Senin, 23 Februari 2009

Ilmu Pertanian: “Bek” yang Terpinggirkan*


Kalau mendengar istilah bek dalam sepakbola, yang teringat dalam pikiran kita pastilah masalah ketahanan atau soal menjaga pertahanan, yang berdiri di depan penjaga gawang. Begitu juga sektor pertanian, fungsinya dalam sebuah negara mirip seorang bek, yakni yang menjadi salah satu ketahanan dan stabilitas negara, terutama negara yang masih bercorak agraris alias masih mengandalkan hasil pertanian.

Nasib yang dialami keduanya pun hampir sama, keduanya merupakan elemen penting dalam sebuah tim, atau dalam hal ini sebuah negara. Namun, keberadaan mereka kurang diperhatikan (sering diabaikan) dibanding “striker” nya, yaitu sektor ekonomi. Sektor ekonomi merupakan alat yang paling efektif pemerintah guna mendapatkan popularitas mayarakat. Makin sering mencetak “gol”, maka semakin populis pula mereka di mata masyarakat.

Kurangnya perhatian ini akhirnya menyebabkan sektor pertanian juga kurang diabaikan oleh pemerintah. Contoh harga pupuk yang terkendali, infrastruktur seperti irigasi kurang dikembangkan, serta minimnya proteksi harga produksi. Hal tersebut pada akhirnya berpengaruh pada kesejahteraan petani. Petani kita, yang mayoritas masih menjadi petani penggarap atau subsisten, identik dengan kemiskinan dan kesejahteraan hidup yang masih buruk.

Hal inilah yang akhirnya menjadi paradigma dalam masyarakat, yang menganggap sektor pertanian adalah sektor yang tidak berprospek untuk bisa meningkatkan taraf ekonomi (pendapatan) seseorang. Disamping paradigma bahwa hidup di kota akan lebih memakmurkan kehidupan seseorang, walaupun kenyataannya tidak seperti itu. Paradigma menurut Patton (1975) adalah “a world view, a general perspective, a way of breaking down the complexity of the real world”.

Paradigma yang akhirnya terus berkembang, dan ikut mempengaruhi anak muda bangsa ini (pelajar dan mahasiswa) yang kebanyakan juga berpikiran sama dengan hal tersebut. Mereka kurang berminat untuk mendalami ilmu pertanian, atau terjun (bekerja) dalam sektor ini. Disamping anggapan kurangnya prospek ekonomi seorang petani, juga ada pandangan bahwa bertani itu membuat kulit jadi hitam, terus jadi tidak cantik dan sebagainya.

Hal-hal diatas semakin membuat ilmu pertanian kurang dilirik oleh para pelajar dan mahasiswa, yang notabene merupakan calon penggerak bangsa ini di masa depan. Untuk itu, di masyarakat, terutama dalam lingkungan akademik, harus mulai dibangun paradigma baru yang mampu mengubah anggapan bahwa pertanian adalah sektor yang kurang menjanjikan,

Paradigma tersebut tidak bisa muncul begitu saja, namun harus dibangun sedari dini, digarap dengan serius dan tentunya ada kebijakan dari pemerintah yang mendukung hal tersebut. Sebagai contoh pemerintah juga perlu mengembangkan sekolah atau perguruan tinggi berbasis pertanian, seperti IPB dan lainnya. Di tingkat SMK/SMA sebagai contoh ada salah satu SMK di Temanggung, di mana siswanya tidak hanya diajarkan praktek pertanian, namun juga sudah diarahkan ke paradigma bahwa pertanian juga merupakan elemen yang penting dalam pembangunan Indonesia.

Dengan penanaman paradigma sejak dini, bahwa ilmu pertanian adalah ilmu yang sangat penting mengingat karakter dan tradisi pertanian bangsa kita masih sangat kuat, maka lambat laun akan mengubah pola pikir dan paradigma masyarakat secara umum dan para pelajar secara khusus. Ketika mereka akhirnya sadar arti penting ilmu tersebut, kelak ilmu pertanian akan kembali diminati.

Dan pada akhirnya seorang bek pun, bisa juga menjadi ruh sebuah tim, semisal Alessandro Nesta atau Fabio Cannavaro, dimana mereka tak hanya menjadi benteng yang kuat di pertahanan, tapi juga menjadi ikon dalam tim secara keseluruhan. Itulah harapan penulis untuk pertanian di Indonesia ke depan.

*Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta/

Aktivis PMII Surakarta

Syair teruntuk wanita malam (part 2)

Sekarang, aku jarang menjumpaimu di saat malam kelam

Kau juga melarangku menemuimu di waktu matahari terbenam

Ah, semoga ini bukan pertanda suram

Apalagi ceritanya wassalam

Aku bermimpi bersamamu di suatu malam

dengan ditemani cahaya lampu yang temaram

Bersama kita senandungkan takbir, tahmid dan salam

Dan ikut bertasbih pula seluruh alam

Aku masih bermimpi bersanding denganmu, duhai wanita malam

Selama ruh dalam jasad ini masih bersemayam

Sampai… salah satu dari kita terpejam

Dan terpisah dalam perbedaan alam

Wallahua’lam

Dari sang penunggu malam

Yang tertidur, (justru) saat terdengar kokok ayam

Dan aku (masih) iri kepadamu, duhai wanita malam

Independensi Media dalam PEMILU 2009


Fungsi media sebagai sarana informasi massa, sering dimanfaatkan sebagai sarana sosialisasi program maupun kebijakan dari pemerintah, begitu juga pada PEMILU 2009 nanti. keberadaan media dalam PEMILU juga dimanfaatkan sejumlah parpol untuk mengampanyekan capres/caleg mereka. Lewat pemasangan iklan maupun pemberitaan tak luput menjadi sasaran untuk mengenalkan (menjadi dikenal) masyarakat, yang kelak akan menjadi pemilih.

Momen ini banyak dimanfaatkan sejumlah media untuk meraup untung sebanyak-banyaknya. Dana iklan dan kampanye bisa mendongkrak pendapatan mereka berkali-kali lipat dibanding saat tidak ada PEMILU. Hal tersebut sah-saja dilakukan, mengingat media juga merupakan suatu industri yang mengejar profit. Dan keduanya, antara media dan parpol sama-sama untung. Media mendapatkan pendapatan dari hasil iklan kampanye, sedangkan parpol bisa berkesempatan memperkenalkan diri kepada masyarakat sehingga bisa lebih “dikenal”di mata masyarakat. Menurut mereka, semakin popular mereka di mata masyarakat, maka semakin besar peluang mereka untuk dipilih.

Sebenarnya tidak masalah selama pemberitaan atau iklan kampanye tersebut masih proporsional. Artinya media mampu menempatkan diri sebagai pihak independen, dan tidak memihak kepada salah satu parpol atau calon tertentu. Dalam fungsinya sebagai kontrol sosial semestinya media bisa ikut menjaga kepentingan bersama maupun kepentingan nasional. Dan bukan kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Namun pada kenyataannya, masih dapat kita jumpai, media yang menjadi corong pemberitaan parpol tertentu. Terutama media-media lokal, yang menurut saya masih dipertanyakan independensinya. Sedangkan pada skala nasional, media saham terbesarnya dimiliki oleh salah satu pihak yang berkepentingan dalm PEMILU 2009 nanti, tak luput jadi alat yang paling efektif guna memberitakan calon tertentu. Dan pada akhirnya independensi media pun masih tetap dipertanyakan.

Pada PEMILU 2004 kemarin, Pemerintah sebenarnya sudah membuat UU PEMILU pasal 73 ayat 1 dan 2. Namun keberadaan UU tersebut masih belum efektif untuk memperingatkan ataupun menindak media yang melanggarnya.di PEMILU 2009 ini pemerintah diharapkan agar bisa lebih mengontrol keberadaan media sebagai alat kampanye,agar tidak dimanfaatkan parpol tertentu saja.

Senin, 16 Februari 2009

6, 12, 20...

(Di sebuah pasar) Aku bertanya
Tentang selusin kemeja
Tentang sekodi Celana
Kemana mereka bermuara?

Hari berikutnya
(masih) di pasar yang sama
Barang baru bersaing dengan yang lama
kemana pula mereka bermuara?

(mungkin) dijual lagi?
(atau) "beruntung" dipakai selebriti?
(mungkin juga) ikut terkubur bersama orang mati?
(atau) jangan-jangan (hanya) dibuang ke kali?

ah, aku masih belum mengerti
semua itu diproduksi setiap hari
dan jarang pula pasar terlihat sepi
seakan ini semua takkan pernah berhenti

teruntuk para pedagang yg begitu ulet mengais rejeki
(Psr. Klewer-Kaplingan
16/2/09)

Minggu, 15 Februari 2009

Syarah al-hikam

. Min 'Alaamatil i'timad....


Sejatine amal itu tidak bisa memasukkan manusia ke surga.
dan termasuk tanda-tanda orang yang menggantungkan amal adalah orang yang bila berbuat salah, lalu dia putus harapan atas rahmat dan ampunan yang dimiliki oleh Allah Yang Maha Rahman, Rahim, dan Ghoffur...
amal seberapapun banyaknya tak kan bisa mengimbangi nikmat walaupun sebiji dzirrah,,,

jadi introspeksi diri,,
bagi yang merasa telah banyak beramal ingatlah hal di atas...
dan bagi yang belum beramal. apalagi??? lha wong yg udah beramal ja masih kudu merendah, apalagi yg belum,,, so, tetep beramal tapi merasalah belum beramal... (to be continued)

syair untuk sang WANITA MALAM...


Engkau selalu kujumpai di saat malam kelam...
Saat kebanyakan mata tengah terpejam...
Kau sibukkan untuk membasahi bibirmu dengan bacaan takbir, tasbih, tahmid dan salam...
sungguh aku iri padamu, duhai "wanita malam"...
dari sang penunggu malam (ronda kaleee hehe)
{11/2/09}

ROKOK VS MUI

NO SMOKING!!!
Ngobrolin benda yang satu ini memang tidak ada matinya, soalnya kalau udah mati ya dah gak bisa diisep lagi, hehe. Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia), baru-baru ini tentang larangan alias haram merokok (khusus) untuk anak kecil dan wanita, masih banyak menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Nah, di sini inyong pengen mencoba membandingkan dua pendapat tersebut. Selanjutnya terserah anda para pembaca untuk menentukan pilihannya (hehe kaya pemilu aja).
Sebagian masyarakat menganggap fatwa tersebut masih setengah-setengah, menurut mereka mengapa tidak mengharamkan rokok untuk semua tanpa terkecuali, dari yang muda sampai yang tua, cewek atau cowok, atau bencong sekalian hihi dsb. poko’e yang namanya rokok tu mesti mutlak pengaharamannya, mengingat bahaya (mudhorot) yang disebabkan oleh rokok cukup besar. Baik ditinjau dari segi kesehatan maupun ”kemubadziran”. Zat nikotin yang terdapat dalam rokok menjadi alasan bahaya rokok untuk kesehatan. Zat ini sangat berbahaya bila dalam waktu lama telah terkumpul dalam paru-paru manusia, dan bisa menyebabkan rusaknya paru-paru, bahkan bisa jadi kanker yang mematikan. Tak kalah bahayanya bagi ibu hamil, efek dari merokok ini bisa membahayakan janinnya. Dan masih banyak lagi dampak negatif dari merokok ini.
Ditinjau dari segi agama, dalam hadist: ”laa dlororo wa laa dlirooro” dilarang berbuat aniaya kepada diri sendiri dan orang lain. Ketika kita sedang merokok, disamping membahayakan tubuh kita seperti yang tadi telah dijelaskan bahayanya, juga asap yang kita keluarkan dari mulut setelah kita isap tadi juga dapat menimbulkan bahaya (polusi) bagi lingkungan di sekitar tempat kita merokok. Mereka yang menghisap asap rokok kita tanpa ikut merokok biasa disebut perokok pasif. Nah, berdasar kaidah tadi bahwa seseorang tidak boleh membahayakan dirinya dan orang lain. Lalu bagaimana dengan para perokok??? Kalau begitu mereka dosa dong???

Warka’u Ma’a Raki’in….
“Dan Merokoklah bersama para perokok”… “dalil” tersebut biasa dipakai oleh para perokok untuk membenarkan tindakan mereka. Hehe gak ding, itu Cuma plesetan dari ayat qur’an (Astaghfirullahal azdim ayat suci kok pakai dipelesetkan segala ckck). Orang yang sudah kadung merokok, mengakuyi sangat susah untuk keluar dari nikmat mengkonsumsi barang tersebut. Rokok ditengarai mengandung zat yang bisa membuat konsumennya menjadi kecanduan. Memang tidak mudah bagi para pecandu rokok, untuk langsung total berhenti merokok. Kebanyakan mereka melakukannya dalam suatu proses yang lama, tergantung tekad masing-masing.
Uniknya mereka yang sudah kecanduan merokok merasa ada sesuatu yang kurang dalam hidupnya ketika ia tidak merokok, ibaratnya rokok itu sudah menjadi “belahan jiwa” mereka. Kadang ada orang yang baru bisa mengeluarkan ide-ide cemerlang kalau sudah merokok, dan anehnya ketika ia tidak merokok, kayaknya mampet aja ide-ide tersebut unyuk dikeluarkan, kok bisa ya??? Ada lagi, bagi yang pernah nyantri pasti sedikit tahu ada beberapa orang santri yang baru bisa lancar menghafalkan alfiah mereka, atau nadhaman-madhaman lain yang lumayan marake mbulet lan mumet iku. Hehe kalau mengafalkannya disambi ngerokok. Emang Maha Kuasa Allah yang sangat mampu menciptakan makhluq dengan memiliki karakter yang berbeda-beda.
Jadi keharaman rokok patut dipertimbangkan, mengingat tidak ada ayat atau hadist yang secara langsung memerintahkan kita untuk tidak mengkonsumsinya. Hukum makruh yang telah difatwakan ulama-ulama sejak dulu juga mesti kita perhatikan. Intinya rokok itu bukan sesuatu yang najis dan juga tidak memabukkan. Jadi tidak bisa kita menghukumi haram begitu saja. Dan bila alasannya asap rokok atau zat yang terdapat dalam rokok membahayakan perokok dan orang-orang di sekitarnya adalah sangat tidak beralasan. Sejatinya kematian/penyakit itu tidak bisa disebabkan rokok, tapi memang secara adat orang berpikiran bahwa ketika kita merokok ya nanti kena penyakit dsb. Keyakinan itu perlu kita ubah. (baca tulisan “Adat=keterbatasan akal”)
Pertimbangan yang laen juga melihat kondisi yang terjadi pada saat ini, di mana banyak pengangguran di mana-mana, akan lebih parah ketika akhirnya larangan merokok diterapkan pada tataran kebijakan pemerintah. Seperti yang telah kita tahu, baik rokok maupun tembakau menjadi salah satu sumber mata pencaharian sebagian penduduk Indonesia. Bagaimana jadinya nanti, ketika pabrik-pabrik rokok ditutup, para petani tembakau dan cengkeh juga bakal kesulitan untuk menjual hasil panen mereka. Apakah tidak akan terjadi bahaya yang lebih besar lagi???. Menurut saya adalah “lebih haram membiarkan orang yang masih muda dan kuat menganggur, lantas mereka menjadi seorang peminta-minta!!!” dan ini sangat mungkin terjadi ketika produksi rokok dihentikan, akan terjadi banyak pengangguran.
Pada akhirnya mungkin kalau orang mau melarang merokok itu, bukan dari sisi haram atau tidak rokok tersebut, tapi lebih kepada hak yang dimiliki oleh seorang manusia untuk merasakan kesegaran udara yang dikaruniakan Tuhan secara gratis, dan orang yang mencemarinya berarti ia merampas kebebasan orang lain untuk menikmati hak tersebut. Untuk itu mari kita saling menghargai perbedaan pendapat, dan jangan saling menyalahkan. Kita perlu memahami mereka yang merokok dengan segala keterbatasannya sebagai manusia, dan bagi para perokok hendaknya juga menyadari orang lain juga berhak menikmati kenyamanan, nyaman dalam menghirup udara segar sebebas-bebasnya. Wallahu a’alam bishowab.