Selasa, 27 April 2010

Once Upon Time in 'Gerbong Restorasi' (Part 2)


Perlahan Kereta mulai berjalan lagi ke arah barat, meneruskan perjalanannya ke Jakarta. Kondektur kembali datang menghampiri Udin, dan dengan tawaran yang masih sama. Namun, dengan jawaban yang sama pula Si Udin tetap menolak untuk pindah, pun dengan temannya yang sudah terlelap. Kondektur tadi kelihatannya sudah menyerah kemudian ia pergi.

Beberapa saat kemudian datang Kondektur lain, dan berkata dengan suara pelan kepada si Udin, "Mas, boleh bicara sebentar di gerbong sebelah"

"Gak mau mas, kalau mau ngomong ya di sini aja" Jawab Udin

"Kalau di sini gak enak mas diliat banyak orang"

"Terus kenapa pak kalau gak enak, pokoknya saya gak mau ke sana pak, ada apa sih pak?"

Sesekali lewat beberapa pedagang asongan yang menjajakan makanan dan minuman, namun tidak menghentikan perbincangan mereka.

"Ya, teman saya kan tadi sudah ngomong sama sampeyan, kalau duduk di kursi ini mesti bayar lagi, Kalau mas gak mau, ya sudah, toh masih banyak orang lain yang mau membayar untuk duduk di situ. Mas ini orang terpelajar kan, pasti sudah ngerti kan maksudnya"

"Maksudnya bagaimana pak, saya malah gak ngerti pak, dengan keadaan ini." Jawab Udin

"Udah lah mas, ini nanti kalau gak segera diselesaikan ya tau2 sudah sampai di Purwokerto, enaknya gimana lah. Dan saya juga mau duduk mas, saya capek kerja seharian" Kata kondektur mengalihkan pembicaraan (maksudnya sih sama, mengusir kami yang enggan membayar)

"Ow gitu pak, lha itu masih kosong banyak pak, kok njenengan ngotot untuk duduk di sini?" Kata Udin sambil menunjuk beberapa kursi kosong di gerbong restorasi."

"Kalau itu sudah lain mas (maksudnya ada 'penguasa' lain). Sudah kalau mas gak mau dengan tawaran saya, ya silahkan mas dan teman mas nyari kursi lain"

'Diskusi kami' terhenti kembali dengan kedatangan beberapa Ibu dan keluarganya, juga seorang mbak yang masih muda. Kondektur tadi langsung meninggalkan Udin, dan beralih menghampiri Ibu tadi. Sedangkan Si Mbak, tanpa Ba-Bi-Bu, langsung mengadakan negosiasi (kayaknya mbaknya dah berpengalaman) kemudian keluar uang Rp. 20 ribu dari kantongnya. Ibu tadi akhirnya juga 'tergiur' dengan tawaran kursi tadi. Walhasil, kami pun akhirnya 'terusir' dari kursi kami, dan kursi-kursi di gerbong restorasi yang masih kosong tadi ternyata juga sama-sama diperjualbelikan oleh para 'Oknum Kondektur' tadi.

Beruntung dengan temannya yang masih kebagian duduk di pinggir kursi, Sedangkan Udin terpaksa berjongkok di dekat pintu. Nasib, nasib... Di negeri kita tidak hanya Kursi Anggota Dewan ataupun jabatan yang 'diperjualbelikan', bahkan 'Kursi Dapur' KA pun tak luput dari itu. Emang Kreatif,,, dan kalau biasanya Para Elit (penguasa) yang bisa menindas yang lemah, kali ini kami sama lemahnya (maksudnya sama-sama rakyat) kok malah saling menindas satu samai lain. Konflik Akar Rumput. Bagaimana PT KA dan DISHUB mengatasi persoalan ini. Sya yakin mereka sebenarnya tahu praktik2 semacam ini, apa ini juga yang menjadi salah satu penyebab bangkrutnya PT KA? haha tanya kenapa?

23-24 April 2010, Solo-Purwokerto (Otw untuk menghadiri Muspimda PMII Jateng di Baturraden)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar