Rabu, 01 April 2009

Merajut Mimpi Demokrasi

Menjelang Pemilu 2009, yang kurang dari dua minggu lagi pelaksanaannya, membuat situasi politik di Indonesia semakin memanas. Makin gencarnya kampanye yang dilakukan oleh parpol dan juga dibumbui dengan “perang kritik” dari satu parpol ke parpol lain, semakin menambah panasnya situasi.

Namun, kita tidak perlu khawatir selama “perang kritik” tersebut masih dalam taraf “dapat dipertanggungjawabkan”, sah-sah saja antara satu parpol dengan yang lain saling melontarkan pendapat, sebab itu juga merupakan salah satu bagian dari demokrasi.

Yang menjadi kekhawatiran justru muncul dari persiapan Pemilu itu sendiri. Kasus dan masalah yang belum terselesaikan sampai sekarang. Masalah tersebut diantaranya adalah surat suara yang masih rusak atau salah cetak nama caleg dan logo parpol, dan yang paling mengkhawatirkan adalah kekisruhan akibat Daftar Pemilih Tetap (DPT) definitif yang belum juga diumumkan. Beberapa parpol bahkan mendesak agar pemerintah segera mengadakan langkah-langkah darurat. Bahkan ada yang menyarankan agar penyelenggaraan Pemilu diundur beberapa bulan, sampai kasus DPT ini dituntaskan.

Kasus DPT ini menjadi sorotan banyak pihak, setelah ditemukan kasus serupa pada Pilgub Jatim tahun 2008, yang akhirnya memunculkan pasangan Kar-Sa, sebagai pemenangnya. Namun kemenangan mereka tidak begitu saja bisa diterima oleh lawan mereka dalam Pilgub tersebut, yaitu pasangan Ka-Ji, yang menduga menemukan bebagai tindak kecurangan pada proses Pilgub tersebut. Salah satu kecurangan tersebut diantaranya adalah beberapa nama yang tercantum dalam DPT tersebut, merupakan nama-nama yang seharusnya belum mempunyai hak untuk memilih, bahkan ada bebrapa orang yang sudah meninggal yang namanya tercantum. Kasus ini pada akhirnya menimbulkan perselisihan yang pelik antar kedua pendukung pasangan tersebut. Pihak yang kalah dalam Pilgub tersebut mengklaim bahwa hasil Pigub tersebut tidak sah, diantaranya karena masalah DPT fiktif tadi.

Isu bakal terulangnya kasus tersebut, akhirnya berimbas juga pada Pemilu yang akan diselenggarakan 9 April nanti. Di sebagian kalangan masyarakat, timbul kekhawatiran kasus itu akan mengurangi kepercayaan rakyat akan penyelenggaraan Pemilu. Sehingga nanti akan berpengaruh pada hasil Pemilu itu sendiri. Bahkan beberapa parpol yang berkoalisi agar DPT definitif bisa segera diumumkan, sehingga kasus yang terjadi pada Pilgub Jatim tidak terulang kembali.

Kunci penyelesaian kasus ini sebenarnya ada pada kinerja dari pemerintah dan KPU (Komisi Pemilihan Umum). KPU mesti bisa bertindak cepat untuk memutuskan solusi dari masalah ini, sehingga masyarakat tidak khawatir lagi akan terjadi kasus DPT fiktif ini, atau bahkan rencana Pemilu yang akan diundur untuk beberapa bulan ke depan.

Langkah-langkah darurat pun mungkin bisa dilakukan, seperti kemarin ada pewacanaan untuk menggunakan KTP sebagai kartu pemilih, sehingga akan jelas mana pemilih yang sudah mempunyai hak pilih atau belum. Jangan lupa juga untuk mengecek dan menyelesaikan permasalahan lain terkait persiapan alat-alat Pemilu, seperti kotak suara, kertas suara, tinta dan lain-lain.

Bila kasus ini bisa diselesaikan oleh KPU sebelum pesta demokrasi ini diselenggarakan, minimal bisa mengurangi kekhawatiran masyarakat akan penyelenggaraan Pemilu. Namun bila kasus-kasus tadi dibiarkan begitu saja, maka bisa berakibat pada hasil Pemilu yang mungkin rawan dari kecurangan dan keabsahan hasilnya pun bisa saja dipertanyakan.

Ibarat merajut kain, bila benang yang sudah terajut belum kuat dan tidak dibetulkan, maka akan berpengaruh juga pada kesempurnaan kekuatan hasil keseluruhan. Begitu juga kasus DPT dan yang lain akan menjadi bumerang pada hasil Pemilu mendatang, bila tidak segera diselesaikan dengan cepat dan tepat. Dan lewat pemilu nanti, kita akan merajut mimpi untuk mencari hasil yang sempurna dari sebuah sistem yang bernama demokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar