang kedelapan. Di situ ia mendapati masjid dengan bangunan megah dan arsitektur sangat indah. Namun di masjid itu ternyata ia tak bernasib sebaik bangunan masjid.

“Assalamu’alaikum…”

“Wa’alaikumussalam…”

Darius diterima Pak Habib, salah seorang takmir di situ, yang kelihatannya baru selesai nderes Qur’an. Setelah basa-basi sekedarnya, Darius segera mengutarakan maksud kedatangannya, yakni ingin menyiarkan berita duka.

“Siapa yang meninggal?”, Tanya Pak Habib

“Ibu Elizabeth, adik Tuan Brojo di desa sebelah”,

Kening Pak Habib berkerut, tanda berpikir, lalu berkata pelan pada Darius, yang intinya begini: masjid ini hanya untuk kepentingan umat Islam.

“termasuk menyiarkan berita kematian?”, Tanya Darius.

“Ya, termasuk menyiarkan berita kematian”

“Tapi, maaf pak, bukankah orang yang meninggal itu juga ciptaan Allah dan Bukankah ketika seseorang meninggal ia tetap hamba Tuhan yang wajib dihormati meski bentuk penghormatan itu bisa lain-lain ritualnya sesuai keyakinannya”

“itu pendapat sampeyan, kalau saya tetap berpegangan pada keyakinan bahwa masjid ini hanya untuk keperluan orang islam.”

Akhirnya, Darius pulang sambil bertanya dalam hati: Masjid siapakah yang megah dengan arsitektur indah yang baru ditemuinya? Kalau memang masjid benar rumah Allah, siapa saja berhak atas fungsi sosial masjid, termasuk menyiarkan berita kematian seorang non-muslim. Sebab, semua orang di bumi ini ciptaan Allah. Persoalan apakah orang itu meninggal jiwanya akan masuk surga atau neraka, tentu merupakan hak prerogatif Allah.

Lebih parah lagi, apabila pelarangan ataupun pembatasan penggunaan fasilitas itu dialamatkan kepada sesama umat muslim, yang juga ingin mengadakan kegiatan di masjid. Wallahua’lam bishowab. (El-Karanjiy)

Selasa, 28 Juli 2009

Ada Apa Di balik Kemenangan SBY?


Hasil sementara penghitungan cepat yang dilakukan KPU, memunculkan pasangan Capres SBY-Boediono sebagai pasangan yang paling banyak memperoleh suara, kurang lebih dari 60% suara yang didapat meninggalkan jauh kedua pesaingnya, yakni pasangan Mega-Pro dan JK-Win. Apa sebenarnya yang membuat perolehan suara kedua pasangan yang dicap oleh sebagian pihak sebagai pendukung neo-liberalisme ini, hingga mencapai lebih dari 50% dari total suara?
Pertama, adalah faktor SBY sebagai Presiden incumbent, sehingga faktor kepopuleran beliau di mata rakyat menjadi nilai plus disbanding kedua pasangan lain. Pasangan lain yang juga Wapres incumbent, Jusuf Kalla tidak begitu signifikan pengaruhnya, karena bagaimanapun tetap Presiden lah yang akan disorot oleh rakyat mengenai kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah begitu populis di mata rakyat, khususnya masyarakat menengah ke bawah, dengan kebijakan BLT (Bantuan Langsung Tunai), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), meskipun banyak pihak mengklaim tentang siapa yang berinisiatif mengeluarkan kebijakan itu, namun pada akhirnya tetap SBY-lah yang dianggap mengeluarkannya. Ketegasan SBY pada korupsi pun, cukup signifikan mendongkrak popularitasnya.
Di kalangan menengah ke atas, terutama para pelaku usaha, mereka terbantu dengan situasi keamanan nasional yang lumayan stabil. Keberadaan Boediono juga ikut menjadi faktor kepercayaan para pelaku ekonomi, karena pada masa beliau menjabat menjadi Menko Perekonomian dan Gubernur BI, kondisi perbankan perlahan mulai stabil.
Faktor kedua, acara debat yang dilaksanakan oleh beberapa TV swasta sebelum Pemilu, juga turut mendongkrak perolehan suara beliau, karena disitu gaya bicara dan argumentasi masing-masing Capres bisa menjadi penilaian tersendiri bagi para pemirsa, meskipun mungkin sebelum acara sudah di-setting sedemikian rupa, namun tetap ada sedikit banyak pengaruhnya.
Faktor ketiga, justru datang dari perpecahan yang ada pada pesaing-pesaing SBY. JK yang mencalonkan diri dari Golkar, ternyata tidak sepenuhnya didukung oleh para petingginya, tercatat nama-nama seperti Abu Rizal Bakri justru merapat ke kubu SBY. Dari kubu Mega-Pro, meskipun masih mendapat dukungan kuat dari massa PDI-P, namun koalisi yang dibangun belumlah cukup untuk mendongkrak suara, bahkan di Jateng sendiri yang notabene sebagai basis kubu Mega, SBY mampu unggul.
Berbeda dengan pasangan lain, koalisi yang dibangun SBY begitu kuat karena didukung oleh banyak partai, dari yang berhaluan nasionalis sampai islam. Meskipun demikian, koalisi semacam ini bisa menjadi bumerang bagi SBY kalau benar-benar terpilih kembali menjadi Presiden. Politik bagi-bagi kekuasaan pun tidak bisa dihindari, sebagai “balas-budi” kepada partai-partai pendukung kemenanganya.
Terakhir, SBY yang konon memiliki jaringan intelejen yang cukup tersebar luas di Indonesia, turut banyak membantu keberhasilan beliau dalam dalam meganalisis dan mengorganisir massa secara rapi.
Pada akhirnya selamat kepada siapapun Presiden yang terpilih. Semoga beliau bisa menjalankan amanah dengan baik untuk membawa Indonesia kepada kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

Minggu, 26 Juli 2009

Hawa

Bila saya berkunjung terlalu sering,
dia bilang bosan
Bila saya jarang datang,
dia menuduh saya berkhianat

Bila saya dikunjungi gadis lain,
dia mengeluh saya mulai serong
Bila dia yang dikunjungi cowok lain,
dia bilang ‘ah, itu hal biasa bagi seorang cewek’

Bila saya berpakaian necis,
dituduhnya saya playboy
Bila saya dandan serabutan,
dia bilang saya kampungan

Bila saya asyik bicara,
dia minta saya mendengarkan
Bila saya mendengarkan,
dia minta saya bicara

Bila saya setujui semua pendapatnya,
saya disebut pembembek
Bila saya berbeda pendapat,
saya dituduh tidak pernah memahaminya

Bila saya memujinya,
dia bilang saya berbohong
Bila saya mengkritiknya,
dia bilang saya tidak punya perasaan


Bila saya bertindak romantik,
dia menuding saya laki-laki yang sudah berpengalaman
Bila saya tidak romantik,
dia bilang saya benci

Bila saya jarang menciumnya,
dibilangnya sya laki-laki dingin
Bila saya sering menciumnya,
dibilangnya saya binatang buas

Bila saya gencar memesrainya,
dia bilang saya tidak menghargainya sebagai wanita
Bila saya diam saja,
dia mengira saya tidak mencintainya

Bila saya cemburu,
dia bilang saya kelewatan
Bila saya tidak cemburu,
dia mengira saya tidak lagi peduli padanya

Bila saya tidak menggandengnya saat menyebrang jalan,
saya dikecam tidak gentleman
Bila saya menggandengnya,
dia menuduh ‘ah, itu cuma taktik laki-laki yang suka bergaya’

Gadis, wanita, perempuan, memang ibarat cuaca,
sulit betul ditebak perilakunya

(2000, Eko B.)