Senin, 03 Agustus 2009

Masjid itu Milik Siapa?


Di pagi yang masih dingin itu Darius datang mengetuk pintu masjid. Ia membawa pesan dari Keluarga Brojo, pesan kematian alias berita duka. Ya, petang kemarin salah satu anggota keluarga Tuan Brojo ada yang meninggal dunia. Maka segera banyak warga sekitar datang turut meringankan beban keluarga Tuan Brojo, meski diketahui keluarga Tuan Brojo adalah penganut Nasrani.

Sudah lebih dari tujuh masjid ia datangi, sampailah ia di masjid yang kedelapan. Di situ ia mendapati masjid dengan bangunan megah dan arsitektur sangat indah. Namun di masjid itu ternyata ia tak bernasib sebaik bangunan masjid.

“Assalamu’alaikum…”

“Wa’alaikumussalam…”

Darius diterima Pak Habib, salah seorang takmir di situ, yang kelihatannya baru selesai nderes Qur’an. Setelah basa-basi sekedarnya, Darius segera mengutarakan maksud kedatangannya, yakni ingin menyiarkan berita duka.

“Siapa yang meninggal?”, Tanya Pak Habib

“Ibu Elizabeth, adik Tuan Brojo di desa sebelah”,

Kening Pak Habib berkerut, tanda berpikir, lalu berkata pelan pada Darius, yang intinya begini: masjid ini hanya untuk kepentingan umat Islam.

“termasuk menyiarkan berita kematian?”, Tanya Darius.

“Ya, termasuk menyiarkan berita kematian”

“Tapi, maaf pak, bukankah orang yang meninggal itu juga ciptaan Allah dan Bukankah ketika seseorang meninggal ia tetap hamba Tuhan yang wajib dihormati meski bentuk penghormatan itu bisa lain-lain ritualnya sesuai keyakinannya”

“itu pendapat sampeyan, kalau saya tetap berpegangan pada keyakinan bahwa masjid ini hanya untuk keperluan orang islam.”

Akhirnya, Darius pulang sambil bertanya dalam hati: Masjid siapakah yang megah dengan arsitektur indah yang baru ditemuinya? Kalau memang masjid benar rumah Allah, siapa saja berhak atas fungsi sosial masjid, termasuk menyiarkan berita kematian seorang non-muslim. Sebab, semua orang di bumi ini ciptaan Allah. Persoalan apakah orang itu meninggal jiwanya akan masuk surga atau neraka, tentu merupakan hak prerogatif Allah.

Lebih parah lagi, apabila pelarangan ataupun pembatasan penggunaan fasilitas itu dialamatkan kepada sesama umat muslim, yang juga ingin mengadakan kegiatan di masjid. Wallahua’lam bishowab. (El-Karanjiy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar