Senin, 18 April 2011

Oleh-oleh dari Banjarmasin... (3)

EKSOTISME PASAR TERAPUNG
Kongres hampir usai, hari ini (17/3) akan diadakan acara 'penting', pemilihan ketua PB PMII 2011/13. Namun, sejak semalam sudah kurencanakan untuk mengobati rasa penasaranku, melihat Pasar Terapung.
suasana Pasar Terapung
Kalau kalian ingat, dulu ada tayangan (jeda acara), dimana ditampilkan ibu-ibu dengan sayuran dan buah-buahan segar menawarkan dagangannya di sebuah sampan atau perahu. Sebagian lagi sibuk bertransaksi. Lalu iklan diakhiri dengan seorang pedagang ibu-ibu yang tersenyum sambil mengajungkan jempol dan kemudian iklan diakhri dengan lau RCTI oke.
Itulah salah satu gambaran yang ada di Pasar Terapung.. Lalu-lalang kapal Klotok (karena bunyinya klotok-klotok) dan segala macam aneka transaksi yang terjadi. Ya, mirip keadaan sebuah pasar tradisional, dan memang pasar, cuma terapung.
....
Pagi benar, pukul 5.30 WITA, kami (Aku dan Bus) sudah naik angkot dari depan asrama haji (Banjarbaru), tempat kongres, menuju Gambut lalu ke Banjarmasin. Naas, angkot (disana disebut taxi) yang kami tumpangi hanya sampai ke Landasan Terbang Ulin. Kami harus turun lagi mencari Taxi, tak berselang lama ia datang, masih kosong. Taxi melaju kencang, kami berharap bisa lebih cepat lagi, karena pasar terapung hanya ada sampai pukul 7.30.
Taxi berhenti, 2 penumpang masuk, dari logat bahasa yang kudengar kelihatannya mereka orang Sunda. Mereka turun di Gambut untuk berjualan roti. Kami-lah pembeli pertama roti mereka hari itu, penglaris.
...
Banjarmasin. Masih terlihat sepi, Kunikmati setiap sudut kota. Kami sampai di Terminal Pasar Anyar. Kemudian langsung naik ojek menuju Pasar Terapung. Oh, sudah semakin dekat... kulewati jembatan kayu, di samping kiri terlihat aliran sungai. Sungai apa ini? Sungai Barito-kah? di Kalimantan ini begitu banyak sungai...
...
07.00 WITA
Hamparan air sungai nan luas, berada di hadapanku. Ini kah Sungai Barito, yang memiliki luas hampir 2 Km itu? Ternyata bukan, ini sungai Kuin, anak sungai Barito. Tapi tak apalah, dari kejauhan kulihat lalu-lalang kapal klotok, dan beberapa kapal besar yang tertambat di dekat dermaga. Sayang pasar sudah mulai sepi, maklum sudah agak siang.
Transaksi...
Pelan-pelan aku turun ke bawah, berjalan di atas kayu-kayu gelondongan yang terapung. Mesti hati-hati karena medannya seperti di permainan benteng takeshi, yang setiap saat kayunya bisa timbul tenggelam bergerak mengikui riak sungai. Sampai akhirnya tiba di tepi sungai.... kupandangi sepuasnya kebesaran Tuhan ini, baru anak sungai saja luasnya bukan main, apalagi induk sungainya?!
Oke...
Oh ya, bagi mereka yang berkantong tebal, bisa lebih menikmati pesona di pasar terapung ini dengan naik perahu klotok, yang harga sewanya mencapai Rp. 100.000 per jam. Saya lebih memilih untuk sekedar memfoto pemandangan sungai, hilir mudik kapal, dsb. Bagi saya ini sudah lebih dari cukup.
Pasar terapung ini memang rasanya memang bukan untuk tujuan (surga) bagi mereka yang gemar belanja (lebih banyak sayur atau buah, yang mahal harganya). Menurutku tujuan utama para wisatawan datang ke sini, lebih kepada menikmati eksotisme pasar terapung, yang konon hanya ada di Indonesia dan Bangkok. Sangat disayangkan fungsi 'pasar' menjadi kurang optimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar