Selasa, 08 Februari 2011

Kisah Petualangan Odysseus


Judul Buku : The Odyssey of Homer

Penulis : Homer

Penerjemah: A. Rachmatullah

Penerbit: Oncor Semesta Alam

Kategori : Novel (Fiksi)

ISBN/EAN : 978-602-96828-6-1

Tahun Terbit : 2011

Panjang x lebar Buku : 13 x 20 cm

Jumlah Halaman : vi + 322 halaman

Soft Cover


Home Sweet home, itulah yang menjadi alasan utama Odysseus untuk kembali pulang ke negerinya, setelah mengalami banyak peristiwa sepulan dari Perang Troya. Dalam kisah sebelumnya di Iliad, diceritakan Odysseus berlayar ke Troy memimpin armada perang Ithaca untuk membantu Raja Agmemnon dalam misi penaklukan bangsa Troya. Bersama sahabatnya, Achilles, ia menjadi pahlawan dalam Perang Troya.

Perang Troya, yang sangat terkenal dan telah banyak memberi inspirasi dunia itu memakan waktu 20 tahun lamanya: 10 tahun pertama dihabiskan untuk mengumpulan armada perang (pihak Yunani) dan 10 terakhir dihabiskan di medan perang, hingga akhirnya, berkat ide cemerlang Odysseus, Troy dapat ditaklukkan.

Setelah berhasil menaklukkan Troy, namun sayangnya dalam perjalanan pulang mereka tidak seperti yang mereka bayangkan. Para dewa marah karena tindakan brutal mereka menghancurkan kuil-kuil ketika mereka membumi hanguskan Kota Troya, dan banyak prajurit yang ditakdirkan mati dalam perjalanan pulang: Odysseus tersesat selama sepuluh tahun lamanya, mengalami banyak penderitaan dan kehilangan semua anak buahnya.

Melalui cerita ini, Homer sebetulnya hendak mengajarkan kepada kita untuk bisa berlaku dengan benar dalam setiap tindakan kita. Dalam hidup kita juga mengenal istilah karma, atau balasan yang kita terima atas perbuatan yang pernah kita lakukan sebelumnya. Kesulitan yang dialami oleh Odysseus dan pasukannya, merupakan balasan atas perbuatan mereka yang banyak menghancurkan kuil-kuil.

Akhirnya, setelah beberapa tahun Odysseus bertemu kembali dengan istrinya. Namun tak dinyana, Telegonus, putra Odysseus dari Circe, datang menyerbu Ithaca. Telegonus mengira Ithaca adalah Corcyra. Odysseus dan Telemachos mempertahankan negeri mereka, dan Telegonus tidak sengaja membunuh ayahnya. Telegonus membawa mayat ayahnya ke pulau Aiaia dan membawa serta Penelopeia dan Telemachos. Circe lalu menjadikan mereka dewa, dan ia menikah dengan Telemachos, sementara Telegonus menikah dengan Penelopeia.

Ini adalah kisah di mana Perang Troy dalam Mitologi Yunani berakhir. Menurut versi Roma, Odysseus tidak mati dengan cara demikian: beberapa tahun setelah bersatu kembali dengan istrinya, Odysseus pergi mencari negeri kedamaian; setelah menyeberangi Pilar Hercules ia tiba di muara sungai Tagus di mana terdapat kota Lisbon.

Buku The Odyssey of Homer ini merupakan kelanjutan dari kisah epik The Iliad, yang ditulis oleh penyair besar asal Yunani, Homer. Tentang Homer sendiri, Tidak banyak yang diketahui tentang dirinya. Kita hanya tahu Homer berusia panjang, hidup dalam kemiskinan dan mengembara dari satu negeri ke negeri lainnya, dan ia bisa bertahan hidup dengan membacakan puisi-puisinya di setiap daerah yang ia singgahi. Setelah kematiannya, Homer mendapat penghargaan yang sangat besar dari dunia. Lima puluh kota di Yunani mengklaim diri sebagai tanah kelahirannya; namun sebagian besar kalangan menganggap pulau Chi’os adalah negeri kelahiran Homer.

Iliad dan Odyssey tetap menjadi kisah yang digemari di dunia selama berabad-abad dan telah diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa, termasuk buku The Odyssey of Homer yang diterbitkan penerbit ONCOR ini, adalah yang pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Indoensia. Kisah tentang kehebatan ekspedisi bangsa Yunani ke Timur dan nasib malang sebagian besar pemimpin ekspedisi itu telah menyebar di Yunani dari generasi ke generasi dalam bentuk sajak-sajak pendek selama ratusan tahun sebelum Iliad dan Odyssey digubah oleh Homer. Namun Homer tidak sekedar menggabungkan sajak-sajak itu; ia memilih, mengatur, menambahkan, dan menyempurnakannya menjadi hasil final dengan bakatnya yang jenius.

Buku ini hadir untuk memberikan warna berbeda dalam dunia sastra. Kisah epik sepanjang masa yang tak akan didapatkan dalam khasanah kebudayaan lain Yunani, sebagai salah satu penyumbang kebudayaan sastra dunia selalau menjadi perhatian dengan berbagai macma cerita yang tak akan pernah habis untuk dibahas. Para peminat sastra tentunya akan dengan senang hati menyambut buku yang diterjemahkan pertama ini dalam bahasa Indonesia.

Oleh: M Ajie Najmuddin*

*Pegiat Komunitas ‘Ayo Moco’, di Solo

Mengenal Lebih Dekat Pemikiran Islam Liberal


Resensi Buku: IslamLiberal; Varian-varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002
Penulis: Dr. Zuly Qodir

Tebal: xxx + 310 halaman
Ukuran: 14,5 x 21 cm
Terbit: Cetakan I, Desember 2010
ISBN: 978-979-25-5338-3
Penerbit: LKiS Yogyakarta

KabarIndonesia - Buku yang ditulis, dengan studi pemikiran Islam tahun 1990-an sampai 2001 ini, sebenarnya memberikan gambaran bahwa dari institusi yang sama dengan guru intelektual yang semula sama, akhirnya juga menghadirkan corak intelektual yang beragam. Keragaman pemikiran Islam itulah yang memberikan kekayaan dalam khazanah studi pemikiran Islam Indonesia. Pemikiran Islam Indonesia tidak pernah tunggal dan berhenti pada satu pendulum saja. Dia terus bergerak dan beragam coraknya, sekalipun dikatakan dalam satu kerangka atau karakteristik pemikiran.

Menurut penulis buku ini, ada beberapa corak pemikiran baru Islam di Indonesia. Pertama, corak neo-modernisme, yang memiliki asumsi dasar bahwa Islam harus dilibatkan dalam perdebatan-perdebatan dengan modernitas. Kedua, corak sosialisme-demokrasi, yakni pemikiran yang memiliki bahwa Islam pada dasarnya membawa misi sosialisme sehingga Islam harus mampu memberi makna pada kehidupan sosial, mampu mentransformasikan masyarakat dengan pelbagai aspeknya. Beberapa pemikir yang dimasukkan ke dalam kategori pemikiran ini adalah Dawam Rahardjo, dan Kuntowijoyo.

Ketiga, corak universalisme, yakni pemikiran yang memiliki asumsi bahwa Islam tidak mengenal dikotomi antara nasionalisme dan islamisme karena Islam bersifat universal. Pemikir yang dikategorikan ke dalam kelompok ini adalah Jalaluddin Rahmat, M. Amien Rais. Keempat, corak modernisme, yakni pemikiran yang memiliki asumsi dasar bahwa Islam sesuai dengan kondisi modern. Di antara tokoh yang masuk kategori ini adalah Syafii Maarif, Djohan Effendy, dan Ahmad Wahib.

Beberapa corak atau karakter dari pemikiran itu adalah, mereka yang pada umumnya mencuatkan semangat pembaruan pemikiran berdasarkan pada perlunya reinterpretasi Islam, atau Rethinking Islam dalam istilah Arkoun. Semangat pemikiran Islam yang demikian ini oleh Greg Barton disebut pemikiran Islam Liberal.

Secara operasional, gerakan pemikiran Islam Liberal, oleh penulis diterjemahkan sebagai sebuah gerakan yang mengusung gagasan pemikiran Islam yang coba mengawinkan antara wacana keislaman pada individu yang tersusun secara sistematik sebagai bagian dari ijtihad. Wacana keislaman tersebut dihasilkan dari adanya kebebasan individual dan komunitas di dalam berpikir yang tidak menempatkan pemahaman tunggal atas Al-Qur'an dan hadits sehingga menghasilkan pengaruh pada masyarakat karena hal itu tidak terjadi secara instan, tetapi terjadi kecenderungan yang konstan dengan disertai argumentasi yang memadai.

Lantas siapa sebenarnya kaum intelektual liberal yang dimaksudkan dalam buku ini? Mereka adalah para intelektual yang memiliki ciri-ciri pemikiran sebagai berikut: (1) menempatkan Al- Qur’an dan hadits sebagai kitab terbuka untuk diinterpretasikan tanpa harus terpaku pada satu bentuk interpretasi yang sifatnya hegemonik; (2) melakukan rekonsiliasi antara keimanan dan modernitas; (3) bersedia mengadopsi sistem konstitusi dan kebudayaan dunia modern; 4) memiliki kebebasan dalam menginterpretasikan agama; (5) mengikuti pendidikan gaya modern dengan mengadopsi.

Buku ini sangat bagus bagi kita untuk bisa mengenal lebih dalam tentang pemikiran Islam Liberal. Berbagai kontroversi yang keluar dari kelompok pengusung pemikiran ini, seperti JIL dan sebagainya, bisa kita petakan melalui Tipologi Pemikiran Islam Liberal yang digambarkan dalam buku ini, agar kita kemudian juga tidak gegabah dalam menilai 'liarnya' pemikiran mereka. Hadirnya buku ini tentu saja akan memperkaya dan memberikan warna baru bagi kajian atas pemikiran Islam di Indonesia.

Yang juga menarik ialah latar belakang sang penulis, Zuly Qodir, seorang anak muda Muhammadiyah, yang telah melakukan pergaulan dengan orang-orang yang berlatar belakang beragam, NU, Kristen dan Nasionalis. Ia memperlihatkan bagaimana dia sendiri juga sebagai pribadi yang jamak. Dia menjadi salah satu representasi generasi muda Muhammadiyah yang oleh kelompoknya sendiri sering dikatakan sebagai “pribadi liberal” dalam batas-batasan tertentu, sebab liberal itu sudah terjadi sejak zaman para sahabat. Bahkan, tidak jarang Saudara Zuly Qodir ini ditempatkan sebagai pribadi yang “Muhammadiyah-NU” karena pernah nyantri di PP. Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta (pesantren NU). ***
Justify Full
M Ajie Najmuddin*
*Penulis adalah pegiat Komunitas 'Ayo Moco', tinggal di Solo.

Kamis, 03 Februari 2011

Ada 'Naga' dan 'Singa', Berkeliaran di Pasar Gedhe!!!

Foto dan Naskah: M Ajie Najmuddin

Kepala 'Naga', liar mencari 'mangsa'...

Liukan liar tubuh sang 'Naga' di tengah kerumunan massa, sesekali ia menyeringai seperti hendak menyemburkan api dari mulutnya. Di tempat yang sama, sepasang 'singa' tengah berjaga di depan klenteng. Para penonton yang melihat, bukannya takut dengan keduanya, melainkan justru banyak yang sibuk untuk mengabadikan momen 'tarian sang naga'.

Barongsai yang dimainkan anak kecil, bersiap menunggu giliran tampil...

Sudah menjadi tradisi rutin bagi warga Kampung Sudiroprajan, Solo, setiap ada momen perayaan tahun baru imlek, mereka menyelenggarakan atraksi ini. Masing-masing perkumpulan menyuguhkan kehebatan mereka dalam memainkan Liong dan Barongsai. Yang lebih menarik, beberapa hari sebelum pergantian tahun baru imlek ini, diadakan acara Grebek Sudiroprajan, yang dalam konsep acaranya memadukan (akulturasi) unsur budaya Jawa dan Cina.

Hiasan lampion
di sepanjang jalan Ps. Gede- Balaikota

Dalam rangka imlek ini, warga setempat juga menghias di atas jalan-jalan di sekitar kompleks Pasar Gede dengan gantungan lampion yang didominasi warna merah dan kuning. Dan tepat pada pukul 00.00 hari kamis (3/2) penandaan pergantian tahun baru cina, diwarnai dengan kembang api yang semaki n membuat indah pemandangan langit di atas kawasan yang rencananya akan dibangun sebagai titik nol Kota Solo tersebut.

Kembang api memecah kesunyian Langit..