Selasa, 27 April 2010

Diskusi Singkat tentang 'Tajrid dan Asbab'

Dalam sebuah perjalanan pulang ke kos bersama temanku, awalnya dia mengawali pembicaraan tentang temannya yang saat ini sudah bisa 'berwirausaha' dengan membuka usaha warung di belakang kampus. Lumayan berhasil, dari semula hanya membuka dengan sistem delivery, sekarang sudah mampu membuka warung sendiri. Sebagian modal untuk membuka warung didapat dari Program Kewirausahaan.

Aku kemudian menanggapinya dengan sebuah pertanyaan, "Lha mpeyan kok g berani melakukan (usaha) seperti itu kang?"

"Kalau aku, malah kebanyakan mikir dan menimbang usaha apa yang enak untuk dikerjakan, jadi ya waktunya cuma tersita untuk itu, sedangkan usahanya malah gak pernah terlaksana" Jawab temanku

"Iya sih, mereka yang punya jiwa 'enterpreneurship' biasanya berani ambil resiko, dan suksesnya 'learning by doing'" timpalku dengan bahasa inggris logat jawa

"Tapi aku masih ingat kang tentang perkataanmu dulu, bahwa seseorang yang sedang mencari ilmu jangan 'nyambi' bekerja" lanjutku

"Iya, orang yang sedang mencari ilmu itu, dia sebenarnya berada pada maqam tajrid" sahut temanku, kemudian dia melanjutkan "Dia sudah 'dienakkan' untuk fokus belajar dan belajar, sedangkan rejeki (usaha mencari uang untuk makan dsb) sudah ditanggung orang tua ataupun walinya"

Aku menanggapinya dengan agak bingung. "Lantas, kalau kita orang tua kita sudah tidak mampu lagi untuk menafkahi kita, bagaimana?"

"Ya, itu berarti Allah telah mengubah maqam kita menjadi asbab, artinya kita dituntut untuk melakukan sebuah usaha". Jawabnya "Aku dulu pernah mencoba, saat itu sebenarnya aku merasa orang tuaku masih mampu untuk membiayai keperluan ngajiku di pondok, kuliah, dsb, tapi aku mencoba untuk menambah penghasilan sendiri, lumayan pikirku waktu itu. Tapi akibatnya, Ketika aku mulai ikut 'ngelesi', akhirnya ngajiku di pondok malah 'ketetaran' (intinya malah merepotkan terhadap perkara yang seharusnya menjadi prioritas ataupun kewajiban kita yang sesungguhnya)"....

Belum sempat menanggapi ucapannya, motor yang kami tumpangi perlahan berjalan pelan dan akhirnya berhenti di depan kosku. Aku yang duduk membonceng di belakang segera turun dari motor. Temanku yang kebetulan sedang terburu, langsung saja berpamitan untuk segera pulang...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar