Jumat, 21 Mei 2010

Endless Love; Mbah Sido and Mbah Yem... (Part 1)


Kalau anda pernah mampir ke kosanku (Kaplingan-Jebres-Solo), tepat di samping kirinya ada sebuah rumah atau bisa juga disebut gubuk kecil yang berukuran kira2 4x3 m2. Rumah tersebut dihuni oleh pasangan lansia (sepuh) Mbah Sido dan Mbah Yem (Usia keduanya sudah lanjut, mungkin sekitar 75-80an). Kedua orang tersebut tinggal sendirian, jauh dari sanak keluarganya yang ada di Sragen.

Setiap harinya, mereka berdua mengisi waktu dengan berbagai aktivitas rutin. Ketika adzan shubuh berkumandang dari Masjid di belakang kosku, Mbah do, panggilan beliau, bangun dan bergegas ke belakang untuk mandi dan wudhu. Setelah itu berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah. Sedangkan Mbah Yem tetap di rumah, seperti halnya kebanyakan aktivitas ibu rumah tangga yang lain, menyiapkan sarapan untuk suami tercinta.

Dapur yang sangat sederhana dengan seperangkat peralatan yang tertata rapi, karena seluruh rumahnya juga masih 'berlantaikan' tanah. Beliau masih memasak dengan menggunakan kayu bakar. Disamping nasi, mbah yem biasanya juga memasak sayur oseng, kadang cuma mie rebus plus lauk tempe goreng, dan kadang karak (nasi yang dijemur kemudian digoreng). Tapi saya akui masakannya memang enak, karena kebetulan saya dan teman-teman di kos sering ditawari untuk ikut makan di sana (dan dasar mahasiswa, kalau ada makan gratisan pasti susah untuk nolak hehe).

Mbah do, sepulang dari masjid biasanya ngeteh sambil mendengarkan radio dakwah favoritnya, *** FM (males tak sebut hehe). Setelah agak siang, beliau dengan sepeda kebo/onthelnya pergi bersilaturahmi ke tempat kawan-kawannya. atau terkadang beliau mengisi waktunya membersihkan rumput liar yang ada di depan rumah gedongan di seberang jalan dan memotong kayu untu digunakan sebagai kayu bakar. Dan memang hanya pekerjaan itu yang bisa dilakukan oleh beliau, tak seperti dulu sewaktu fisiknya masih kuat untuk mengayuh becak.

(Bersambung... tak tinggal futsal sek yo) ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar