Rabu, 13 April 2011

Mencari Tuhan Ala Al-Hallaj


Judul Buku: al-Hallaj; Perjuangan Total Mencari Tuhan
Penulis : Muhammad Zaairul Haq
Cetakan: I, 2010
ISBN : 997-860-28784-214
Tebal: 290 halaman
Penerbit : Kreasi Wacana, Yogyakarta
Soft Cover

Doktrin Sufistik-Kontroversial al-Hallaj
Oleh: M Ajie Najmuddin*

Tercampur Ruh-Mu di dalam ruhku, seperti tercampurnya khamer dalam air jernih// Maka apabila menyentuh pada-Mu sesuatu, Menyentuh aku pula// Maka sebenarnya Kau adalah aku dalam segala keadaan. (Thawasin: Al-Hallaj)

Penggalan syair dalam risalah Thawasin di atas, merupakan salah satu ungkapan pemikiran Husain Bin Manshur al-Hallaj, seorang tokoh tasawuf ‘kontroversial’ yang mesti mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat tragis; hukuman pancung kepala. Hampir sama nasibnya dengan Syekh Siti Jenar di Indonesia yang mengajarkan konsep ajaran manunggaling kawula gusti, keduanya mesti meninggal sebagai seorang terhukum di tangan penguasa karena kebenaran yang ia yakini. Kebenaran yang menurut orang pada umumnya, justru dianggap sebagai suatu bentuk kesesatan. Pada akhir hayatnya yang dramatis, Al-Hallaj dibunuh oleh penguasa dzalim ketika itu, di dekat gerbang Ath-Thaq, pada hari Selasa di bulan Dzul Qa’dah tahun 309 H.

Kelak pada perkembangannya, teori-teori Tasawuf yang diungkapkan oleh Al-Hallaj, berkembang lebih jauh, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Araby, Al-Jiily, Ibnu Athaillah as-Sakandary, bahkan gurunya sendiri Al-Junaid punya Risalah (semacam Surat-surat Sufi) yang pandangan utuhnya sangat mirip dengan Al-Hallaj. Sayang Risalah tersebut tidak terpublikasi luas, sehingga, misalnya mazhab Sufi Al-Junaid tidak difahami secara komprehensif pula. Menurut Prof Dr. KH Said Aqiel Siraj, “Kalau orang membaca Rasailul Junaid, pasti orang akan faham tentang pandangan Al-Hallaj.

Setidak-tidaknya ada tiga kelompok besar dari kalangan Ulama, baik fuqaha’ maupun Sufi terhadap pandangan-pandangan Al-Hallaj ini. Mereka ada yang langsung kontra dan mengkafirkan; ada pula yang secara moderat tidak berkomentar; dan ada yang langsung menerima dan mendukungnya.

Konsep hulul dan wihdatu al-adyan yang ia kenalkan, serta beberapa ungkapannya yang sangat kontroversial, diantaranya: “ana al-haqq” (Aku adalah kebenaran mutlak atau Tuhan), mendapat reaksi keras dari para ulama syari’at. Ungkapan tersebut dianggap telah menyimpang dari ajaran tauhid. Paham ittihad ini, sebetulnya sudah lebih dulu dikenalkan oleh Abu Yazid Busthomi, yakni konsep tajrid fana fit tauhid. Dibayangkan olehnya, bahwa itu adalah sebuah jalan untuk memenuhi Tuhan dengan tanpa perantaraan apapun juga. Seperti seekor ular yang apabila sudah terbebas dari sarungnya barulah dia dapat mengetahui zat yang sebenar-benarnya.

Pencapaian kondisi semacam itu hanya bisa dipenuhi oleh orang yang bersih hatinya dan senantiasa hidup dalam kesucian rohani, maka ia bisa mengikat ke dalam alam taqarub, berdekatan dengan Tuhan. Konon, orang yang demikian itu telah mesra dan telah pijar dalam zat Tuhan, fana (estase) dalam dirinya dan Tuhan. Dalam keadaan demikian, orang itu sampai kepada tingkat hulul, ke dalam tingkatan kesatuan antara Khalik dan makhluk. Ia tidak sadar akan dirinya, dan segala ucapannya telah berpindah dari ucapan manusia kepada ucapan Tuhan.

Dalam buku yang ditulis oleh M Zaairul Haq, seorang penulis muda alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini, akan dikupas lebih dalam lagi mengenai pemikiran al-hallaj, dengan tujuan diantaranya agar kita bisa mendudukkan pemikirannya tidak hanya pada satu posisi tetapi dengan melihat dari berbagai paradigma, dan juga tulisan di buku ini semoga bermanfaat dan semakin memperkaya khazanah keilmuan kita, khususnya dalam memahami falsafah tasawuf.

*Penulis adalah pegiat komunitas ‘Ayo Moco, tinggal di Solo
(Artikel ini juga dimuat di HOKI, 11-Apr-2011, 18:18:06 WIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar