Sabtu, 02 April 2011

Membangun Berperspektif Ekosob

Oleh: M Ajie Najmuddin*

Masih kita ingat, beberapa waktu lalu, beberapa kalangan menyoroti proyek pembangunan videotron yang dianggap mubazir. Mereka menilai Pemkot Solo mengalahkan hal lain yang jauh lebih penting, semisal untuk pembangunan ruangan khusus untuk ibu menyusui di tempat umum. Hal yang menjadi sorotan beberapa kalangan tersebut, memang tengah menjadi kegelisahan kita bersama. Kasus videotron tersebut hanya menjadi salah satu contoh, beberapa kebijakan yang diambil oleh Pemkot seringkali melupakan hal-hal yang semestinya diutamakan (prioritas) untuk dilaksanakan.

Unsur prioritas ini merupakan salah satu prinsip yang harus dipegang dalam upaya pemenuhan hak Ekosob (Ekonomi, Sosial, dan Budaya). Jadi dalam tataran praktis kebijakan, semisal antara kebijakan pemenuhan hak kesehatan atau pembangunan videotron, manakah yang harus didahulukan antara keduanya? Atau dalam hal yang sama, antara pembangunan city walk dengan renovasi Masjid Agung, manakah yang harus diprioritaskan? Kalau kita boleh menilai, keduanya memang sama-sama penting, namun kembali kepada persepektif prinsip prioritas, bahwa selalu ada hal yang didahulukan, mengingat kepentingannya yang lebih besar.

Selain prinsip prioritas tadi, juga terhadap hak menentukan nasib sendiri (self determination). Ini menjadi hal penting sebagai bagian dari hak dasar dari negara yang berdaulat untuk mampu membina integritas teritorialnya. Implikasinya pada hak Ekosob adalah, menjadi hak setiap orang untuk secara bebas mengembangkan ekonomi, sosial dan budayanya, termasuk kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan budaya.

Prinsip ketiga adalah prinsip non-diskriminasi. Di dalam prinsip ini telah disebutkan di atas, bahwa negara memiliki kewajiban sesegera mungkin memenuhi hak ekosob bagi warganya. Prinsip keempat, negara memiliki kewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfill) hak-hak Ekosob warganya. Dalam konteks ini maka negara diletakkan sebagai aktor utama yang memegang kewajiban dan tanggung jawab (duty holders) mewujudkan hak-hak Ekosob. Sementara, warga negara adalah pemegang hak (rights holders).

Dalam praktiknya, khususnya di negara-negara dunia ketiga, hak Ekosob biasanya terabaikan. Indonesia, dalam konteks ini, merupakan salah satu bagian dari negara yang belum memaksimalkan diri menjamin hak ekosob. Implementasi dari UU ini belum banyak diwujudkan ke dalam kebijakan-kebijakan baik di tingkatan pusat maupun daerah. Lantas bagaimana seharusnya implementasi atau pemenuhan hak Ekosob ini?

Edukasi dan Integritas

Apa yang telah diamanatkan dalam UU No 11 Tahun 2005 tentang Hak Ekosob, semestinya bisa diwujudkan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Seperti juga di level pemerintah pusat, di daerah dimungkinkan semua kelembagaan pemerintahan yang ada untuk dapat berkontribusi mendorong pemenuhan hak Ekosob. Pemerintah daerah, baik di Kota Solo maupun di daerah lain, semestinya merumuskan strategi legislasi daerah, yang kemudian diharapkan mampu mendorong terbentuknya berbagai peraturan daerah yang pro-Ekosob.

Dalam konteks prioritas kebijakan, penyelenggaraan pemerintahan di daerah juga perlu mempertimbangkan penyusunan anggaran yang memenuhi kepentingan dan pemenuhan hak Ekosob serta menjadikannya sebagai skala prioritas yang utama. Anggaran yang bersentuhan langsung dengan upaya peningkatan kesejahteraan warga, mesti lebih diprioritaskan dibanding hanya untuk pembangunan fisik kota semata. Apalah arti indahnya wajah daerah atau kota, jika warga tidak sejahtera.

Disamping tindakan dalam ranah pemangku kebijakan tersebut, unsur edukasi dan keterlibatan masyarakat juga tidak boleh dilupakan. Peran serta masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan mutlak harus tetap dilaksanakan. Masyarakat juga berhak tahu mengenai hak Ekosob ini. Karena di satu sisi, pada umumnya belum banyak masyarakat yang mengetahui akan keberadaan atau jaminan tentang hak Ekosob ini. Mereka lebih banyak mengetahui dan memperhatikan hak sipil dan politik.

Untuk itu, perlu ada sosialisasi kepada masyarakat baik melalui media maupun forum pertemuan warga. Dari proses itu, warga juga bisa turut serta dalam pemenuhan Ekosob, kemudian mereka mengetahui siapa saja yang menjadi bagian dari pemenuhan hak Ekosob ini. Lalu bagian mana yang menjadi wewenang dan tanggung jawab negara, masyarakat dan individu. Pada intinya, sinergitas peran semua pihak diharapkan bisa mendukung terciptanya pembangunan daerah yang berperspektif Ekosob. -

*(Dimuat di Harian Solopos, 29 Maret 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar