Selasa, 08 Februari 2011

Mengenal Lebih Dekat Pemikiran Islam Liberal


Resensi Buku: IslamLiberal; Varian-varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002
Penulis: Dr. Zuly Qodir

Tebal: xxx + 310 halaman
Ukuran: 14,5 x 21 cm
Terbit: Cetakan I, Desember 2010
ISBN: 978-979-25-5338-3
Penerbit: LKiS Yogyakarta

KabarIndonesia - Buku yang ditulis, dengan studi pemikiran Islam tahun 1990-an sampai 2001 ini, sebenarnya memberikan gambaran bahwa dari institusi yang sama dengan guru intelektual yang semula sama, akhirnya juga menghadirkan corak intelektual yang beragam. Keragaman pemikiran Islam itulah yang memberikan kekayaan dalam khazanah studi pemikiran Islam Indonesia. Pemikiran Islam Indonesia tidak pernah tunggal dan berhenti pada satu pendulum saja. Dia terus bergerak dan beragam coraknya, sekalipun dikatakan dalam satu kerangka atau karakteristik pemikiran.

Menurut penulis buku ini, ada beberapa corak pemikiran baru Islam di Indonesia. Pertama, corak neo-modernisme, yang memiliki asumsi dasar bahwa Islam harus dilibatkan dalam perdebatan-perdebatan dengan modernitas. Kedua, corak sosialisme-demokrasi, yakni pemikiran yang memiliki bahwa Islam pada dasarnya membawa misi sosialisme sehingga Islam harus mampu memberi makna pada kehidupan sosial, mampu mentransformasikan masyarakat dengan pelbagai aspeknya. Beberapa pemikir yang dimasukkan ke dalam kategori pemikiran ini adalah Dawam Rahardjo, dan Kuntowijoyo.

Ketiga, corak universalisme, yakni pemikiran yang memiliki asumsi bahwa Islam tidak mengenal dikotomi antara nasionalisme dan islamisme karena Islam bersifat universal. Pemikir yang dikategorikan ke dalam kelompok ini adalah Jalaluddin Rahmat, M. Amien Rais. Keempat, corak modernisme, yakni pemikiran yang memiliki asumsi dasar bahwa Islam sesuai dengan kondisi modern. Di antara tokoh yang masuk kategori ini adalah Syafii Maarif, Djohan Effendy, dan Ahmad Wahib.

Beberapa corak atau karakter dari pemikiran itu adalah, mereka yang pada umumnya mencuatkan semangat pembaruan pemikiran berdasarkan pada perlunya reinterpretasi Islam, atau Rethinking Islam dalam istilah Arkoun. Semangat pemikiran Islam yang demikian ini oleh Greg Barton disebut pemikiran Islam Liberal.

Secara operasional, gerakan pemikiran Islam Liberal, oleh penulis diterjemahkan sebagai sebuah gerakan yang mengusung gagasan pemikiran Islam yang coba mengawinkan antara wacana keislaman pada individu yang tersusun secara sistematik sebagai bagian dari ijtihad. Wacana keislaman tersebut dihasilkan dari adanya kebebasan individual dan komunitas di dalam berpikir yang tidak menempatkan pemahaman tunggal atas Al-Qur'an dan hadits sehingga menghasilkan pengaruh pada masyarakat karena hal itu tidak terjadi secara instan, tetapi terjadi kecenderungan yang konstan dengan disertai argumentasi yang memadai.

Lantas siapa sebenarnya kaum intelektual liberal yang dimaksudkan dalam buku ini? Mereka adalah para intelektual yang memiliki ciri-ciri pemikiran sebagai berikut: (1) menempatkan Al- Qur’an dan hadits sebagai kitab terbuka untuk diinterpretasikan tanpa harus terpaku pada satu bentuk interpretasi yang sifatnya hegemonik; (2) melakukan rekonsiliasi antara keimanan dan modernitas; (3) bersedia mengadopsi sistem konstitusi dan kebudayaan dunia modern; 4) memiliki kebebasan dalam menginterpretasikan agama; (5) mengikuti pendidikan gaya modern dengan mengadopsi.

Buku ini sangat bagus bagi kita untuk bisa mengenal lebih dalam tentang pemikiran Islam Liberal. Berbagai kontroversi yang keluar dari kelompok pengusung pemikiran ini, seperti JIL dan sebagainya, bisa kita petakan melalui Tipologi Pemikiran Islam Liberal yang digambarkan dalam buku ini, agar kita kemudian juga tidak gegabah dalam menilai 'liarnya' pemikiran mereka. Hadirnya buku ini tentu saja akan memperkaya dan memberikan warna baru bagi kajian atas pemikiran Islam di Indonesia.

Yang juga menarik ialah latar belakang sang penulis, Zuly Qodir, seorang anak muda Muhammadiyah, yang telah melakukan pergaulan dengan orang-orang yang berlatar belakang beragam, NU, Kristen dan Nasionalis. Ia memperlihatkan bagaimana dia sendiri juga sebagai pribadi yang jamak. Dia menjadi salah satu representasi generasi muda Muhammadiyah yang oleh kelompoknya sendiri sering dikatakan sebagai “pribadi liberal” dalam batas-batasan tertentu, sebab liberal itu sudah terjadi sejak zaman para sahabat. Bahkan, tidak jarang Saudara Zuly Qodir ini ditempatkan sebagai pribadi yang “Muhammadiyah-NU” karena pernah nyantri di PP. Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta (pesantren NU). ***
Justify Full
M Ajie Najmuddin*
*Penulis adalah pegiat Komunitas 'Ayo Moco', tinggal di Solo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar