Jumat, 05 Juni 2009

Cah Angon

Di tengah hingar bingar menjelang pesta demokrasi, yang akan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin bangsa ini. Di saat kita kebingungan dalam menentukan pilihan, karena semuanya menawarkan kebaikan, kesejahteraan dan seribu janji yang menggiurkan. Karena pada hakikatnya kita memang sedang mendambakan seorang pemimpin yang bisa menjadi simbol dari keadilan bukan kedhaliman.

Kanjeng Sunan sebenarnya telah memberi wejangan kepada kita tentang gambaran sosok seorang pemimpin sejati. Dalam penggalan syair lir-ilir: cah angon/ cah angon/ penekno blimbing kuwi/ lunyu-lunyu penekno/ kanggo mbasuh dodot iro//.

Cah angon/ cah angon/, bukan Pak Jendral, atau Pak Kiai atau yang lain, tapi cah angon, seorang penggembala. Pemimpin yang kita dambakan, dia mesti memiliki karakter ngangon (mampu ngemong dan bisa merangkul semua pihak), memiliki determinasi yang memancarkan kedamaian bersama, diterima semua warna, semua golongan, semua kecenderungan. Ia merupakan seorang pemimpin nasional, bukan pemimpin suatu golongan apalagi pemuka gerombolan. Ia boleh siapa saja, seorang petani, pedagang, ulama, pejabat, militer, sipil, asalkan ia memiliki karakter cah angon tadi.

Penekno blimbing kuwi/ lunyu-lunyu penekno/. Selicin apapun pohon blimbing itu ia harus dipanjat agar bisa mendapatkan buahnya yang bergigir lima. Untuk mendapatkan buahnya pohon itu harus dipanjat bukan ditebang, dirobohkan apalagi diperebutkan.

Kanggo mbasuh dodot iro/. cucilah dodot (pakaian) dengan sari pati blimbing tadi. pakaian adalah akhlaq. Pakaian adalah sesuatu yang menjadikan manusia bernama manusia. Yang membedakan manusia dengan hewan. Pakaian adalah pegangan nilai, landasan moral, dan sistem nilai. Dan sistem nilai itulah yang harus kita cuci dengan pedoman lima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar