
Aku kehabisan kata-kata untuk melukiskan jasa-jasa beliau... ^^
Pro-Kontra tentang beliau itu hal wajar. Bagi orang besar pasti punya banyak kawan juga lawan, yang menyukai dan yang membenci.
Laweyan (Espos)
Untuk mempercepat pemberantasan kemiskian di Kota Solo diperlukan sinergi yang kuat dengan sektor lain di luar sektor ekonomi. Upaya itu harus disertai dengan adanya master plan pemberantasan kemiskinan di daerah. Demikian antara lain hasil dari Talkshow Empat Hari Penanggulangan Kemiskinan yang diselenggarakan Forum Silaturahmi dan Studi Warga Nahdlatul Ulama Surakarta (FOSMINSA), digelar Rabu (16/12) pukul 10.05–11.00 WIB dan Kamis (17/12) hingga Sabtu (20/12) pukul 16.05-17.00 WIB di Studio SOLOPOS FM.
Sembari menunggu yang ditunggu hehe di depan SD Bulukantil Ngoresan, kuperhatikan seorang tukang parkir sedang menata motor yang terparkir di depan warnet. Pikiranku tiba-tiba ngelantur, membayangkan pekerjaan seorang tukang parkir yang kelihatannya mudah karena ia cukup menunggui motor parkiran, kemudian begitu si empunya motor datang lagi, ia tinggal berpura-pura dikit untuk mengatur keadaan, tiup peluit lah, sok atur lalu lintas gitulah (malah kadang ada yang gak ngapa2in), dan gak lupa meminta uang parkiran, kalo sekarang si standarnya RP.500, bisa juga lebih tergantung faktor tempatnya juga, kalau di tempat wisata bisa lebih mahall. Tapi bukan masalah itu yang menarik bagiku.
Sedikit berimajinasi, misalkan kita yang menjadi pemilik warung makan atau warnet tadi, maka parkir pun sebenarnya bisa kita bisniskan juga loh. Contoh mudah di warnet tadi, kalau penghasilan dari penarikan tarif parkir per motor itu Rp.500, dan ada 10 unit komputer di warnet. Idealnya bila warnetnya ramai, maka tiap 1 jam (dengan asumsi rata2 pengguna warnet standarnya adalah 1 jam), maka tiap 1 jam bisa kita dapat peroleh uang Rp.500x10=Rp.5000. selanjutnya tinggal dikali dengan jumlah jam buka warnet tersebut. Misal buka 24 jam, maka keuntungan potensial yang dapat dihasilkan yakni Rp.500x10x24 jam=Rp.120.000/HARI!!!
bila dihitung dengan potensi yang minim (misal 10 jam) pun masih bisa dapat Rp.500x10x10= Rp.50.000, angka2 itu bisa lebih banyak bila wanet tersebut selama sebulan buka, Rp.120.000 x 30 hari = Rp.3.600.000!!! atau bisa juga Rp.50.000 x 30 hari = Rp.1.500.000!!! angka-angka yang mencengangkan bukan? angka2 itu bisa lebih tinggi manakala intensitas motor atau mobil yang parkir di tempat tersebut lebih tinggi. Itu baru warnet, belum warung makan atau tempat lain yang setiap harinya laris manis dikunjungi para pembeli.
Dengan uang sebanyak itu, cukup dan bahkan sisa banyak bagi kita untuk ‘membayar gaji’ tukang parkir, uang ‘pajak penguasa’ setempat dsb... hehe bagaimana? Tertarik untuk mencoba? Tapi ini cuma imajinasi saya yang penuh dengan segala asumsi ideal dan juga jangan lupa resiko bila ada kasus kehilangan motor dsb.
Tanggal 17 Agustus umumnya dijadikan momen bagi bangsa
Acara agustusan dapat kita maknai sebagai sebuah proses pewarisan tradisi, pengenalan dan penanaman semangat cinta tanah air yang khususnya ditujukan kepada generasi muda (anak-anak dan remaja). Semangat ini memang harus dikenalkan sejak dini, agar mereka mempunyai rasa cinta tanah air (ruhul wathaniyah), sehingga kelak mereka menjadi sebuah generasi yang mengenal karakter bangsa, dan tidak mudah terpengaruh oleh doktrin dari pihak yang ingin memecah-belah integritas bangsa (sebagaimana terorisme yang berkembang saat ini). Di sisi lain, agustusan juga dapat kita temukan semangat kebersamaan yang bisa memperekat hubungan sesama warga.
Keragaman dalam perayaan di tiap daerah, juga menjadi sebuah hal yang menarik untuk kita perhatikan, betapa bangsa kita kaya akan keragaman dan perbedaan tradisi (multikulturalitas). Perbedaan ini bila mampu kita kelola dengan baik, bisa menjadi modal bangsa ini untuk menjadi sebuah bangsa yang besar. Sebaliknya bisa menjadi benih perpecahan, bila tidak diiringi dengan semangat menghormati perbedaan (ruhut ta’addudiyah).
Pada akhirnya untuk mewujudkan semangat nasionalisme dan rasa cinta tanah air, juga dibutuhkan semangat beragama dalam pemahaman nilai-nilai agama (ruhut tadayun) dan semangat kemanusiaan (ruhul insaniyah), agar tidak terjadi nasionalisme yang kebablasan, seperti yang kita temui pada bangsa Jerman pada era Hiltler, yang beranggapan bahwa kelompok, ras dan bangsanya merupakan yang paling benar, paling tinggi, paling terhormat dan berhak untuk memusnahkan kelompok lain. Nasionalisme tersebut sebenarnya semu, dan tidak akan membentuk menjadi sebuah bangsa yang beradab, yang nantinya bermuara menuju pada konsep negara baldatun thayyibun. Dirgahayu
A. Sejarah Kemunculan Aswaja
Pada zaman Rasul SAW masih ada, perbedaan pendapat di antara sahabat langsung dapat diselesaikan dengan “sabda” dari Nabi SAW. Tetapi setelah beliau wafat, penyelesaian semacam itu tidak ditemukan. Perbedaan sering muncul sebagai pertentangan dan permusuhan. Sesungguhnya pada mulanya, persengketaan akibat pertentangan imamah, bukan persoalan aqidah. Dari situ, kemudian merambah ke dalam wilayah agama.
Dalam perkembangannya, pembicaraan tentang aqidah meluas pada persoalan-persoalan Tuhan dan manusia. Terutama terkait perbuatan manusia dan kekuasaan Tuhan. Demikian juga tentang sifat Tuhan, keadilan Tuhan dan kemakhlukan al-Qur’an. Dalam mempertahankan pendapat tentang persoalan tersebut terjadi perbedaan yang sangat tajam dan saling bertentangan.
Pada waktu itu terdapat banyak kelompok-kelompok, diantaranya ada kelompok Jabariyah, yang berpendapat bahwa seluruh perbuatan manusia diciptakan oleh Allah swt dan manusia tidak memiliki peranan apapun. Sedangkan kelompok satunya, Qadariah berpendapat terbalik dengan kelompok Jabariah, yakni menekankan pada aspek takdir yang tercipta karena perbuatan manusia itu sendiri. Lain lagi dengan kelompok mu’tazilah yang menggunakan rasio akal di atas Al-qur’an dan Hadist, sebagai dasar pemikiran. Selain itu juga ada Syi’ah, Murji’ah dsb. Hal ini sebenarnya sudah diprediksi Nabi saw bahwa kelak umat muslim akan terpecah menjadi 73 golongan.
Di tengah pertentangan itu, muncul sebuah dua kelompok moderat yang berusaha mengkompromikan keduanya. Dua kelompok itu kemudian dinamakan Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah (Aswaja). Kelompok itu adalah Asy’ariyah yang didirikan oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari (wafat 324 H/935 M) dan Maturidiyah yang didirikan oleh Imam Abu Manshur al-Maturidi (wafat 333 H).
B. Konsep Ajaran Aswaja
Secara rinci sumber ajaran aswaja dapat dijelaskan sbb:
1. Bidang aqidah mengikuti mam Abul Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi
2. Bidang fiqh mengikuti salah satu madzhab empat yaitu: Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali.
3. Bidang Tasawuf mengikuti Imam Junaidi al-Baghdadi dan Imam Ghozali.
Aqidah Aswaja merupakan jalan tengah (tawasuth) diantara kelompok-kelompok yang bertentangan pada waktu itu. Yaitu kelompok Jabariyah dan Qadariah yang dikembangkan oleh Mu’tazilah. Sikap tawasuth ditunjukkan dengan konsep (al-kasb), yang memilki makna kebersamaan kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan. al-kasb juga memilki makna keaktifan dan bahwa manusia bertanggung jawab atas perebuatannya.
Dengan konsep al-kasb tersebut, Aswaja menjadikan manusia selalu berusaha secara kreatif dalam kehidupannya, akan tetapi tidak melupakan bahwa Tuhan-lah yang menentukan semuanya. Dalam konteks kehidupan sekarang, aqidah ini, yang paling memungkinkan dijadikan landasan memajukan bangsa. Dari persoalan ekonomi, budaya, kebangsaan sampai memecahkan peresoalan-persoalan kemanusiaan kekinian seperti HAM, kesehatan, gender dsb. Dalam aqidah ini juga upaya pendamaian antara penggunaan dalil al-naqli dan al-‘aqli.
C. Spirit Ajaran Aswaja
Pada intinya, ajaran Aswaja mengandung spirit sikap keberagaman dan kemasyarakatan, yaitu tawasuth dan I’tidal (moderat), tasammuh (toleran), tawazzun (keseimbangan) dan amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kebaikan, mencegah kemunkaran).
Sikap moderatisme Aswaja merupaka karakter utama dari kaum Aswaja dalam beraqidah. Sikap tawasuth ini diperlukan dalam rangka untuk merealisasikan amar ma’ruf nahi munkar yang selalu mengedepankan kebajikan secara bijak. Yang prinsip bagi Aswaja adalah berhasilnya nilai-nilai syariat islam dijalankan oleh masyarakat, sedang cara yang dilakukan harus menyesuaikan dengan kondisi dan masyarakat setempat.
Aswaja menolak ajaran aqidah yang dimiliki oleh garis keras. Seperti mu’tazilah yang memaksakan ajarannya kepada orang lain dengan cara keras. Apabila ada orang lain tidak sepaham, dituduh musyrik dan harus dihukum. Juga menolak kelompok yang menutup diri dari golongan mayoritas kaum muslimin. Sebab kaum Aswaja adalah kaum yang selalu dapat menerima masukan dari dalam dan luar utnuk mencapai kebaikan yang lebih utama. Prinsipnya adalah al-muhafazhah ‘alal qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah (melestarikan hal lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik).
Hal ini yang menyebabkan Aswaja mudah diterima oleh mayoritas orang muslim, sebab Aswaja tidak pernah a priori terhadap tradisi, selama tradisi tersebut tidak bertentangan dengan kebaikan. Dan juga memungkinkan kaum Sunni (sebutan kaum penganut ajaran Aswaja) bertindak selektif terhadap tradisi. Sikap ini penting untuk mengindarkan dari sikap keberagaman yang destruktif terhadap tradisi setempat. Sikap selektif ini mengacu pada kaidah “ma la yudraku kulluhu la yutraku kulluh” (jika tidak dapat dicapai kebaikan semuanya, tidak harus ditinggal semuanya).
D. Penutup
Pada akhirnya setelah sahabat/i semua mengetahui Aswaja mulai dari sejarah kemunculan, konsep sampai spirit ajarannya. Sahabat/i dituntut agar mampu mengaplikasikan nilai-nilai ajaran Aswaja dalam konteks pergerakan dan kemasyarakatan. Artinya Aswaja tidak dipandang hanya dari segi pengetahuan akidah dan fiqh, namun lebih pada praktik sesungguhnya sebagai metode (manhaj) dalam bergerak. Wallahu a’lam
Referensi: buku Aswaja an-nahdliyah (LTN NU Jawa Timur)
Kasih sayang itu tidak harus ditunjukkan dengan memenuhi semua permintaan kebutuhan orang yang kita sayang, meskipun kita sebenarnya bisa memenuhi permintaannya. Sebagai contoh ada seorang anak yang meminta dibelikan es seharga Rp.500, tapi si ibu menolak keinginannya, meskipun sebenarnya si ibu sangat mampu untuk membelikannya. Si ibu menolak karena anak tadi sebenarnya masih pilek, dan tahu mana yang terbaik untuk sia anak.
Begitu juga Allah swt dalam member ni’mat kepada makhluk-Nya, Dia lebih tahu mana yang sebenarnya yang terbaik untuk kita. Permintaan kita yang tidak kunjung terpenuhi, bukanlah menjadi alasan bahwa Dia telah melupakan rasa sayang-Nya kepada kita. Ni’mat dan musibah sebenarnya memiliki makna sama, yakni ujian, tergantung bagaimana kita bias menyikapinya. Tetap semangat mengarungi hidup ini.
Di pagi yang masih dingin itu Darius datang mengetuk pintu masjid. Ia membawa pesan dari Keluarga Brojo, pesan kematian alias berita duka. Ya, petang kemarin salah satu anggota keluarga Tuan Brojo ada yang meninggal dunia. Maka segera banyak warga sekitar datang turut meringankan beban keluarga Tuan Brojo, meski diketahui keluarga Tuan Brojo adalah penganut Nasrani.
Sudah lebih dari tujuh masjid ia datangi, sampailah ia di masjid yang kedelapan. Di situ ia mendapati masjid dengan bangunan megah dan arsitektur sangat indah. Namun di masjid itu ternyata ia tak bernasib sebaik bangunan masjid.
“Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikumussalam…”
Darius diterima Pak Habib, salah seorang takmir di situ, yang kelihatannya baru selesai nderes Qur’an. Setelah basa-basi sekedarnya, Darius segera mengutarakan maksud kedatangannya, yakni ingin menyiarkan berita duka.
“Siapa yang meninggal?”, Tanya Pak Habib
“Ibu Elizabeth, adik Tuan Brojo di desa sebelah”,
Kening Pak Habib berkerut, tanda berpikir, lalu berkata pelan pada Darius, yang intinya begini: masjid ini hanya untuk kepentingan umat Islam.
“termasuk menyiarkan berita kematian?”, Tanya Darius.
“Ya, termasuk menyiarkan berita kematian”
“Tapi, maaf pak, bukankah orang yang meninggal itu juga ciptaan Allah dan Bukankah ketika seseorang meninggal ia tetap hamba Tuhan yang wajib dihormati meski bentuk penghormatan itu bisa lain-lain ritualnya sesuai keyakinannya”
“itu pendapat sampeyan, kalau saya tetap berpegangan pada keyakinan bahwa masjid ini hanya untuk keperluan orang islam.”
Akhirnya, Darius pulang sambil bertanya dalam hati: Masjid siapakah yang megah dengan arsitektur indah yang baru ditemuinya? Kalau memang masjid benar rumah Allah, siapa saja berhak atas fungsi sosial masjid, termasuk menyiarkan berita kematian seorang non-muslim. Sebab, semua orang di bumi ini ciptaan Allah. Persoalan apakah orang itu meninggal jiwanya akan masuk surga atau neraka, tentu merupakan hak prerogatif Allah.
Lebih parah lagi, apabila pelarangan ataupun pembatasan penggunaan fasilitas itu dialamatkan kepada sesama umat muslim, yang juga ingin mengadakan kegiatan di masjid. Wallahua’lam bishowab. (El-Karanjiy)
Hasil sementara penghitungan cepat yang dilakukan KPU, memunculkan pasangan Capres SBY-Boediono sebagai pasangan yang paling banyak memperoleh suara, kurang lebih dari 60% suara yang didapat meninggalkan jauh kedua pesaingnya, yakni pasangan Mega-Pro dan JK-Win. Apa sebenarnya yang membuat perolehan suara kedua pasangan yang dicap oleh sebagian pihak sebagai pendukung neo-liberalisme ini, hingga mencapai lebih dari 50% dari total suara?
Pertama, adalah faktor SBY sebagai Presiden incumbent, sehingga faktor kepopuleran beliau di mata rakyat menjadi nilai plus disbanding kedua pasangan lain. Pasangan lain yang juga Wapres incumbent, Jusuf Kalla tidak begitu signifikan pengaruhnya, karena bagaimanapun tetap Presiden lah yang akan disorot oleh rakyat mengenai kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah begitu populis di mata rakyat, khususnya masyarakat menengah ke bawah, dengan kebijakan BLT (Bantuan Langsung Tunai), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), meskipun banyak pihak mengklaim tentang siapa yang berinisiatif mengeluarkan kebijakan itu, namun pada akhirnya tetap SBY-lah yang dianggap mengeluarkannya. Ketegasan SBY pada korupsi pun, cukup signifikan mendongkrak popularitasnya.
Di kalangan menengah ke atas, terutama para pelaku usaha, mereka terbantu dengan situasi keamanan nasional yang lumayan stabil. Keberadaan Boediono juga ikut menjadi faktor kepercayaan para pelaku ekonomi, karena pada masa beliau menjabat menjadi Menko Perekonomian dan Gubernur BI, kondisi perbankan perlahan mulai stabil.
Faktor kedua, acara debat yang dilaksanakan oleh beberapa TV swasta sebelum Pemilu, juga turut mendongkrak perolehan suara beliau, karena disitu gaya bicara dan argumentasi masing-masing Capres bisa menjadi penilaian tersendiri bagi para pemirsa, meskipun mungkin sebelum acara sudah di-setting sedemikian rupa, namun tetap ada sedikit banyak pengaruhnya.
Faktor ketiga, justru datang dari perpecahan yang ada pada pesaing-pesaing SBY. JK yang mencalonkan diri dari Golkar, ternyata tidak sepenuhnya didukung oleh para petingginya, tercatat nama-nama seperti Abu Rizal Bakri justru merapat ke kubu SBY. Dari kubu Mega-Pro, meskipun masih mendapat dukungan kuat dari massa PDI-P, namun koalisi yang dibangun belumlah cukup untuk mendongkrak suara, bahkan di Jateng sendiri yang notabene sebagai basis kubu Mega, SBY mampu unggul.
Berbeda dengan pasangan lain, koalisi yang dibangun SBY begitu kuat karena didukung oleh banyak partai, dari yang berhaluan nasionalis sampai islam. Meskipun demikian, koalisi semacam ini bisa menjadi bumerang bagi SBY kalau benar-benar terpilih kembali menjadi Presiden. Politik bagi-bagi kekuasaan pun tidak bisa dihindari, sebagai “balas-budi” kepada partai-partai pendukung kemenanganya.
Terakhir, SBY yang konon memiliki jaringan intelejen yang cukup tersebar luas di Indonesia, turut banyak membantu keberhasilan beliau dalam dalam meganalisis dan mengorganisir massa secara rapi.
Pada akhirnya selamat kepada siapapun Presiden yang terpilih. Semoga beliau bisa menjalankan amanah dengan baik untuk membawa Indonesia kepada kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.