Senin, 13 Desember 2010

PKL Pekaroso Temui Ketua Dewan


Karangasem (Solo) - Paguyuban PKL Jl Ronggowarsito atau yang sekarang dikenal dengan nama PKL Pekaroso, siang tadi (13/12) menemui ketua DPRD Kota Solo, YF Sukasno, di rumah dinasnya untuk meminta masukan konsep shelter yang akan dibangun untuk menampung PKL di Jl Ronggowarsito yang terpaksa pindah karena proyek tamanisasi pemkot.

Dalam pertemuan tersebut, dimunculkan sebuah gagasan untuk menggandeng pihak di luar pemkot (sponsor swasta) dalam pembuatan shelter, dengan konsep tersebut dimaksudkan agar bisa meminimalisir anggaran dari APBD, sekaligus untuk mendorong tingkat partisipasi mereka (swasta).

foto-foto (doc. pribadi)

Gb. 2 Ketua DPRD Solo (Sukasno)


Gb. 3 Perwakilan dari PKL Pekaroso, Dodik,
saat memberikan keterangan kepada media

Rabu, 08 Desember 2010

Buka Dulu Topengmu!


Diskusi sore, mulai dari Solo yang penuh dengan topeng sampai rencana 'spy' ala 'dukun'. Banyak yang mengeluh tentang gaya kepemimpinan AD 1 di periode kedua ia memimpin, yang dirasakan sangat berbeda dengan awal ia menjabat sebagai Walikota. Harapan masyarakat yang sempat naik, kini mulai surut. Banyak program yang menjadi ikon pencitraan keberhasilan beliau, seperti penataan PKL, mendorong partisipasi masyarakat dsb hanya menjadi sebatas formalitas dan semu. Ibarat topeng yang banyak terpampang di beberapa sudut kota, wajah yang bopeng tertutup oleh topeng, atau dengan kata lain kebobrokan birokrasi tertutup oleh pencitraan semu.

.......... Tanpa penutup

Selasa, 07 Desember 2010

Garuda 2 - Gajah 1



Dramatis! itulah gambaran pertandingan Piala AFF, Indonesia vs Thailand, selasa malam (7/12) yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Kemenangan 2-1 diraih setelah tertinggal terlebih dahulu oleh gol indah pemain Thailand. Bambang Pamungkas menjadi pahlawan dengan dua golnya dari titik penalti, mengantarkan tim Indonesia memuncaki grup A dengan poin sempurna, sekaligus menyingkirkan rival abadi, Thailand. Dua gol tersebut menjadi gol 'penting' untuk dia, setelah pada dua pertandingan terakhir melawan Malaysia (5-1) dan Laos (6-0), namanya sempat tenggelam dengan munculnya bintang-bintang baru seperti Irfan Bachdim, Oktovianus dll.

Euforia kemenangan masih terus berlanjut sampai pagi... mulai dari berita, acara gosip, (dan mungkin) hingga obrolan antar teman di sekolah, kantor; semua ramai membicarakan keberhasilan ini.



Namun perjuangan belum selesai, terus melaju Garudaku!!!

Kamis, 02 Desember 2010

Korupsi dan Keterbukaan Informasi

Beberapa waktu yang lalu, sebuah lembaga transparansi mengeluarkan sebuah hasil riset Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada 50 kota di 33 provinsi. Dua kota dari Jawa Tengah, diantaranya Tegal dan Solo menduduki peringkat tiga teratas di bawah Kota Denpasar, Bali, yang dinilai sebagai kota di Indonesia yang paling bersih dari kasus-kasus korupsi. Denpasar meraih skor 6,71 dari rentang indeks antara 0 (nol) sampai dengan 10, di mana 0 (nol) dipersepsikan sangat korup dan 10 sangat bersih.

Khusus bagi Kota Solo, hal ini menjadi sebuah keberhasilan tersendiri bagi Pemkot, khususnya kepada Walikota Joko Widodo yang memang sejak awal terpilih memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi di Kota Solo. Namun, apakah keberhasilan di level pimpinan ini juga diimbangi di tingkatan level birokrat (pegawai pemkot), masih menjadi pertanyaan tersendiri bagi kita bila kita pandang dari perspektif keterbukaan informasi. Keterbukaan informasi ini menjadi penting, bila kita kaitkan dengan salah satu asas keterbukaan dalam pemberantasan korupsi. Bagaimana sebuah daerah bisa disebut sebagai daerah yang bersih dari korupsi, kalau belum bisa memenuhi unsur keterbukaan ini?

Sesuai dengan amanat UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Pada Pasal 7 ayat 1: bahwa setiap Badan Publik (BP) wajib menyediakan, memberikan dan atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. Serta pada ayat 2 yang berbunyi: Badan Publik wajib menyediakan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.

Melalui ketentuan ini, setiap BP dari level pusat sampai daerah, termasuk yang ada di dalamnya adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) wajib memberikan informasi yang bersifat terbuka kepada publik, baik ketika diminta ataupun tidak. Keterbukaan informasi inilah yang kemudian bisa dijadikan parameter tersendiri bagi publik untuk bisa menilai apakah daerah mereka termasuk bersih dari korupsi atau tidak.

Fakta yang ada, menunjukkan bahwa banyak BP yang belum siap atau bahkan belum merespon UU KIP ini. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Seknas FITRA, dalam temuan uji akses dalam informasi anggaran di level pemerintah pusat, hanya 13 lembaga dari 69 lembaga yang memberikan respon (FITRA, 2010). Kondisi ini ternyata juga tidak jauh berbeda dialami di daerah, sebagai contoh di Kota Surakarta, baru 8 SKPD yang memberikan respon atas uji permintaan informasi yang dilakukan oleh Diskominfo Kota Surakarta.

Menjadi ironi, ketika komitmen penegakan pemberantasan korupsi dicanangkan tinggi di level pimpinan, namun ternyata pada tahap implementasi teknis ternyata belum bisa didukung sepenuhnya oleh segenap level pendukung di bawahnya melalui keterbukaan informasi kepada publik.

Bersih dari Korupsi

Untuk membentuk sebuah pemerintahan yang baik (good governance) dan bersih dari korupsi, tentu perlu didukung sinergitas ataupun kesatuan gerak dan dukungan dari semua pihak, baik dari pemerintah sendiri maupun masyarakat. Terkait dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ini, tiap-tiap pemerintah daerah semestinya sudah mengimplementasikannya sampai ke level paling bawah. Langkah yang secepatnya dilakukan oleh Pemkot adalah, pertama, Pemkot mesti segera memberikan pemahaman kepada segenap aparat birokrasi, entah dengan sosialisasi ataupun pelatihan bagaimana mewujudkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ini di tingkat daerah, agar kemudian tidak terjadi lagi ada petugas dari dinas terkait yang dimintai informasi yang bersifat terbuka oleh publik, kemudian menolak memberikan dengan alasan tidak mau membocorkan rahasia negara. Artinya, perlu diberikan pemahaman juga mana informasi yang harus dipublikasikan dan informasi yang bisa dikecualikan. Hal ini memang akan membutuhkan proses, mengingat paradigma di sebagian kalangan birokrat kita yang masih tertutup, apalagi bila dimintai informasi masalah anggaran.

Kedua, harus ada kejelasan mekanisme pengelolaan informasi baik di level Sekda, SKPD, sampai pada level Unit Pelayanan Terpadu (UPT). Hal ini menyangkut efisiensi pengelolaan informasi, dan akan lebih baik jika informasi yang bersifat umum dikelola melalui satu pintu. Kemudian di pelayanan terhadap permohonan informasi juga harus ada mekanisme yang jelas, kepada petugas bagian apa, ketika ada publik yang hendak meminta informasi atau data. Karena seringkali, peminta informasi merasa diping-pong oleh petugas ketika hendak menanyakan sebuah informasi. Hal ini bisa jadi disebabkan karena belum jelasnya mekanisme pelayanan tadi.

Ketiga, perlu segera dibentuk Pusat Pengelola Informasi Daerah (PPID) agar jelas struktur pelaksanaan akses informasi. Namun, pada intinya pelaksanaan akses informasi tidak memerlukan struktur baru, tetapi mengoptimalkan kinerja struktur yang telah ada. Keempat, untuk menghindari adanya sengketa informasi publik, tiap SKPD terkait yang dimintai informasi oleh publik, mesti segera memberikan respon. Mengingat ancaman sanksi denda lima juta rupiah dan atau kurungan satu tahun bagi yang tidak menaati Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ini, semisal menolak memberikan informasi kepada publik

Keempat hal tadi merupakan langkah awal yang seharusnya sudah dilakukan Pemkot sejak lama, mengingat UU KIP ini sebetulnya sudah disahkan sejak dua tahun yang lalu. Masyarakat jualah yang seharusnya ikut berpartisipasi mendorong terwujudnya UU KIP ini. Karena dari keterbukaan ini, akan banyak menguntungkan masyarakat sendiri, untuk bisa lebih berpartisipasi dalam penegakan pemberantasan korupsi dan kontrol terhadap kinerja pemerintah.

Dengan terwujudnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di segenap aspek Badan Publik di Kota Surakarta ini diharapkan akan semakin memperkuat persepsi dari kota ini, sebagai salah satu kota yang bersih dari korupsi. Serta bisa mewujudkan slogan Kota Solo “Berseri Tanpa Korupsi” dengan sebenar-benarnya.

* Penulis adalah mahasiswa FE UNS/ aktivis PMII Solo

(Dimuat di Harian Joglosemar, 29 Nov 2010)