Sabtu, 18 Juli 2009

Islam:Pluralisme dan Khilafah

Indonesia, sebuah negeri yang memiliki banyak keragaman baik suku, bahasa, budaya dan agama, menjadi suatu kelebihan dan kekuatan ketika keragaman itu mampu disatukan ke dalam satu integritas kebangsaan. Namun, di sisi lain potensi tersebut bisa mengarah pada perpecahan bahkan peperangan manakala berbagai keragaman tersebut tidak disikapi dengan arif.

Dalam islam, perbedaan menjadi sunnatullah, dus bagaimana kita menyikapinya agar perbedaan itu menjadi sebuah rahmat bukan sebagai adzab. Seperti kita tahu, dalam umat islam pun terdapat berbagai golongan, fikrah, aliran, madzhab yang sebenarnya memiliki satu kesamaan muara yaitu tentang ketauhidan dan kehambaan kepada Allah swt. Cuma yang menjadi perbedaan adalah bagaimana jalan yang mereka tempuh atau ikhtilaf dalam hal pemaknaan al-qur’an dan hadist. Dari sinilah mulai muncul berbagai konflik, pertentangan, bahkan peperangan yang banyak memakan korban jiwa. Antara satu golongan dengan golongan lain saling mengklaim bahwa dirinya yang paling benar.

Pluralisme Islam dan Khilafah dalam konteks kekinian

Gagasan pluralisme yang banyak digaungkan oleh pihak barat (Amerika dan Eropa), banyak mempengaruhi para pemikir islam untuk membentuk suatu konsep agama islam plural (rahmatan lil ‘alamin). Konsep ini padahal sudah ada, bahkan jauh sebelum orang-orang barat mempopulerkan istilah itu.

Dalam sejarah islam, ketika pada masa ekspansi islam ke negeri-negeri di daerah Romawi, Byzantium, Persia. Ternyata islam lebih diterima oleh penduduk negara itu. Karena tanpa disadari (terselip gagasan pluralitas), pada saat islam berhasil menduduki negeri itu, penduduk merasa terbebaskan oleh ajaran islam yang tidak pernah memakai cara memaksa dalam penyebarannya. Sehingga merekapun bisa hidup berdampingan bahkan sampai beratus-ratus tahun. Hal ini tidak terjadi pada agama lain seperti contoh Budha, yang memaksakan satu agama, sehingga agama Budha yang lahir di India tapi justru menghilang dan akhirnya berkembang di Sri Lanka, Jepang dan Cina.

Sedangkan konsep khilafah, merupakan sebuah konsep negara yang sistem dan pemerintahnya menggunakan syari’at islam sebagai landasannya. Dalam khilafah terdapat istilah daarul islam (pemerintahan islam) dan daarul harbi (negeri di luar kuasa pemerintahan islam). Penggolongan tersebut lebih pada konteks dan situasi saat itu yang akhirnya beberapa ulama memunculkan istilah tersebut (istilah tersebut tidak pernah disebutkan dalam al-qur’an dan hadist). Istilah tersebut bisa dimaknai sebagai negeri yang damai (daarul islam) dan negeri perang (daarul harb), kemudian diantara keduanya terdapat daarul shuluh.

Dalam konteks kekinian dan keindonesiaan yang mengutamakan integritas bangsa, maka sangatlah relevan ketika wacana pluralitas islam digulirkan. Dan bukan berarti pluralitas itu menyamakan semua perbedaan, namun bagaimana kita menyikapinya dalam mengatur perbedaan tersebut agar bisa hidup berdampingan sedangkan konsep kekhalifahan bisa jadi berbenturan dengan konsep integritas bangsa yang telah digagas oleh para founding fathers kita sejak dulu.

Dalam konteks kesufian, yang memandang bahwa pada hakikatnya semua adalah makhluk Tuhan, dan sejelek apapun dia menurut kita dia tetaplah sama seperti kita yaitu sebagai hamba-Nya.

Wallahu a’alam bi showab...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar