Sabtu, 19 Desember 2009

Antara Malang-Solo


Suasana sesak dengan penumpang yang berjubel (dengan berbagai posisi )dan pedagang asongan yang hilir mudik setiap saat, menjadi gambaran suasana yang khas ketika kita tengah berada di dalam kereta api kelas ekonomi. Disitulah, ‘jiwa konsumerisme’ kita akan digoda setiap saat oleh para penjaja dagangan yang setiap saat lewat. Tak jarang, uang yang dikeluarkan untuk ‘belanja di dalam kereta’ (mungkin) melebihi biaya untuk membeli tiket kereta itu sendiri. Tapi, justru itulah yang menjadi ‘keunikan’ naik kereta api kelas ekonomi, yang menawarkan fasilitas ‘tiket murah’ (bayangkan saja harga tiket perjalanan Solo-Bandung hanya Rp. 27 ribu, atau Solo-Jakarta Rp. 38 ribu), fasilitas ‘belanja’ dalam kereta, fasilitas ‘sedekah langsung’ untuk para pengemis plus para pencopet yang senantiasa setia mengawasi kelengahan korbannya. ^^

Ada cerita tentang pedagang asongan dalam kereta ini, ketika itu dalam perjalanan kereta api kelas ekonomi Malang-Solo, Gajayana, seorang pedagang asongan yang sedang menjajakan brem (jajanan khas Madiun) kepada seorang ibu yang duduk di depanku. (mau tidak mau) Aku mendengar percakapan mereka,

“Bu, murah2 bu, ada Brem, wajik dll silahkan dipilih bu ”

regane piro mas (harganya berapa mas)” Tanya ibu tersebut yang aku perhatikan, dari penampilan pakaian dsb. sepertinya orang berduit.

“yang bungkus besar 25 ribu, yang bungkus kecil 17 ribu”

Yo wis, aku tuku sing gede tapi dikei rego 15 ewu yo (ya sudah, aku beli yang besar tapi dikasih harga 15 ribu” tawar si ibu

wah, mboten saget bu, niku nggo nyetor kalian bose mawon dereng cukup (wah, g bisa bu, itu untuk setoran ke bos saja belum cukup)”

Setelah terjadi transaksi yang cukup melelahkan, dan tidak jua mendapat titik temu harga, itupun si pedagang wis direwangi bolak-balik dating-pergi-datang lagi ke ibu tadi, sampai akhirnya pedagang itupun berseloroh

bu, bu, njenengan iku nek tuku ten mall nopo supermarket mawon, sing regane larang2 kae, yo ora pernah ditawar, lha aku sing paling golek bathi mung 500 opo 1000 ae ndadak dinyang terus bu… (bu, bu, anda kalau belanja di mall atau supermarket, yang harganya mahal-mahal itu juga gak pernah ditawar, lha sama saya yang hanya ingin mencari untung hanya 500 atau 100 saja kok masih ditawar terus” ujar pedagang asongan tersebut, lalu pergi meninggalkan si ibu yang masih terbengong-bengong (entah karena antara malu atau kesal) setelah mendengar ucapan tadi.

Sementara aku langsung mengalihkan perhatian ke luar jendela. Kereta yang perlahan mulai berjalan pelan masuk ke dalam sebuah kota. Aku melihat plakat tulisan KEDIRI di stasiun. Ow, ternyata sudah sampai di Kediri…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar