Minggu, 23 Agustus 2009

Meretas Kesalehan Sosial di Bulan Ramadhan

Sebaik-baik dari kalian semua,
Yakni orang yang bermanfaat bagi manusia (yang lain)
(Al-Hadist)

Agama islam, sejak awal kemunculannya diusung oleh Nabi Muhammad saw, disamping memperjuangkan misi tauhid, yakni mengajarkan tentang Allah swt sebagai satu-satunya yang wajib disembah oleh semua manusia, namun juga membawa misi-misi sosial. Seperti mengangkat harkat kedudukan wanita yang sangat direndahkan pada masa itu, kesetaraan kedudukan (egaliter) antara yang kaya dan miskin, pembebasan perbudakan, HAM dan lain sebagainya.
Konflik yang terjadi pada saat itu, tidak hanya terjadi pada pertentangan antara kepercayaan lama dengan ajaran ketauhidan islam, namun juga pertentangan sosial, dimana para pembesar kaum quraisy saat itu merasa khawatir akan ajaran islam yang egaliter. Mereka yang telah mendapat kedudukan dalam masyarakat, menjadi merasa terancam karena posisinya menjadi terusik.
Misi tersebut akhirnya menjadikan ajaran islam pada waktu itu, lebih mudah diterima oleh masyarakat kelas bawah-menengah (karena ajaran islam paling memperjuangkan kedudukan mereka dan tanpa ditambah dengan kualitas keimanan yang kuat para sahabat). Meskipun tidak sedikit juga dari kalangan kelas menengah-atas, yang menerimanya, seperti Abu Bakar ra., Umar ra., Utsman ra. dsb. Konsep islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin benar-benar terwujud pada waktu itu.
Konsep islam rahmatan lil ‘alamin, tidak hanya menjadi “slogan” tapi benar-benar diwujudkan dalam perbuatan dan manfaatnya kepada masyarakat. Ajaran agama mampu ditransformasikan ke konteks sosial yang lebih luas.

Dalam konsep Suluk Tarbawy (Sayid Sabiq:1963), tentang asas manfaat agama islam dalam masyarakat, yang tergambar dalam sebuah piramida. Yakni agama wahyu (addin al-wahyu), agama keilmuan (addin at-ta’lim), agama kemanusiaan (addin al-insan), agama kemajuan (addin al-ishlah). Dirunut dari yang paling kecil keterlibatannya yakni agama wahyu sampai yang paling besar yakni agama kemajuan. Makin ke bawah makin besar manfaat yang dihasilkan.
Sebagai contoh kecil, air yang bersih dan suci, dalam konsep agama wahyu, bermanfaat bagi umat muslim untuk thaharah (bersuci) secara sah. Namun bila kita kembangkan lagi dalam konsep agama keilmuan, ternyata air tersebut merupakan air yang bermutu/pantas untuk digunakan siapa saja, kaitannya dengan kebutuhan kebersihan dan kesehatan setiap orang. Lebih jauh lagi, bila berlanjut pada agama kemanusiaan dan agama kemajuan, air tersebut bisa menjadi lebih dikembangkan ke konteks yang lebih luas manfaatnya.
Konsep di atas merupakan sebagian rangkaian dari kesalehan sosial. Kesalehan sosial merupakan kesalehan yang terkait dengan kedudukan kita sebagai makhluk sosial, disamping posisi kita sebagai individu. Keduanya antara kesalehan sosial dan individu saling berkaitan satu dengan yang lain. Artinya tidak cukup shalat tiap hari jalankan atau tiap tahunnya kita pergi haji, tapi kita juga masih berbuat korupsi atau membiarkan tetangga kita yang tengah mengalami kesulitan, atau melakukan aksi anarki.
Begitu juga bila kita memiliki kepekaan dan jiwa sosial yang tinggi, namun kita mengesampingkan kewajiban kita sebagai muslim, niscaya orang tersebut akan mengalami suatu keadaan kering spiritual. Artinya keduanya harus selalu seimbang, sebab keduanya sebenarnya bermuara pada satu tujuan yakni totalitas penghambaan kita kepada Allah swt.

Kesalehan Sosial dalam Momentum Ramadhan
Bulan Ramadhan, memberi kita banyak pelajaran mengenai konsep keseimbangan antara kesalehan individu dan kesalehan sosial. Kesalehan individu mewajibkan kita untuk menjalankan puasa, dan dalam puasa tersebut misi kesalehan sosial, yakni bagaimana agar juga mampu merasakan mereka yang dalam kesehariannya sering “puasa”, karena ketidakmampuan mereka untuk membeli makan. Dan setelah itu kita diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fithrah, disamping untuk mensucikan jiwa kita, kembali kita diajarkan untuk saling membantu satu sama lain.
Kesalehan sosial dapat kita wujudkan ke dalam perbuatan yang bermanfaat bagi orang lain. Lebih-lebih pada momentum bulan ramadhan ini, dimana setiap kebajikan yang kita lakukan akan dilipat gandakan pahalanya. Mulai dari hal-hal yang kecil dari memberi makan untuk orang yang akan berbuka puasa dan sahur, atau hal-hal kecil lain yang bisa kita lakukan dan bermanfaat untuk orang lain.
Apabila keduanya mampu kita laksanakan dengan baik, insyaallah kita menjadi individu yang paling baik yang dikatakan nabi dalam hadistnya yakni individu yang bermanfaat bagi yang lainnya, dan tentu saja tanpa meninggalkan kewajiban kita sebagai seorang hamba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar