Sabtu, 17 Oktober 2009

Tahu Banyak dalam sedikit hal atau Tahu sedikit dalam banyak hal

Pernah ‘si udin’ diberi opsi pertanyaan judul di atas oleh temannya, dengan agak ragu dia lebih memilih yang kedua, ia berpendapat orang harus banyak mengetahui sesuatu agar bisa nyambung kalau diajak ngobrol topik apa saja. Lain lagi dengan sherlock holmes, tokoh detektif dalam novel karya sir arthur conan doyle, dalam sebuah kisah pernah ia ditanya mengenai hal tersebut, dan ia menjawab “aku memang mempelajari semua hal, tapi yang aku simpan dalam otak hanyalah sesuatu yang aku butuhkan, sedangkan sisanya aku buang jauh-jauh dalam ingatanku”.
Kalau kita perhatikan, sekilas kata-kata penyusun dalam kedua kalimat judul tersebut hampir sama namun keduanya memiliki makna yang berbeda. Kalimat yang pertama mengandung makna agar kita mesti tahu dalam banyak hal, sehingga ketika kita dihadapkan pada suatu masalah, kita bisa menganalisanya dengan berbagai pandangan atau paradigma. Sedangkan yang kedua memiliki makna yakni apapun yang kita pelajari, adalah sesuatu yang itu nantinya mengarah pada sutu hal yang kita geluti atau kita sukai, artinya kita memiliki kompetensi dalam sebuah bidang tertentu.
Misal kita kaitkan dengan sistem pendidikan di negeri kita, kalau dulu di sekolah kita dituntut untuk mengetahui banyak hal, dari menghafal nama-nama menteri sampai menghitung rumus-rumus matematika dan fisika yang njlimet. Pada akhirnya yang terjadi adalah kita jadi sekedar tahu hal-hal tersebut, tanpa kita memilki kompetensi di bidang tersebut. Dengan catatan pengecualian pada anak-anak yang memang dikaruniai kecerdasan yang sanggup ‘bertahan’ dengan sistem pembelajaran tersebut.
Sebenarnya sah-sah saja ketika seseorang menjadi tahu dalam banyak hal. Namun, yang dikhawatirkan apabila kemudian muncul orang-orang yang ‘sok tahu’ dan bahkan ia ‘PD’ dengan itu, padahal ia hanya sekedar tahu dan tidak menguasi atau berkompeten hal tersebut, dan karena dianggap ‘pintar’ lalu apa yang dia lakukan atau ia katakan, akan diikuti oleh orang lain. Lebih-lebih hal ini bila menyangkut sesuatu yang penting yang menyangkut orang banyak, bisa dalam ranah kenegaraan atau keagamaan.
Sebaliknya, ketika sistem pendidikan kita yang sekarang mengarah pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang bertujuan untuk membentuk siswanya agar memiliki kompetensi atau keahlian dalam suatu bidang tertentu. Apakah sistem ini akan lebih baik daripada sistem pendidikan kita terdahulu?
Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan. Kompetensi menurut Hall dan Jones (1976: 29) adalah "pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur". Kompetensi (kemampuan) lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia. Oleh karena. itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat global. Implikasi pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan silabus dan sistem penilaian berbasiskan kompetensi.
Sistem ini sebenarnya sudah lama dikembangkan dalam format sekolah kejuruan, namun output yang dihasilkan dengan format sekolah kejuruan tersebut lebih berorientasi bagaimana agar bisa mencetak seseorang mempunyai ketrampilan tertentu untuk kemudian ia bisa bekerja dengan ketrampilan yang ia miliki, atau dengan kata lain format ini mencoba membentuk manusia menjadi seorang calon ‘buruh’ atau tenaga kerja ‘siap pakai’.
Dengan orientasi yang sangat ‘kapitalis’ tersebut, sangat jauh dengan apa yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 negara kita, yakni pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan dalam bayangan pikiran saya adalah bagaimana agar membentuk manusia Indonesia, disamping memiliki banyak pengetahuan di segala bidang serta dibarengi kompetensi yang mumpuni dalam satu atau bahkan beberapa bidang tertentu. Misal anda sebagai mahasiswa fakultas ekonomi, boleh saja tahu dan ahli tentang jurnalistik, kesenian, politik, tapi jangan sampai lupa pada cita-cita awal yang hendak anda capai, yakni menjadi seorang ekonom yang kompeten di bidangnya. Rada sulit memang, tapi bukankah cita-cita yang ideal harus kita gantung setinggi mungkin?

Minggu, 11 Oktober 2009

Ironi PKL : Penyumbang Terbesar Pelayanan Minim


Pedagang Kaki Lima atau PKL sering dipandang sebelah mata oleh beberapa kalangan, akan tetapi sektor PKL ini menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Surakarta sebesar 18,5 Milyar per tahun dan sumbangan dari PKL ini jauh lebih besar dari yang disumbangkan oleh hotel-hotel di Surakarta, begitulah data yang dipaparkan dalam Regular Meeting, Minggu (11\10) di Hotel Riyadi Palace yang dilaksanakan oleh Pusat Telaah Informasi Regional (PATTIRO) Surakarta yang dihadiri oleh beberapa kalangan antara lain warga NU dan beberapa Ormas lain. Keberadaan PKL di Kota Surakarta memang sangat memprihatinkan karena dari besaran sumbangan yang mereka berikan kepada PAD, PKL hanya mendapatkan 1% dari belanja APBD. Selain itu kurangnya perhatian pemerintah terhadap sektor informal ini juga mendapatkan sorotan dari para peserta diskusi, pemerintah selama ini hanya memperhatikan PKL dari aspek fisik saja seperti adanya relokasi dan pembuatan shelter-shelter namun dalam hal managerial dan pengelolaannya dinilai sangat kurang.
Dalam hal ini optimalisai Perda (Peraturan Daerah) Kota Surakarta No.3 Tahun 2008 juga perlu, karena Perda ini sangat berpengaruh terhadap sektor PKL. Dari diskusi ini juga diambil beberapa keputusan tentang upaya mendorong sektor PKL agar tidak selalu terpinggirkan. Antara lain membuat peta persebaran PKL yang bertujuan untuk mengetahui potensi-potensi dan pertumbuhan PKL. Serta supaya Pemerintah Kota dapat mengetahui apa yang sebenarnya yang dibutuhkan PKL agar usahanya dapat maju. pkl-surakarta
Hal tersebut muncul dikarenakan Pemerintah Kota Surakarta hanya terkonsentrasi pada PKL pada jalan-jalan utama seperti pada jalan Slamet Riyadi yang menjadi muka kota Surakarta. Potensi yang ada pada PKL jika dikemas secara menarik dapat dijadikan sebagai potensi ekonomi maupun potensi wisata. Dalam mewujudkan hal tersebut diperlukan adanya promosi yang tepat, namun sebelum itu perlu adanya penataan secara menyeluruh terhadap PKL baik itu dari aspek fisik maupun manajemen. “Seperti Malioboro di kota Yogyakarta kita dapat meniru mereka dalam hal penataan PKL, dimana PKL disana dijadikan obyek wisata yang dapat menarik minat wisatawan” begitu dikatakan oleh Putri Usmawati selaku pendamping dalam acara ini.

Kamis, 08 Oktober 2009

Bisnis 'parkiran'


Sembari menunggu yang ditunggu hehe di depan SD Bulukantil Ngoresan, kuperhatikan seorang tukang parkir sedang menata motor yang terparkir di depan warnet. Pikiranku tiba-tiba ngelantur, membayangkan pekerjaan seorang tukang parkir yang kelihatannya mudah karena ia cukup menunggui motor parkiran, kemudian begitu si empunya motor datang lagi, ia tinggal berpura-pura dikit untuk mengatur keadaan, tiup peluit lah, sok atur lalu lintas gitulah (malah kadang ada yang gak ngapa2in), dan gak lupa meminta uang parkiran, kalo sekarang si standarnya RP.500, bisa juga lebih tergantung faktor tempatnya juga, kalau di tempat wisata bisa lebih mahall. Tapi bukan masalah itu yang menarik bagiku.

Sedikit berimajinasi, misalkan kita yang menjadi pemilik warung makan atau warnet tadi, maka parkir pun sebenarnya bisa kita bisniskan juga loh. Contoh mudah di warnet tadi, kalau penghasilan dari penarikan tarif parkir per motor itu Rp.500, dan ada 10 unit komputer di warnet. Idealnya bila warnetnya ramai, maka tiap 1 jam (dengan asumsi rata2 pengguna warnet standarnya adalah 1 jam), maka tiap 1 jam bisa kita dapat peroleh uang Rp.500x10=Rp.5000. selanjutnya tinggal dikali dengan jumlah jam buka warnet tersebut. Misal buka 24 jam, maka keuntungan potensial yang dapat dihasilkan yakni Rp.500x10x24 jam=Rp.120.000/HARI!!!

bila dihitung dengan potensi yang minim (misal 10 jam) pun masih bisa dapat Rp.500x10x10= Rp.50.000, angka2 itu bisa lebih banyak bila wanet tersebut selama sebulan buka, Rp.120.000 x 30 hari = Rp.3.600.000!!! atau bisa juga Rp.50.000 x 30 hari = Rp.1.500.000!!! angka-angka yang mencengangkan bukan? angka2 itu bisa lebih tinggi manakala intensitas motor atau mobil yang parkir di tempat tersebut lebih tinggi. Itu baru warnet, belum warung makan atau tempat lain yang setiap harinya laris manis dikunjungi para pembeli.

Dengan uang sebanyak itu, cukup dan bahkan sisa banyak bagi kita untuk ‘membayar gaji’ tukang parkir, uang ‘pajak penguasa’ setempat dsb... hehe bagaimana? Tertarik untuk mencoba? Tapi ini cuma imajinasi saya yang penuh dengan segala asumsi ideal dan juga jangan lupa resiko bila ada kasus kehilangan motor dsb.

Selasa, 06 Oktober 2009

The Floating Mass

Pemira Kampus UNS, sebentar lagi akan berlangsung. Masing-masing pihak mempersiapkan agendanya. Parpol mempersiapkan strategi pemenangan, sementara panitia penyelenggara, yakni KPU dan PPU menyiapkan segala sarana dan prasarana agar Pemira bias berjalan dengan lancar.
Pemira sendiri merupakan pembelajaran politik bagi mahasiswa, karena disana mahasiswa bisa berpartisipasi secara langsung, layaknya Pemilu. Dalam Pemira, akan menentukan siapa saja yang akan mejadi wakil-wakil mahasiswa di DEMA (Dewan Mahasiswa) dan juga memilih seorang presiden BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa).

Ironisnya, agenda diselenggarakan tiap tahunnya ini, baik di tingkat fakultas maupun universitas, masih sepi animo atau kesadaran berpolitik dari mahasiswa. Mereka yang tidak begitu tertarik dengan dunia perpolitikan kampus, biasanya beralasan sibuk dalam kuliah. Sebagian juga ada yang memang menghindarinya, karena mereka menganggap ‘politik’ dimana-mana identik dengan dunia yang kejam, sikut sana-sini untuk mendapatkan tujuan. Bahkan ada juga yang berpendapat lebih ekstrem, yakni Pemira dan segala tetek bengeknya ini hanyalah formalitas (alih-alih keliatan demokratis) belaka. Karena yang nanti akan terpilih menjadi wakil di DEMA atau Presiden, sebenarnya sudah ‘terpilih’ bahkan jauh sebelum Pemira dilangsungkan.

Yang menjadi menarik sebenarnya, mereka yang tidak begitu tertarik dengan politik kampus ini, sebenarnya merupakan mayoritas mahasiswa pada umumnya. Istilah the floating mass (masa yang mengambang) ditujukan kepada kelompok ini. Keputusan mereka untuk tidak tertarik pada politik kampus, sebenarnya tidak salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar.

Sepakat atau tidak, banyak sedikitnya kemajuan yang akan dicapai kampus atau jurusan nantinya juga dipengaruhi oleh kepemimpinan mereka yang ada di BEM dan DEMA. Jadi bila pemimpin yang terpilih bukanlah pemimpin yang punya kecakapan, mungkin karena ia dipilih berdasarkan sentimen kelompok tertentu dan bukan berdasarkan kecakapan atau potensi yang ia miliki.
Mungkin akan sulit bagi mereka yang memilki ‘kepentingan’, untuk memilih secara rasio, tapi masih mungkin bagi the floating mass. Jadi, bagaimana bila the floating mass menentukan pilihan mereka? Adakah perubahan dalam Pemira ke depan?

4 proses pnciptaan manusia

Terdpat 4 proses pnciptaan manusia yg berebda-beda, yang menunjukkan kekuasaanNya:
1.nabi adam diciptakan 'langsung' tanpa perantara
2. Hawa dcptakan dr tulang rusuk adam(tanpa ibu)
3. nabi isa dilahirkan dr maryam (tanpa ayah)
4. Manusia pd umumnya lahir dr ayah+ibu

Dan awal dr itu semua yakni dciptakannya nur nabi muhammad saw. wallahua'lam

Bahkan penjahat pun msti qt 'chusnudlon' i akhir hidupnya..


Mndgr brita ttg penolakan warga t'kait penguburan jasad teroris. Jd ingt kisah d zmn nabi musa as. Ktika itu beliau mndpt perintah dr Allah u 'nyamperin' jenazah seorg kekasih Allah, u kmudian merawat n menguburkan jenazhnya. Kmudian beliau brgkt k desa, dmna org td mninggal. Ktika dkonfirmasikan k warga st4, org yg disebut sbg wali td t'nyta seorg bajinganTengik, n ktika dia mati, jenazahnya tak da yg mw ngurus, t'masuk keluarganya. Mayatnya dibiarkan teronggok d tempat sampah.
Mendengar komentar warga tentang keburukan perbuatan orang tersebut, maka nabi Musa as. menjadi penasaran.
“wahai tuhan, kau suruh aku merawat, menshalati dan menguburkannya, sementara kaumnya menyaksikan dia seorang yang tercela, Engkau lebih tahu dari mereka tentang kebaikan dan keburukan.”
Allah berfirman, “wahai Musa! Kaumnya memang benar menjatuhkan hukuman karena keburukan perbuatannya. Hanya saja ketika akan meninggal aku mengampuninya karena ia memohon ampun kepada-Ku. Orang-orang yang berbuat dosa memohon ampunan-Ku pastilah Aku memberikannya. Bagaimana Aku tidak mengampuni dia? Akulah Yang Maha Penyayang.”
(Dalam riwayat wahab bin munabbih lelaki itu berkata: Wahai Tuhan! Andaikan Kau ampuni dosaku maka akan bergembira para wali dan nabi-Mu. Sedangkan setan yang memusuhi-Mu akan bersedih. Apabila Kau siksa aku karena ulah dosaku maka setan akan bergembira. Sedangkan para Nabi dan wali akan bersedih. Kutahu kegembiraan para Nabi dan Wali lebih Kau suka daripada kegembiraan setan. Ampunilah aku! Ya Allah, kau tahu apa yang kukatakan. Maka rahmatilah dan ampunilah dosaku).
Maka Kurahmati dan Kuampuni dia karena Aku Maha Penyayang. Lebih-lebih kepada orang yang telah mengakui dosanya, maka Kuampuni dia dan kumaafkan semua dosanya.

NB: gak ada yg tau akhir hidup kita semua. yg baik aja belum tentu akhire baik, yg jahat apalagi. (husnudlon kepada orang lain, mawas terhadap diri sendiri). So, tetap berbuat baik, dengan mengarapkan ampunan dan rahmat Allah swt. Wallahua’lam.