Jumat, 26 November 2010

Beribu Jalan ke Makkah-Bukan Kisah TKW Loh Yo (Part 2)

"batik-batik....batiknya pak, bu...” teriak para pedagang saat ada calon pembeli yang lewat.

Lalu-lalang para kuli membawa masuk barang dari luar Pasar. Suasana di luar pun tak kalah ramai, jalan yang searah ke barat dipadati mobil, motor, becak, dan para pejalan kaki yang saling ingin mendahului satu sama-lain. Di pangkalan becak, Pak Andi bersama teman-temannya, menunggu datangnya penumpang, ada pula sebagian dari mereka yang masih tertidur pulas di becaknya.

Khusus setiap hari jumat, Pak Andi biasanya hanya menarik sampai jam 11, kemudian dilanjut lagi setelah Jum’atan.

”Becak, pak?” tanyanya kepada seorang bapak yang sedang lewat di depannya.

”Oh, iya,” tanpa banyak bicara, bapak yang berpakaian santai ini naik ke atas becak.

Anu, saya mau jalan-jalan saja pak, nanti tolong saya diantarkan saja ke tempat-tempat bersejarah, di kota ini” lanjutnya

Pak Andi langsung bergegas menarik becaknya, tempat yang pertama dituju daerah Sriwedari, sebentar mampir ke Museum Radya Pustaka. Setelah puas, kembali lagi menuju ke Kraton Solo. Selesai di sana, Pak Joko, mengajak lagi ke Mangkunegaran.

”Sekarang sampun jam 11 lebih pak, saya mesti pulang” kata pak Andi

”loh, kan belum selesai muter-muter-nya?”

Anu pak, kalau hari jum’at saya biasanya narik sampai jam 11 saja, mau siap-siap jum’atan, tapi kalau bapak mau nanti setelah jum’atan saya antar lagi, pripun?”

”Ya sudahlah, nanti saya bisa naik taxi saja, ongkosnya berapa pak?”

Mpun mboten usah, gratis mawon”

”Loh, kok gratis itu maksudnya bagaimana? wong, bapak sudah mengantarkan saya jalan-jalan sampai sejauh itu kok?”

”Sudahlah pak, khusus hari jum’at saya memang biasa menggratiskan becak saya, tanpa terkecuali”

”Jadi bagaimana saya mesti membayar?”, “andaikata saya membayar lebih pun saya mampu kok pak? Tegas pak Joko

Di tengah perdebatan itu, terdengar adzan berkumandang.

Nggih mpun, kita lanjutkan nanti. Sekarang kita shalat jum’at dulu”

Keduanya kemudian menuju masjid terdekat. Pak Joko masih belum habis pikir, kenapa Pak Andi tetap menolak untuk diberi upah narik becaknya. Sementara Pak Andi, santai saja mendengarkan khutbah. Selesai shalat, keduanya bertemu lagi.

”Kalau bapak tetap menolak untuk dibayar, ya sudah. Tapi saya juga punya permintaan untuk bapak, sekiranya saya bisa membantu kira-kira keinginan bapak yang belum terwujud selama ini apa?”, ”siapa tahu saya bisa membantu,” ujar Pak Joko

””itu juga sebagai balasan dari saya atas kebaikan bapak hari ini. Terus terang hati saya terketuk, melihat bapak yang, mohon maaf, tukang becak saja bisa bebuat amal untuk orang lain. Nah, saya juga ingin seperti bapak, memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain” lanjutnya.

”Kalau itu, saya sejak dulu ingin sekali menunaikan kewajiban saya sebagai seorang muslim, yakni berangkat haji, tapi bapak tahu sendiri, saya ini hanya seorang tukang becak, yang penghasilannya untuk makan sehari-hari saja terkadang masih kurang,”.

”Baik, kalau itu yang menjadi keinginan bapak, tahun depan bapak mesti segera menyiapkan diri untuk mendaftar haji, masalah biaya, saya yang menanggung,”.

Pucuk dicita ulampun tiba. Masih dalam keadaan setengah tak percaya, Pak Andi bertanya lagi,

”Betul, pak”

”Iya” jawab Pak Joko

”Alhamdulillah...” tersungkur lemas badannya, sujud syukur atas apa yang dilimpahkan untuknya. Pertolongan dari Tuhan, bagi hamba-Nya yang ikhlas dalam niat dan perbuatan.



Sodipan, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar