Sabtu, 28 November 2009

Dan Hewan pun (bisa) Menjadi Mulia...

Hewan2 yg disembelih (dgn halal) kemudian dimasak n dimakan org yg beriman, pd hakikatnya ia tengah mendapat kemuliaan. Btpa tdk, bygkn saja bila ia masih hidup, ia nangkring d meja makan kita, pasti langsung kita usir+sumpahserampah mgkn jg keluar dr mulut qt.
Tp stlah ia dsembelih, dimasak n disajikan(dlm bntk gulai,sate dsb), ia menjadi terhormat u 'nangkring' bhkn d atas meja presiden ato jendral skalipun. N lbh dr itu, ia mendapatkan 'kehormatan' u masuk k dlm mulut si presiden/jndral td, bahkan anggota tubuhnya yg tadinya dianggap menjijikkan eks: pantat ato ceker nya pun tak luput mendapatkan 'kehormatan' itu.
dan puncaknya, sehabis disantap kemudian mereka 'diiajak' untuk beribadah bersama... sempurnalah kemuliaan yg ia dapatkan... ^^

Gusti Mboten Sare (Tuhan Tidak Tidur)...

Ribut ttg keadilan yg tergadaikan d negeri kita, ia memanjakan mereka yg punya kuasa. Smntara ia bs berlaku sangat tegas thdp rakyat jelata yg tanpa daya. Ironis memang, krn keadilan seharusnya berlaku sama u semua.
Tp tuhan tdk tidur, mrka yg tak tersentuh d dunia, suatu saat pasti akan menemui 'pengadilan sejati' dariNya(entah itu d dunia ato d alam baka).
Dan 'beruntung' bg mereka, yg sdh mndpt hukuman d dunia(bs jd itu akan menghapus hukumannya kelak).
Yg repot, jk d dunia&akhirat dpt hukuman jg.. :-)

Sabtu, 21 November 2009

Crito ala Ngkalonganan...

Patang taun punjul nyong wis urip ning solo, kuliah ning kampus sing pedek bengawan solo, UNS. nengkene alhamdulillah, dek pertama kuliah tekan seprene lancar2 bae. saiki garek nggarap skripsi tok. yo jane termasuke terlat si, lha konco-koncoku akehe wis podo lulus. hehe tapi yo wis pak ora, arane bek wong urip, mesti nasibe bedo-bedo (walak d'ee pinter, Sregep, karo bejo bae).

Tapi sing jenenge howo kampung, ben wis taunan nenggalke ora bakal klalen ra (Yo yo lha wong mben 2 wulan jek balio'). Sing jenenge wangine megono bar dibukak dek bungkus godhong gedhang koyone ora ono sing ngalahke. Opo meneh nek sarapane nganggo lawuh tempe goreng sing irisane kandel-kandel kae. Durung maneh engko nek awan-awan terus kelingan tauto karo es teh manis. Wis sakpore pokoke. Tapi sing jenenge panganan, nek nggo aku tetep bae ono solusine. Nek cuma’ megono karo tauto, ben ora persis nemen, ono warunge sing dodol utowo paleng ora biso nggawe dhewe.

bejone o, cah ngkalongan sing kuliah ning kene yo akeh. dek kajen, ndunguni, ngkajangan, ngkalongan kota yo akeh (nyong cah dunguni), akehe si cah2 alumni dek sma 1, sma 3 dll. lha kosku sing terakir iki alhamdulillah maneh 'dikuasai' cah2 pantura, dek ngkalongan 3, mbrebes 2, njeporo karo ndemak 1, liyane ono sing dek purwokeerto, mbantul, sukoharjo. kabeh ono 11 wong. kwi podo jowone bek bahasane wis bedo2 logate. sing mbanyumas ngapak2 kentele pok(inyong, rika, kencot ^^). sing mbrebes yora bedo adoh karo nggonku, tapi wis rodo mambu2 cirebonan kono. sing njeporo n ndemak, y pak podo cuman luwih akeh podone karo wong semarang. nek mbantul boso kromone jek sering dinggo (tak akoni pancen boso kromo ki wong ngkalongan ki sitik sing nganggo, bejane karo wongtuane pu'o). jane yo rodo ngawak si, lha mosok karo wong tuo kok ra nganggo kromo, tapi yo mbuh lah. hehe salah nek wis dadi kebiasaan utowo tradisi, kuwi yo akhire biso dianggap bener.

pernah ono crito, jarene, ono bocah kalongan sing kuliahe neng Solo utowo mbuh pokoke neng wetan. Yo koyone mergo wis ketentho ngomong alus karo kanca-kancane, pas mulih kalongan ngajak ngomong kromo karo bapake. Mestine bapake kan bungah mergo bocahe saiki pinter ngajeni bapake. Tapi jawaban bapake jebul ora koyo kuwi. “Hey, ndhuk. Kowe karo bapakmu dhewe kok nganggo kromo mbarang. Opo aku kiye saiki mak pada' ke wong liyo pok?”. ^^

bersambung... ^^

Kamis, 19 November 2009

Tentang Hakikat Ilmu


hati-hati dengan kepandaian ato ilmu yg telah kita peroleh... bisa jadi itu hakikatnya bukanlah ilmu. karena ilmu sejati iku cahaya (menerangi), bukannya membikin gelap hati... so, belum tentu orang yg pintar itu "berilmu".

banyak sekali kita temukan di zaman ini. orang "pintar", tapi dia justru menggunakan kepintarannya untuk bermaksiat, untuk menipu dan "membodohi" orang lain, dsb. pada hakikatnya orang tersebut tidak disebut sebagai orang yang berilmu.

Ya, Rabb... kami mohon kepada engkau dari ilmu yang tidak bermanfaat dan berilah kepada kami ilmu yg benar2 menjadi penerang bagi hati kami... amin

(ringkasan kajian senin malam, jama'ah al-inshof)

Minggu, 08 November 2009

Menyongsong RAPBD Kota Surakarta 2010: “Mewujudkan Anggaran yang Pro Poor”

Isu perencanaan penganggaran lewat Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Surakarta 2010, Sedikit terlupakan oleh sebagian masyarakat karena tertutup berbagai isu di media, diantaranya kasus perseteruan KPK vs Polri. Perlu kita cermati kembali rencana kebijakan apa yang akan dikeluarkan Pemkot Surakarta di tahun 2010, karena akan sangat berpengaruh terhadap implementasi kebijakan nantinya. Masyarakat perlu tahu bagaimana anggarannya dikelola dan sejauh mana anggaran yang nantinya akan dituangkan di dalam program-program APBD tahun 2010 mampu menyentuh kebutuhan elemen-elemen masyarakat yang ada.

Proses pengawalan terhadap RAPBD, mesti kita orientasikan juga untuk masalah penanggulangan kemiskinan. Karena kita tahu, kemiskinan merupakan permasalahan kompleks yang terus terjadi sepanjang tahun. Permasalahan kemiskinan tidak hanya berakar dari faktor ekonomi saja namun juga dari faktor sosial, budaya, politik, dan bahkan ideologi. Kemiskinan telah membuat masyarakat sulit mengakses pendidikan, kesehatan, mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, serta pelayanan publik lainnya yang merupakan hak dari masyarakat.

Dari sekian sektor yang menjadi hak dasar warga negara, sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi merupakan sektor-sektor yang mesti mendapat perhatian lebih, terutama di Kota Surakarta. Ketiga sektor tersebut perlu mendapat perhatian lebih, karena dari ketiganya lah cenderung dominan menjadi penyebab kemiskinan. Pendidikan berkaitan dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), kesehatan menyangkut kondisi badan seseorang dan lingkungannya, sedangkan ekonomi lebih pada kesempatan kerja dan hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Ketiganya saling mendukung satu sama lain, misal orang bisa bekerja tetapi kondisi lingkungan yang tidak sehat, berpotensi besar menyebabkan orang yang tinggal di lingkungan tadi terkena penyakit. Ketika orang tadi sakit, maka untuk bekerja pun menjadi terhambat. Atau bila kaitkan antara sektor pendidikan dan ekonomi.

Kesempatan kerja yang menuntut orang untuk memiliki kompetensi dalam hal SDM, juga mesti didukung dari sektor pendidikan yang berkualitas. Kondisi ekonomi masyarakat yang miskin dan berpendidikan rendah juga cenderung tidak berperilaku hidup sehat.
Masalah di ketiga sektor yang masih dirasakan masyarakat

Untuk mewujudkan anggaran yang pro poor di APBD 2010 nanti, perlu kita menilik lagi beberapa masalah yang masih dirasakan masyarakat di ketiga sektor tersebut, yakni pendikan, kesehatan, dan ekonomi. Ketiga sektor tersebut, masih menyimpan beberapa masalah yang mesti segera dievaluasi oleh Pemkot Surakarta.

Masalah yang terjadi di sektor pendidikan diantaranya makin mahalnya biaya pendidikan, masih lemahnya akuntabilitas dan transparansi dari pihak sekolah, masih belum adanya Peraturan Daerah (Perda) Pendidikan untuk mengurangi persoalan pendidikan yang semakin lama semakin komplek, dan masih banyak lagi permasalahan yang ada di sektor pendidikan ini.

Program sekolah plus, yang diperuntukkan bagi siswa yang tidak mampu dalam hal pembiayaan, masih mengalami banyak persoalan, diantaranya keterlambatan amggaran biaya untuk program ini dan masih minimnya sekolah yang dirujuk untuk menjadi sekolah plus, sehingga tidak semua masyarakat miskin bisa mengakses ke sekolah tersebut karena jarak ke sekolah jauh.

Padahal kalau kita melihat total alokasi belanja pendidikan di Kota Surakarta secara umum sudah melebihi amanah UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Naional (Sisdiknas) yang sejak tahun 2007-2009 rata-rata mencapai 30% lebih (sumber:APBD Kota Surakarta 2007-2009). Tetapi ironisnya Pemkot Surakarta belum mampu menyelenggarakan pendidikan yang murah dan dapat terjangkau oleh masyarakat.

Sedangkan masalah yang ada pada sektor kesehatan, yakni masih rendahnya askesibilitas masyarakat miskin terhadap layanan kesehatan, ditambah rendahnya mutu layanan kesehatan itu sendiri, menunjukkan tingkat kesehatan masyarakat miskin masih rendah. Dari segi anggaran yang telah dikeluarkan Dinas Kesehatan pada tahun 2007-2009 lebih besar digunakan untuk belanja operasional, sedangkan untuk belanja peningkatan akses masyarakat dan peningkatan mutu masih dibawah belanja operasional.

Untuk permasalahan sektor ekonomi, fokus perhatian kita pada Pedagang Kaki Lima (PKL), yang keberadaanya masih menjadi dilema Pemkot Surakarta. Kontribusi yang disumbangkan PKL terhadap PAD Kota Surakarta, memang masih relatif kecil, namun keberadaan sektor informal sebagai sektor alternatif warga untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan tidak boleh kita kesampingkan. Keberadaan sektor ini, untuk mengurangi angka pengangguran juga masih sangat relevan dan jangan lupa bahwa yang menjadi penggerak sektor ini kebanyakan adalah masyarakat menengah ke bawah. Yang menjadi masalah adalah bagaimana dalam penataan PKL ini, agar keberadaannya tidak menyebabkan kesemrawutan dan kekumuhan kota, namun mereka juga bisa tetap bekerja.

Mewujudkan Anggaran yang Pro Poor
Penyebab persoalan kemiskinan di Kota Surakarta sangat beragam. Dari mulai masalah SDM yang tidak memiliki ketrampilan, modal, dan akses informasi yang diperoleh mereka sangat terbatas. Sehingga untuk mengatasi persoalan kemiskinan diperlukan sinergisitas antar stake holder yang terkait. Upaya-upaya pengentasan kemiskinan memang sudah dicoba dilakukan oleh pemerintah Kota Surakarta, melalui pemberian program-program di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD). Namun sampai saat ini belum menunjukkan perubahan secara signifikan, sehingga diperlukan usaha-usaha yang progresif dengan sumber daya yang dimiliki.

Untuk memperjuangkan anggaran yang pro poor dalam APBD Kota Surakarta 2010 yang bertujuan untuk program penanggulangan kemiskinan, juga memerlukan adanya peran dan perhatian dari semua pihak, baik pemerintah daerah, swasta, maupun ormas. Agar penanggulangan kemiskinan tidak bersifat parsial, namun menjadi penanganan yang komprehensif, sehingga diharapkan permasalahan kemiskinan bisa cepat dan tepat kita atasi.

(dimuat di buletin KITA, HMI FE UNS)

Di Balik Dinding


Bagaimana perasaanmu,
jika engkau mengetahui
orang yang kau cintai hadir kepadamu

Bagaimana perasaanmu,
jika engkau mengetahui
orang yang kau kagumi ada di dekatmu

orang yang kau cintai
ada di balik dinding itu
orang yang kau kagumi
hanya bisa engkau dengarkan, pujian tentang dirinya

hanya bisa kamu rasakan kehadirannya
hanya bisa kamu dengarkan, sayup-sayup pujian untuknya
hanya bisa kamu memendam kerinduan
dari balik dinding keangkuhan

(Kaplingan, 1 Nov 09)

Banyak Cara Memuliakan Bangsa

81 tahun silam, pemuda-pemudi dari berbagai penjuru daerah Indonesia (ketika itu lebih dikenal dengan nama Hindia Belanda) berkumpul di Jakarta dalam sebuah kongres pemuda. Dari pertemuan itu melahirkan pemikiran perjuangan yang berlandaskan pada persatuan dan kesatuan nusa, bangsa, dan bahasa yakni Indonesia.
Peristiwa tersebut menjadi momen perjuangan kemerdekaan yang bersifat nasional, dari sebelumnya yang hanya bersifat kedaerahan, sekaligus mempertegas peranan para pemuda dalam sejarah terbentuknya bangsa dan negara Indonesia ini. Tokoh-tokoh kongres itu; Soekarno, Hatta, Yamin, Sjahrir dan yang lainnya, kelak menjadi motor penggerak bangsa.
Para pemuda tersebut yang kemudian juga menjadi tokoh inspirasi pemuda generasi sesudah mereka. Tercatat berbagai peristiwa sejarah serta perubahan yang terjadi di negeri kita tak lepas dari peran para pemuda. Mulai dari perjuangan meraih kemerdekaan sampai era reformasi, yang masing-masing memiliki kisah dan ‘tokoh pahlawan’ tersendiri dari golongan pemuda.

Dengan situasi dan kondisi yang berbeda antar generasi, tentunya tantangan yang mereka hadapi pun berbeda. Bisa jadi apa yang menjadi tantangan Soekarno dkk pada era kolonialisme, akan berbeda dengan tantangan yang dihadapi para mahasiswa saat turun jalan, dengan tuntutan reformasi. Meskipun mereka sama-sama memperjuangkan keadilan dan melawan musuh yang sama yakni penindasan.

Tantangan yang berbeda tiap zamannya, membuat para pemuda mesti siap merespon segala perubahan yang terjadi di sekitarnya. Banyaknya tantangan mulai dari masalah pengangguran yang kebanyakan adalah para pemuda, hingga krisis moral sebagian pemuda kita, menuntut generasi muda sekarang untuk bekerja ekstra keras dalam menjawab segala tantangan yang ada.

Yang Muda Yang Berkarya!!!
Masalah yang begitu kompleks, membutuhkan solusi yang komplit juga. Hal ini memerlukan kerjasama antar pihak, pun dari para pemuda. Upaya ini tidak bisa kita serahkan pada pemerintah, militer, sipil ataupun pihak lain secara parsial. Namun hendaknya secara bersama, memberikan kontribusi berdasarkan posisi masing-masing.
Berkontribusi entah itu di dalam sistem atau di luar sistem, begitu istilahnya, sama-sama penting. Keduanya memainkan peran yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama, yakni membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Artinya banyak pilihan bagi kita untuk berbuat baik dan menebar manfaat, entah itu dengan mencurahkan pikiran maupun tenaga. Tugas yang sama juga diemban para pemuda. Sedikit berat bagi mereka, karena ditengah proses pembentukan karakter dan proses pembelajaran hidup, mereka juga dituntut untuk bisa memberikan sumbangsih dan kontribusinya kepada masyarakat.
Tentu menjadi berat dan sulit, bila kita melihat kenyataan kondisi sebagian besar pemuda kita, yang berorientasi pada gaya hidup hedonistik, sangat jauh dengan apa yang telah dilakukan oleh Soekarno, Hatta di masa muda mereka. Para tokoh itu sebenarnya memberi inspirasi kepada generasi muda sesudah mereka, bahwa masa muda bukanlah hambatan untuk bisa menggabungkan antara masa’ belajar’ dan’ beramal‘.

Banyak cara bagi kita untuk bisa memuliakan bangsa ini, tanpa harus menunggu usia tua kita. Sebab ketuaan sebenarnya bukan hanya diukur pada usia, tetapi juga pada pengalaman hidup yang telah kita peroleh dan seberapa besar manfaat yang telah kita berikan kepada orang lain. Penting bagi kita untuk kembali merefleksikan peristiwa sumpah pemuda, disamping sebagai momen untuk mempererat persatuan bangsa, juga bisa menjadi sumber inspirasi bagi para pemuda agar semakin semangat dalam berkarya.
Terakhir, entah ini masih nyambung atau tidak. Saya ingat, ketika saya masih kecil orang tua saya selalu berpesan, agar kelak saya menjadi orang yang berguna bagi nusa, agama, dan bangsa. Pesan tersebut saya rasa juga diamanatkan semua orang tua kepada anaknya. Pertanyaannya adalah, masihkah kita ingat akan pesan itu? Dan sudahkah kita melaksanakannya?

Menulislah...!!!


term of Reference (TOR)
Diskusi dan Bedah Buku
“Para Penggila Buku:100 Catatan dibalik Buku”
karya Muhidin M Dahlan & Diana AV Sasa

Sejarah memperlihatkan kita, bagaimana pengaruh pemikiran terhadap perubahan zaman. Lewat pemikiran orang-orang hebat seperti Aristoteles, Plato, atau dalam negeri sendiri ada Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Soe Hok Gie dsb. Mereka dikenang generasi sesudah mereka, karena sumbangsih pemikiran mereka terhadap perubahan zaman.

Pemikiran mereka bisa begitu massif menyebar, ketika orang mulai banyak mengkaji dan menulis kembali pemikiran-pemikiran mereka dalam sebuah catatan atau buku. Ada korelasi setelah ditemukannya mesin cetak di zaman revolusi industri antara pemikiran barat dengan massifnya persebaran pemikiran tersebut.

Sedikit berbeda dengan keadaan di negeri kita, Indonesia. Tradisi orang Indonesia bertutur kata (lisan) lebih dominan daripada tradisi tulisan. Ini mungkin salah satu sebab kenapa banyaknya gagasan para pemikir kita kurang ekspansif dalam persebarannya. Salah satu perbandingan, Deklarasi Universal HAM (DUHAM) yang dibuat pada tahun 1948, lebih dikenal dunia, dibandingkan pembukaan UUD 1945, yang notabene dibuat 3 tahun sebelumnya. Hal ini menjadi salah satu bukti, bagaimana pemikiran atau gagasan bisa sedemikian massif tersebar, lewat bantuan tulisan atau media cetak.

Untuk itu, perlu bagi kita mengangkat wacana ini, dengan tujuan menstimulus para generasi muda kita agar sadar akan pentingnya budaya menulis, disamping budaya bertutur. Karena lewat tulisanlah kita juga akan dikenang dalam sejarah, seperti yang dikatakan Pramoedya A. Toer di halaman 356 kuartet keempat Buru, Rumah Kaca:”Menulislah, jika tak menulis, maka kamu akan ditinggalkan sejarah.”