Selasa, 27 April 2010

Once Upon Time in 'Gerbong Restorasi' (Part 2)


Perlahan Kereta mulai berjalan lagi ke arah barat, meneruskan perjalanannya ke Jakarta. Kondektur kembali datang menghampiri Udin, dan dengan tawaran yang masih sama. Namun, dengan jawaban yang sama pula Si Udin tetap menolak untuk pindah, pun dengan temannya yang sudah terlelap. Kondektur tadi kelihatannya sudah menyerah kemudian ia pergi.

Beberapa saat kemudian datang Kondektur lain, dan berkata dengan suara pelan kepada si Udin, "Mas, boleh bicara sebentar di gerbong sebelah"

"Gak mau mas, kalau mau ngomong ya di sini aja" Jawab Udin

"Kalau di sini gak enak mas diliat banyak orang"

"Terus kenapa pak kalau gak enak, pokoknya saya gak mau ke sana pak, ada apa sih pak?"

Sesekali lewat beberapa pedagang asongan yang menjajakan makanan dan minuman, namun tidak menghentikan perbincangan mereka.

"Ya, teman saya kan tadi sudah ngomong sama sampeyan, kalau duduk di kursi ini mesti bayar lagi, Kalau mas gak mau, ya sudah, toh masih banyak orang lain yang mau membayar untuk duduk di situ. Mas ini orang terpelajar kan, pasti sudah ngerti kan maksudnya"

"Maksudnya bagaimana pak, saya malah gak ngerti pak, dengan keadaan ini." Jawab Udin

"Udah lah mas, ini nanti kalau gak segera diselesaikan ya tau2 sudah sampai di Purwokerto, enaknya gimana lah. Dan saya juga mau duduk mas, saya capek kerja seharian" Kata kondektur mengalihkan pembicaraan (maksudnya sih sama, mengusir kami yang enggan membayar)

"Ow gitu pak, lha itu masih kosong banyak pak, kok njenengan ngotot untuk duduk di sini?" Kata Udin sambil menunjuk beberapa kursi kosong di gerbong restorasi."

"Kalau itu sudah lain mas (maksudnya ada 'penguasa' lain). Sudah kalau mas gak mau dengan tawaran saya, ya silahkan mas dan teman mas nyari kursi lain"

'Diskusi kami' terhenti kembali dengan kedatangan beberapa Ibu dan keluarganya, juga seorang mbak yang masih muda. Kondektur tadi langsung meninggalkan Udin, dan beralih menghampiri Ibu tadi. Sedangkan Si Mbak, tanpa Ba-Bi-Bu, langsung mengadakan negosiasi (kayaknya mbaknya dah berpengalaman) kemudian keluar uang Rp. 20 ribu dari kantongnya. Ibu tadi akhirnya juga 'tergiur' dengan tawaran kursi tadi. Walhasil, kami pun akhirnya 'terusir' dari kursi kami, dan kursi-kursi di gerbong restorasi yang masih kosong tadi ternyata juga sama-sama diperjualbelikan oleh para 'Oknum Kondektur' tadi.

Beruntung dengan temannya yang masih kebagian duduk di pinggir kursi, Sedangkan Udin terpaksa berjongkok di dekat pintu. Nasib, nasib... Di negeri kita tidak hanya Kursi Anggota Dewan ataupun jabatan yang 'diperjualbelikan', bahkan 'Kursi Dapur' KA pun tak luput dari itu. Emang Kreatif,,, dan kalau biasanya Para Elit (penguasa) yang bisa menindas yang lemah, kali ini kami sama lemahnya (maksudnya sama-sama rakyat) kok malah saling menindas satu samai lain. Konflik Akar Rumput. Bagaimana PT KA dan DISHUB mengatasi persoalan ini. Sya yakin mereka sebenarnya tahu praktik2 semacam ini, apa ini juga yang menjadi salah satu penyebab bangkrutnya PT KA? haha tanya kenapa?

23-24 April 2010, Solo-Purwokerto (Otw untuk menghadiri Muspimda PMII Jateng di Baturraden)

Once Upon Time in 'Gerbong Restorasi' (Part 1)


Sudah satu setengah jam Udin dan temannya menanti kedatangan kereta. Semestinya, kereta sudah tiba di Stasiun Jebres, Solo, pukul 18.30, tapi sampai pukul 20.00 kereta api Gaya Baru yang akan mereka naiki, tak kunjung tiba. Sebetulnya mereka bisa berangkat lebih sore, dengan kereta yang berbeda, tapi 'dasar kereta, seperti cuaca g bisa ditebak maunya' katanya. Memang jadwal KA ekonomi di Negeri Kita ini terkenal suka molor, tapi kali ini kok 'tumben' On-Time berangkatnya. :-)

"ting ting ting", terdengar suara lonceng berbunyi, tanda akan datangnya kereta. Dari Jalur 3, nampak dari kejauhan sebuah kereta meluncur mendekati stasiun. Si Udin dan temannya segera bangkit dari lantai tempat mereka duduk dan sudah kepalang bersemangat menantinya, gerbong-gerbongnya satu-persatu melewati mereka, warna kuning-biru, KA Gaya Baru, kereta yang beberapa bulan kemarin turut menjadi 'korban' lemparan batu oleh warga solo, karena membawa massa bonek di dalamnya. Jendela kaca yang pecah, tampaknya sudah diperbaiki lagi.

Segera setelah menaiki salah satu gerbong, keduanya terus berjalan ke gerbong belakang untuk mencari tempat duduk. Namun pekerjaan itu sepertinya sia-sia saja, karena semua kursi sudah terisi penuh oleh penumpang. Sampai akhirnya keduanya sampai di gerbong restorasi, yang menjadi semacam 'warung makan' di dalam KA. Sambil terus mencari kursi kosong, Si Udin melihat beberapa petugas terlihat sedang sibuk memasak di dapur, menunya nasi goreng dengan lauk ayam atau telur goreng.

"Aha, akhirnya ada juga kursi kosong, dua pula, lumayan untuk perjalanan lima jam nanti." Kata Si Udin. Baru saja ia menaruh tas, dan belum sempat duduk di kursi, ia ditegur oleh salah seorang kondektur,

"Mas mau duduk ya" Tanya Kondektur itu

"Iya pak" Jawab Udin singkat, sementara temannya sudah dalam posisi PW di kursinya,

"Gini mas, kalau mau duduk di kursi ini boleh2 aja, tapi mesti bayar 20 ribu" Kata si Kondektur

Masih dengan posisi berdiri ia menjawab tawaran kondektur itu, "Loh pak, Saya kan dah beli tiket. kenapa saya mesti membayar lagi untuk bisa duduk di sini, Lagian saya juga turunnya di Purwokerto pak, saya ndak ngerti pak"

"Saya kasih tau ya mas, iitu sudah biasa, kalau mas mau ya silahkan bayar, kalau ndak ya silahkan nyari kursi di gerbong lain"

"Ndak mau pak, saya dah beli tiket, saya punya hak untuk dapat tempat duduk kalau ada yang masih kosong" Udin menjawabnya dengan nada ngotot juga.

Pembicaraan tersebut sesaat terhenti, karena kedatangan atasan sang kondektur yang duduk tepat di depan kursi tempat Udin berdiri. Dia yang masih berdiri, diam seribu bahasa penuh tanda tanya. Sampai di stasiun Lempuyangan Jogja kereta berhenti, atasan tadi turun karena tugasnya memang hanya mencatat perjalanan dari Surabaya-Jogja.

Bersambung.... :-) Part 2

Diskusi Singkat tentang 'Tajrid dan Asbab'

Dalam sebuah perjalanan pulang ke kos bersama temanku, awalnya dia mengawali pembicaraan tentang temannya yang saat ini sudah bisa 'berwirausaha' dengan membuka usaha warung di belakang kampus. Lumayan berhasil, dari semula hanya membuka dengan sistem delivery, sekarang sudah mampu membuka warung sendiri. Sebagian modal untuk membuka warung didapat dari Program Kewirausahaan.

Aku kemudian menanggapinya dengan sebuah pertanyaan, "Lha mpeyan kok g berani melakukan (usaha) seperti itu kang?"

"Kalau aku, malah kebanyakan mikir dan menimbang usaha apa yang enak untuk dikerjakan, jadi ya waktunya cuma tersita untuk itu, sedangkan usahanya malah gak pernah terlaksana" Jawab temanku

"Iya sih, mereka yang punya jiwa 'enterpreneurship' biasanya berani ambil resiko, dan suksesnya 'learning by doing'" timpalku dengan bahasa inggris logat jawa

"Tapi aku masih ingat kang tentang perkataanmu dulu, bahwa seseorang yang sedang mencari ilmu jangan 'nyambi' bekerja" lanjutku

"Iya, orang yang sedang mencari ilmu itu, dia sebenarnya berada pada maqam tajrid" sahut temanku, kemudian dia melanjutkan "Dia sudah 'dienakkan' untuk fokus belajar dan belajar, sedangkan rejeki (usaha mencari uang untuk makan dsb) sudah ditanggung orang tua ataupun walinya"

Aku menanggapinya dengan agak bingung. "Lantas, kalau kita orang tua kita sudah tidak mampu lagi untuk menafkahi kita, bagaimana?"

"Ya, itu berarti Allah telah mengubah maqam kita menjadi asbab, artinya kita dituntut untuk melakukan sebuah usaha". Jawabnya "Aku dulu pernah mencoba, saat itu sebenarnya aku merasa orang tuaku masih mampu untuk membiayai keperluan ngajiku di pondok, kuliah, dsb, tapi aku mencoba untuk menambah penghasilan sendiri, lumayan pikirku waktu itu. Tapi akibatnya, Ketika aku mulai ikut 'ngelesi', akhirnya ngajiku di pondok malah 'ketetaran' (intinya malah merepotkan terhadap perkara yang seharusnya menjadi prioritas ataupun kewajiban kita yang sesungguhnya)"....

Belum sempat menanggapi ucapannya, motor yang kami tumpangi perlahan berjalan pelan dan akhirnya berhenti di depan kosku. Aku yang duduk membonceng di belakang segera turun dari motor. Temanku yang kebetulan sedang terburu, langsung saja berpamitan untuk segera pulang...

Jumat, 23 April 2010

Pendidikan Tasawuf Sejak Dini

Sejak kecil sebenarnya kita sudah dididik untuk 'bertasawwuf'. Ketika kita mulai bisa makan sendiri, kita diajari makan dengan menggunakan tangan kanan, perlahan pelajaran mulai meningkat ketika bertemu dengan orang lain ketika mengucapkan salam, mencium tangan orang tua ataupun guru kita, masuk ke kemar kecil dengan mendahulukan kaki kanan, keluar dengan kaki kiri, plus doa-doa pendek yang mudah untuk dihapal dan diamalkan setiap saat.

Pelajaran itu secara tak langsung akhirnya ada yang menajdi kebiasaan kita, ada pula yang terlupakan. Namun, itulah fase dimana kita pertama kali dididik untuk bertasawwuf. Karena tasawwuf adalah adab, akhlak yang beri'ittiba' kepada Nabi saw dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.

adab-adab itu meliputi adab kepada Allah swt dengan memenuhi hak-Nya,

adab kepada Nabi saw dengan mencintai dan mengkuti sunah beliau,

adab kepada orang tua (birrul walidain),

adab kepada guru dengan tidak menyakiti hatinya dan taat kepada beliau,

adab kepada orang lain dengan tidak menyakiti mereka baik lewat perbuatan, ucapan dsb,

adab kepada teman, adab kepada diri sendiri dan adab kepada setiap makhluk. dan lain sebagainya

maka didiklah dirimu, keluargamu, anak-anakmu, sejak dini untuk bertasawwuf... :-) hingga akhirnya mencapai tingkatan manusia yang sempurna (insan kamil). amin

Rabu, 21 April 2010

Mulia Karena Berbakti Kepada Orang Tua

Nabi Musa adalah satu-satunya Nabi yang bisa berbicara dengan Allah Swt setiap saat sehingga beliau dijuluki kaliimullah. Setiap kali dia hendak bermunajat, Nabi Musa akan naik ke Bukit Tursina. Di atas bukit itulah dia akan bercakap-cakap dengan Allah. Nabi Musa sering bertanya dan Allah akan menjawab pada waktu itu juga. Inilah kelebihannya yang tidak ada pada nabi-nabi lain.
Suatu hari Nabi Musa bertanya kepada Allah. "Ya Allah, siapakah orang di surga nanti yang akan bertetangga dengan aku?". Allah menjawab dengan mengatakan nama orang itu, kampung serta tempat tinggalnya.

Setelah mendapat jawaban, Nabi Musa turun dari Bukit Tursina dan terus berjalan untuk mencari orang yang kelak akan menjadi tetangga beliau di surga. Setelah beberapa hari di dalam perjalanan akhirnya sampai juga Nabi Musa ke tempat yang dituju. Dengan bantuan beberapa orang penduduk di situ, beliau akhirnya bisa bertemu dengan orang tersebut. Setelah memberi salam beliau dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu.

Tuan rumah itu tidak melayani Nabi Musa. Dia masuk ke dalam bilik dan melakukan sesuatu di dalam. Sebentar kemudian dia keluar sambil membawa seekor babi betina yang besar. Babi itu digendong dengan hati-hati. Nabi Musa terkejut melihatnya, "Bagaimana ini?” kata Nabi Musa berbisik dalam hatinya penuh dengan keheranan.

Babi itu dibersihkan dan dimandikan dengan baik. Setelah itu babi itu dilap sampai kering serta dipeluk cium kemudian diantar kembali ke dalam bilik. Tidak lama kemudian dia keluar sekali lagi dengan membawa pula seekor babi jantan yang lebih besar. Babi itu juga dimandikan dan dibersihkan. Kemudian dilap hingga kering dan dipeluk serta cium dengan penuh kasih sayang. Babi itu kemudiannya dihantar semula ke bilik.

Selesai itu semua, barulah dia kembali menemui Nabi Musa. Nabi Musa pun bertanya kepada orang itu, "Wahai saudara! Apa agamamu?".
"Agama Tauhid", jawab pemuda itu.
"Lantas, mengapa kamu memelihara babi? Bukankah kita dilarang untuk memeliharanya." Kata Nabi Musa.
"Wahai tuan", kata pemuda itu. "Sebenarnya kedua babi itu adalah ibu dan bapak kandungku. Karena mereka telah melakukan dosa yang besar, Allah mengubah bentuk mereka menjadi babi.”
”Soal dosa mereka dengan Allah itu soal lain. Itu urusannya dengan Allah. Walaupun bentuk badan mereka sudah menjadi babi, aku tetap melaksanakan kewajibanku sebagai anaknya sebagaimana yang tuan lihat tadi ", sambungnya.
"Setiap hari aku berdoa kepada Allah agar mereka diampuni. Aku memohon supaya Allah mengembalikan bentuk mereka menjadi manusia yang utuh, tetapi Allah masih belum mengabulkan jua.", tambah pemuda itu lagi.

Maka ketika itu juga Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa a.s. 'Wahai Musa, inilah orang yang akan bertetangga dengan kamu di Surga nanti, hasil baktinya yang sangat tinggi kepada kedua orang tuanya. Ibu bapaknya yang sudah buruk dengan rupa babi pun dia masih setia untuk tetap berbakti. Karena itu Kami angkat derajatnya sebagai anak saleh di sisi Kami."

Allah juga berfirman: "Karena dia telah berada di maqam (kedudukan) anak yang saleh di sisi Kami, maka Kami angkat do’anya. Tempat kedua ibu bapaknya yang Kami sediakan di dalam neraka telah Kami pindahkan ke dalam surga."

Itulah berkat anak yang soleh. Do’a anak yang saleh dapat menebus dosa orang tua yang akan masuk ke dalam neraka, lantas pindah ke surga. Dia memperoleh ini semua karena baktinya kepada orang tua, meskipun bentuk mereka sudah berubah menjadi babi. Mudah-mudahan orang tua kita, mendapat tempat yang baik di akhirat kelak. Walau bagaimanapun perangai mereka kepada kita itu bukan urusan kita, kewajiban kita ialah menjaga mereka dengan penuh kasih sayang sebagaimana mereka menjaga kita sewaktu kecil hingga dewasa.

Walau banyak sekali dosa yang mereka lakukan, itu juga bukan urusan kita, urusan kita ialah meminta ampun kepada Allah Swt supaya bapak dan ibu kita diampuni Allah Swt. Doa anak yang soleh akan membantu bapak ibunya mendapat tempat yang baik di akhirat, inilah yang dinanti-nantikan oleh orang tua kita. Sejatinya, Arti sayang seorang anak kepada bapak ibunya bukanlah melalui pemberian materi semata, tetapi juga dengan doa supaya mereka senantiasa mendapat tempat yang terbaik di sisi Allah

Sabtu, 17 April 2010

PMII Kentingan UNS Peringati Harlah Setengah Abad PMII


mSuasana mendung yang menyelimuti daerah belakang kampus UNS, sedikit menimbulkan kekhawatiran sahabat/i PMII Komisariat Kentingan. Pasalnya banyak sahabat yang sudah izin tidak bisa datang di acara peringatan harlah setengah abad PMII karena mudik. Untungnya, hujan tak jua turun. hanya sedikit rintik gerimis, tak menyurutkan langkah sahabat/i untuk berkumpul di sekretariat kom kentingan. alhamdulillah, 8 sahabat dan 6 sahabati bisa menyempatkan waktunya untuk hadir.

Acara peringatan harlah PMII diawali dengan yasinan, tahlilan, dan doa yang dipimpin oleh sahabat Ajie. Selesai itu semua, acara kemudian dilanjutkan dengan acara makan-makan plus diskusi, ato diskusi plus makan? :-) dengan santapan nasi keras (alias nasi yang masaknya kurang air) dan lauk tempe, serta beberapa cemilan dan es sirup yang maknyus. Kali ini ada peningkatan lauk, ada sate ayam juga. :p

Sembari ngobrol ngalor-ngidul 'khas' PMII. Yang pertama dibahas adalah progress report pembentukan 'Mahasiswa Pecinta Al-Qur'an' di Rayon FKIP UNS (17/4/2010). Kemudian juga sedikit menyinggung romansa PMII Kentingan masa lampau. Acara terus berlanjut dan ditutup secara 'formal' pukul 22.00. (diskusi informalnya masih berlanjut).

Harapan dari sahabat/i Komisariat Kentingan, dengan momentum usia emas ini, PMII semestinya bisa lebih optimal dalam memberikan sumbangsihnya kepada masyarakat, perlu ada 'khittah' untuk pergerakan PMII agar lebih menekankan pada pergerakan yang kembali kepada basis masyarakat dan tanpa terkooptasi pada kepentingan politik.

Jumat, 16 April 2010

Deklarasi Forum Neo-CIpayung


(16/4) Sehari sebelum merayakan usia emasnya, PMII Kota Surakarta bersama 5 OKP-Mahasiswa lainnya mendeklarasikan Forum ‘Neo-Cipayung’, yakni sebuah forum strategis yang dibentuk beberapa OKP-Mahasiswa se-Surakarta (PMII, HMI, KAMMI, GMNI, GMKI, PMKRI). Sebagai bentuk konsolidasi, yang bertujuan untuk memperkuat posisi pergerakan mahasiswa secara umum, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Acara deklarasi bertempat di Ruang Sidang Paripurna, Gedung DPRD Kota Surakarta ini diisi dengan acara diskusi publik. Dengan menggagas tema "Pergerakan Mahahiswa dulu, sekarang dan masa mendatang; Optimalisasi Peran Gerakan Mahasiswa dalam Masyarakat", salah seorang alumni PMII, Ahmad Rifa'i menjadi pembicara pada acara diskusi mewakili dari kalangan akademisi.

Tema diskusi lebih mengerucut kepada pertanyaan atas posisi gerakan mahasiswa yang dirasa semakin jauh dari basis (masyarakat).

Selasa, 13 April 2010

Tari Zapin

Pada posting saya yang terdahaulu pernah saya ceritakan ketika malam sebelum acara pembacaan maulid simtudurar pada haul Habib Ali Alhabsyi di Masjid Riyadh-Solo, para peziarah bisa melihat sebuah tontonan yang menarik, yakni tari zapin. Tari ini dimainkan oleh satu orang atau lebih, dengan berjinjit-jinjit, mereka menari bergerak ke belakang, kemudian berputar lalu bergerak kembali ke depan.

Zapin sendiri berasal dari bahasa arab yaitu Zafn yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. Zapin merupakan hasanah tarian rumpun Melayu yang mendapat pengaruh dari Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan.


Musik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marawis. Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan.

Tari Zapin sangat banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar zapin-nya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera, Semenanjung Malaysia, Sarawak, Kep. Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei. (disarikan dari berbagai sumber)

Kamis, 08 April 2010

Oleh-oleh Dari Lawu


Lawu adalah gunung kedua yang aku daki, setelah sebelumnya, Slamet pada awal tahun 2007 silam. Perjalanan melelahkan ini dimulai dari Basecamp 'Cemoro Kandang', Jawa Tengah, tepat pukul 19.30. Cuaca cerah memudahkan perjalanan kamii untuk bisa mencapai dari satu pos ke pos lainnya, dan akhirnya setelah menempuh perjalanan (plus istirahat) selama kurang lebih 15 jam, kami sampai juga di pucak (3265 mpdl). Sejenak, hilang semua perasaan capek dan kesal. Kalau biasanya saya memandang puncak ini dari bawah, kali ini saya situasinya terbalik, saya bisa melihat pemandangan 'alam bawah' sana dari puncak.

Pemandangan yang tergambar bak lukisan hidup, deretan pohon berkumpul menjadi satu dan tergambar dalam padang hijau, pun sedikit tertutup kabut, gunung-gunung di seberang sana tampak kokoh berdiri. Psangan Merapi-Merbabu, Slamet yang tertinggi di Jawa Tengah. Dari atas sini, manusia bak mikroba yang tak terlihat oleh kasat mata. Bahkan bangunan rumah, gedung-gedung terlihat kecil, kecil sekali. Lalu bagaimana kita masih bisa menyombongkan diri dengan segala kekerdilan kita?

Ada banyak pelajaran yang bisa saya petik dari memanjat dan menuruni gunung, terutama kesabaran dan ketahanan kita benar-benar diuji disana. Langkah demi langkah, setapak demi setapak kami lewati, sebuah proses yang panjang dan melelahkan namun pada akhirnya akan mengantarkan kita pada sebuah tujuan, yakni puncak. untuk mencapai itu kita perlu mendaki bebatuan, melewati tebing yang curam, melintasi rimbunan semak belukar, tak cukup itu kita juga harus tahu arah, sebab banyak pula orang yang tahu tujuan tetapi tersesat gara-gara kehilangan arah bahakan mesti masuk jurang.

Kita juga dituntut untuk selalu fokus dan berpikir cepat, dengan medan bebatuan, kita mesti pintar memilih batu mana yang akan kita jadikan pijakan untuk menapaki batu selanjutnya. Kerja sama, kekompakan, dan kasih sayang dalam tim mutlak dibutuhkan, sebab apabila ada satu orang saja yang mengalami hambatan, maka ia kan menjadi hambatan yang lain untuk bisa sampai dengan lebih cepat.

Namun pelajaran yang tak kalah penting dari pendakian kemarin adalah bagaimana agar kita bisa tetap menjaga harapan, kita mesti selalu yakin bahwa di atas ada puncak dan di bawah pasti ada akhirnya. Harapan itulah yang akan membuat kita slalu merasa bersemangat dalam menapaki perjalanan panjang, pun dalam kehidupan nyata kita. Orang yang tak lagi memiliki harapan, sejatinya dia telah mati meskipun dia masih hidup.

Akhirnya dengan berat hati kami mesti segera turun, meskipun baru beberapa jam saja kami sampai di puncak dengan segenap perjuangan, karena kami tak mungkin singgah di sana selamanya, begitu juga hidup kita tidak akan berhenti pada satu fase dan pasti akan selalu berlanjut ke fase yang lain. Untuk itu kami mesti mempersiapkan bekal, mampir dulu di sebuah warung yang ada di dekat gunung. Di mana-mana (selalu saja) ada tempat untuk mengais rejeki. Saya juga heran bagaimana si Ibu membawa barang dagangannya ke atas dengan medan seberat itu.

Kami sampai di Base Camp 'Cemoro Sewu', Jawa Timur, (lokasinya tak jauh dari Base Camp awal kami naik.) tepat saat adzan maghrib berkumandang. dengan melintasi gelapnya ladang dan hutan cemara, alhamdulillah 8 orang yang tergabung dalam d'oyo expedition sampai dengan selamat.

Berawal dari Cemoro Kandang
Puncak Lawu kami taklukkan meskipun banyak rintangan menghadang
Dengan diiringi bait 'menentang kemenangan dengan pedang''
Setiap jengkal pemandangan itu akan selalu aku kenang

(2-3 April 2010)

Selasa, 06 April 2010

Haul Habib Ali Al-Habsyi


Hiruk pikuk jama'ah yang hendak menghadiri acara haul sudah terlihat sejak H-1. Jama'ah datang dari berbagai penjuru daerah, khusunya dari Jawa Timur, Madura, Semarang dan Jakarta, mereka rela datang jauh-jauh untuk 'ngalap barokah' Habib Ali Al-Habsyi. Itulah perbedaan orang-orang saleh dengan yang tidak, mereka meskipun sudah meninggal, namun tetap menebar berkah dan manfaat bagi mereka yang masih hidup.

Tentang Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsyi, beliau adalah seorang ulama besar yang terkenal dengan akhlaq beliau yang muia dan kedermawanannya. Beliau wafat pada tahun 1330 H dan dimakamkan di tanah kelahirannya, Hadramaut (Yaman). jadi bila kita hitung sampai sekarang, sudah seabad lebih sejak beliau wafat. salah satu karya beliau yang banyak dikenal hingga ke Indonesia, yakni Kitab Maulid Simtuddurar.

Salah satu putera beliau, yakni Habib Alwi, yang hijrah ke Indonesia untuk berdakwah, mendirikan Masjid Riyadh, yang terletak di pinggir JL. Kapten Mulyadi, Pasar Kliwon, Solo. Kemudian setelah beliau wafat, perjuangan dakwah beliau dilanjutkan oleh putera beliau, Habib Anis, yang wafat pada tahun 2006 lalu. Habib Anis ini lah yang pertama kali mengadakan acara haul Habib Ali di Masjid Riyadh.

Pada haul tahun ini, puncak acaranya dimulai minggu pagi kemarin dengan pembacaan manaqib (sejarah) Habib Ali serta tausiah dari para Habaib dan Ulama (kebetulah tahun ini turut hadir Mensos RI). Lantunan qasidah yang didendangkan semakin menambah khidmat acara. Di dalam masjid tampak sesak dengan jama'ah yang memadati ruangan sampai lantai 4. Di luar, tak kalah ramainya, ribuan pengunjung memadati sepanjang Jl. Kapten Mulyadi, yang ditutup dari Bangjo selatan ke Bangjo Utara.

Seperti biasa, usai pembacaan manaqib dan tausiah, jamaah yang hadir disuguhi hidangan Nasi Kebuli dengan lauk semur daging kambing, yang kemudian disantap bersama-sama (satu wadah/tabsi untuk jatah 5 orang). Acara berakhir jam 1 siang.

Kemudian malam harinya, orang-orang yang kebanyakan dari komunitas arab, menyajikan sebuah tontonan, yakni Tari Zapin yang diiringi dengan alunan musik khas padang pasir. sampai menjelang jam 12. saya memutuskan untuk pulang, karena besok pagi masih ada acara pembacaan maulid simtudurar dan rauhah.

*****

Jam 3 pagi, saya kembali ke Masjid Riyadh, dari luar masjid belum begitu ramai, namun begitu saya masuk ke dalam, ternyata lantai 1 sudah penuh dengan jamaah yang setia menunggu sampai acara dimulai bakda shalat shubuh. terpaksa saya naik ke atas lantai 2 yang masih banyak tempat yang kosong untuk duduk.

Adzan shubuh berkumandang, kali ini saya bisa shalat dengan tempat yang lumayan enak, karena pernah saya mengalami, ketika haul di tahun yang sebelumnya, saya datang terlambat, dan tepat ketika shalat shubuh dimulai saya masih berada di luar masjid, dan dengan terpaksa saya shalat dengan menggelar kertas kado di jalanan yang masih sedikit basah, bekas hujan.

Selesai shalat, pembacaan maulid simtuddurar segera dimulai, jamaah disuguhi hidangan cemilan Roti Ka'ak dan minuman kopi jahe untuk menghangatkan badan. Dan sekali lagi, seusai acara pembacaan maulid jamaah disuguhi hidangan untuk sarapan, kali ini menunya roti plus daging kambing (hmm selalu saja daging kambing dan makan2 tok isine hehe). Setelah bersalaman kemudian saya pulang dengan hati riang gembira :thumbsup:|

O ya, ada sidestory, HP awang dan Ustadz Nur hilang pada saat berjalanan di kerumunan massa di jalan, HP-ku juga sempat hilang tertinggal di dalam masjid tetapi untungnya ditemukan oleh panitia dan bisa kembali aku ambil, dan 2x sandal yang dibawa aku dan nanang hilang. Tapi tak apalah semua itu lenyap dengan kegembiraan bisa mengikuti haul, semoga tahun depan kembali dipertemukan lagi dalam acara yang sama.

notes yang gak jelas arahnya :-)