Minggu, 08 November 2009

Menyongsong RAPBD Kota Surakarta 2010: “Mewujudkan Anggaran yang Pro Poor”

Isu perencanaan penganggaran lewat Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Surakarta 2010, Sedikit terlupakan oleh sebagian masyarakat karena tertutup berbagai isu di media, diantaranya kasus perseteruan KPK vs Polri. Perlu kita cermati kembali rencana kebijakan apa yang akan dikeluarkan Pemkot Surakarta di tahun 2010, karena akan sangat berpengaruh terhadap implementasi kebijakan nantinya. Masyarakat perlu tahu bagaimana anggarannya dikelola dan sejauh mana anggaran yang nantinya akan dituangkan di dalam program-program APBD tahun 2010 mampu menyentuh kebutuhan elemen-elemen masyarakat yang ada.

Proses pengawalan terhadap RAPBD, mesti kita orientasikan juga untuk masalah penanggulangan kemiskinan. Karena kita tahu, kemiskinan merupakan permasalahan kompleks yang terus terjadi sepanjang tahun. Permasalahan kemiskinan tidak hanya berakar dari faktor ekonomi saja namun juga dari faktor sosial, budaya, politik, dan bahkan ideologi. Kemiskinan telah membuat masyarakat sulit mengakses pendidikan, kesehatan, mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, serta pelayanan publik lainnya yang merupakan hak dari masyarakat.

Dari sekian sektor yang menjadi hak dasar warga negara, sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi merupakan sektor-sektor yang mesti mendapat perhatian lebih, terutama di Kota Surakarta. Ketiga sektor tersebut perlu mendapat perhatian lebih, karena dari ketiganya lah cenderung dominan menjadi penyebab kemiskinan. Pendidikan berkaitan dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), kesehatan menyangkut kondisi badan seseorang dan lingkungannya, sedangkan ekonomi lebih pada kesempatan kerja dan hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Ketiganya saling mendukung satu sama lain, misal orang bisa bekerja tetapi kondisi lingkungan yang tidak sehat, berpotensi besar menyebabkan orang yang tinggal di lingkungan tadi terkena penyakit. Ketika orang tadi sakit, maka untuk bekerja pun menjadi terhambat. Atau bila kaitkan antara sektor pendidikan dan ekonomi.

Kesempatan kerja yang menuntut orang untuk memiliki kompetensi dalam hal SDM, juga mesti didukung dari sektor pendidikan yang berkualitas. Kondisi ekonomi masyarakat yang miskin dan berpendidikan rendah juga cenderung tidak berperilaku hidup sehat.
Masalah di ketiga sektor yang masih dirasakan masyarakat

Untuk mewujudkan anggaran yang pro poor di APBD 2010 nanti, perlu kita menilik lagi beberapa masalah yang masih dirasakan masyarakat di ketiga sektor tersebut, yakni pendikan, kesehatan, dan ekonomi. Ketiga sektor tersebut, masih menyimpan beberapa masalah yang mesti segera dievaluasi oleh Pemkot Surakarta.

Masalah yang terjadi di sektor pendidikan diantaranya makin mahalnya biaya pendidikan, masih lemahnya akuntabilitas dan transparansi dari pihak sekolah, masih belum adanya Peraturan Daerah (Perda) Pendidikan untuk mengurangi persoalan pendidikan yang semakin lama semakin komplek, dan masih banyak lagi permasalahan yang ada di sektor pendidikan ini.

Program sekolah plus, yang diperuntukkan bagi siswa yang tidak mampu dalam hal pembiayaan, masih mengalami banyak persoalan, diantaranya keterlambatan amggaran biaya untuk program ini dan masih minimnya sekolah yang dirujuk untuk menjadi sekolah plus, sehingga tidak semua masyarakat miskin bisa mengakses ke sekolah tersebut karena jarak ke sekolah jauh.

Padahal kalau kita melihat total alokasi belanja pendidikan di Kota Surakarta secara umum sudah melebihi amanah UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Naional (Sisdiknas) yang sejak tahun 2007-2009 rata-rata mencapai 30% lebih (sumber:APBD Kota Surakarta 2007-2009). Tetapi ironisnya Pemkot Surakarta belum mampu menyelenggarakan pendidikan yang murah dan dapat terjangkau oleh masyarakat.

Sedangkan masalah yang ada pada sektor kesehatan, yakni masih rendahnya askesibilitas masyarakat miskin terhadap layanan kesehatan, ditambah rendahnya mutu layanan kesehatan itu sendiri, menunjukkan tingkat kesehatan masyarakat miskin masih rendah. Dari segi anggaran yang telah dikeluarkan Dinas Kesehatan pada tahun 2007-2009 lebih besar digunakan untuk belanja operasional, sedangkan untuk belanja peningkatan akses masyarakat dan peningkatan mutu masih dibawah belanja operasional.

Untuk permasalahan sektor ekonomi, fokus perhatian kita pada Pedagang Kaki Lima (PKL), yang keberadaanya masih menjadi dilema Pemkot Surakarta. Kontribusi yang disumbangkan PKL terhadap PAD Kota Surakarta, memang masih relatif kecil, namun keberadaan sektor informal sebagai sektor alternatif warga untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan tidak boleh kita kesampingkan. Keberadaan sektor ini, untuk mengurangi angka pengangguran juga masih sangat relevan dan jangan lupa bahwa yang menjadi penggerak sektor ini kebanyakan adalah masyarakat menengah ke bawah. Yang menjadi masalah adalah bagaimana dalam penataan PKL ini, agar keberadaannya tidak menyebabkan kesemrawutan dan kekumuhan kota, namun mereka juga bisa tetap bekerja.

Mewujudkan Anggaran yang Pro Poor
Penyebab persoalan kemiskinan di Kota Surakarta sangat beragam. Dari mulai masalah SDM yang tidak memiliki ketrampilan, modal, dan akses informasi yang diperoleh mereka sangat terbatas. Sehingga untuk mengatasi persoalan kemiskinan diperlukan sinergisitas antar stake holder yang terkait. Upaya-upaya pengentasan kemiskinan memang sudah dicoba dilakukan oleh pemerintah Kota Surakarta, melalui pemberian program-program di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD). Namun sampai saat ini belum menunjukkan perubahan secara signifikan, sehingga diperlukan usaha-usaha yang progresif dengan sumber daya yang dimiliki.

Untuk memperjuangkan anggaran yang pro poor dalam APBD Kota Surakarta 2010 yang bertujuan untuk program penanggulangan kemiskinan, juga memerlukan adanya peran dan perhatian dari semua pihak, baik pemerintah daerah, swasta, maupun ormas. Agar penanggulangan kemiskinan tidak bersifat parsial, namun menjadi penanganan yang komprehensif, sehingga diharapkan permasalahan kemiskinan bisa cepat dan tepat kita atasi.

(dimuat di buletin KITA, HMI FE UNS)

2 komentar:

  1. Ada pernyataan: "Tetapi ironisnya Pemkot Surakarta belum mampu menyelenggarakan pendidikan yang murah dan dapat terjangkau oleh masyarakat." Pernyataan ini sesungguhnya "berat" dari segi pembuktian ilmiah. Sebab yang mengeluarkan pernyataan harus bisa, paling tidak, menguraikan komponen berikut:
    - mendefinisikan batasan "biaya pendidikan", karena sering menimbulkan beda persepsi.
    - perbandingan biaya pendidikan dengan biaya hidup, dengan prosentase biaya pendidikan dengan pendapatan suatu keluarga rata-rata di Kota Surakarta.
    - tren biaya pendidikan selama lima tahun terakhir, lalu dibandingkan dengan inflasi
    - perbandingan keterjangkauan masyarakat terhadap pendidikan setelah berlakunya anggaran 30% dengan sebelum.

    Good luck :)

    BalasHapus
  2. data2 nya ada fan.. tp y males bgt 'mempelajarinya' hehe tp thx masukannya

    BalasHapus