Jumat, 18 Juni 2010

TOR Dialog Multikulturalisme

Term of Reference

Dialog Interaktive

“Solo, Perlukah Perda Multikulturalisme?”

Radio RRI, Jum-at, 18 Juni 2010

Pendahuluan

Dalam catatan sejarah, Kota Solo setidaknya pernah mengalami 15 (lima belas) kali kerusuhan dengan berbagai latar belakang dan sebab musababnya. Kota Solo merupakan satu kota kecil yang berada di jalur persimpangan dan penghubung dengan wilayah lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Atas dasar hal tersebut, wajar seandainya Kota Solo dihuni oleh berbagai macam etnis, agama, budaya dengan berbagai ragam budaya yang berbeda. Keragaman masyarakat Solo yang seperti ini bisa menjadi masalah tersendiri jika tidak diantisipasi. Berbagai peristiwa kerusuhan yang terjadi di Kota Solo menjadi salah satu bukti tentang hal ini.

Disisi yang lain, paska kerusuhan tahun 1998 maupun tahun 1999 Kota Solo bisa dikatakan relative lebih aman. Namun demikian berbagai bentuk kekerasan maupun intimidasi dalam skala yang lebih kecil hadir dan ada ditengan-tengah masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari data yang dikumpulkan oleh Commitment dalam kurun waktu 1 tahun terakhir yang menemukan bentuk-bentuk kekerasan yang didasarkan pada satu keyakinan tertentu. Berbagai kasus yang berhasil dikumpulkan oleh Commitment meliputi; penutupan tempat ibadah, sweaping oleh sejumlah organisasi masyarakat, pelarangan terhadap berbagai kegiatan yang bersifat tradisi dsb.

Beberapa kasus/ peristiwa diatas bisa menjadi satu masalah tersendiri ditengah-tengah kehidupan masyarakat Solo yang multikultural. Satu pernyataan cukup menarik disampaikan oleh Johny Nelson Simanjuntak, SH (anggota komisioner Komnas HAM) yang menyatakan bahwa "Saya akui penanganan PKL, perempuan, dan anak terlantar, serta pluralisme di Solo ini relatif cukup bagus. Namun sayangnya hanya berdasarkan kebijakan wali kota," (Sinar Harapan, Rabu 24 Maret ”10). Lebih lanjut Johny mengatakan bahwa berbagai kebijakan tersebut selama ini masih sebatas kebijakan walikota sehingga dipandang tidak cukup kuat. Jika didasarkan pada kebijakan Walikota maka dia mengkhawatirkan akan berubah ketika jabatan itu diganti oleh orang lain. Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah daerah untuk mengeluarkan perda tentag PKL, perempuan, anak terlantar, dan pluralisme agar posisinya lebih kuat.

Untuk membedah wacana diatas, COMMITMENT bermaksud melakukan kegiatan dialog interaktive yang akan mengupas tentang Perda Multikulturalisme/ Pluralisme di Kota Solo seperti yang telah diwacanakan oleh Johny Nelson Simanjuntak diatas. Pertanyaan mendasar yang ingin kami ajukan adalah, sejauh mana urgensi/ pentingnya Perda Pluralisme ada di Kota Solo?. Apakah Perda Pluralisme akan mampu menjamin kehidupan masyarakat Solo secara aman, damai dalam masyarakat yang multikultural ini? Apakah Kota Solo telah memiliki SK Walikota tentang perda pluralisme?

Tema

Berangkat dari beberapa hal diatas, dialog interaktif kali ini akan mengupas satu tema dengan judul ”Solo, Perlukah Perda Multikulturalisme?”.

Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah:

1.Melakukan bedah wacana tentang perda multikulturalisme/pluralisme sebagai landasan hukum perlindungan kehidupan keberagaman masyarakat Kota Solo.

2.Menggali respon serta pandangan dari masyarakat tentang pentingnya perda multikulturalisme di Kota Solo.

Waktu, Tempat Pelaksanaan dan Narasumber:

Kegiatan dialog interaktif ini akan dilakukan pada:

Hari/ Tanggal : Jum-at, 18 Juni 2010

Waktu : 19.30 WIB – 21.00 WIB

Tempat : Radio Republik Indonesia ( RRI )

Jl. Abdul Rachman Saleh No. 51 Surakarta

Pembicara : 1. Johny Nelson Simanjuntak, SH (Komisioner Komnas HAM)

2. Supartono, SH (kepala Bagian Hukum dan HAM Pemkot Surakarta)

3. ST. Wiyono (Seniman/ budayawan)

Peserta

Peserta dialog interaktive sebanyak dua puluh (20) orang yang merupakan; organisasi massa keagamaan, tokoh local, instansi pemerintah dan LSM.

Penutup

Demikian Term of Reference ini dibuat, melalui program ini, diharapkan akan muncul konsep hukum untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan multikulturalisme di kota Solo.

Rabu, 16 Juni 2010

PKL Tuntut Revisi Perda No 3/2008

Joglosemar- BALAIKOTA- Paguyuban Pedagang Kaki Lima (PKL) Solo menuntut revisi Perda nomor 3 tahun 2008 tentang pengelolaan PKL. Mereka beranggapan, setidaknya ada 5 pasal dari Perda itu yang tidak sesuai dengan pengelolaan PKL di Kota Solo. Akibatnya, PKL merasa semakin disudutkan. Sementara itu, dengan adanya beberapa relokasi PKL yang dinilai kurang tepat, menyebabkan beberapa PKL bangkrut.

Salah satu PKL yang berasal dari Mipitan RT 03/RW XXIX Mojosongo, Sukir Atmo Wiyono menginginkan perubahan judul Perda, dari pengelolaan PKL menjadi pemberdayaan PKL. Menurutnya, PKL adalah sektor mandiri dan tidak bisa disamakan dengan pedagang-pedagang yang ada di pasar. Oleh karena itulah, ia sangat menolak relokasi PKL ke pasar.
Ia menyoroti pemindahan PKL di sekitar kampus UNS ke Pasar Panggungrejo. Pasalnya Pasar Panggungrejo dinilai lokasinya terlalu jauh dari jalan raya. Sedangkan Pemkot kurang mengusahakan promosinya. Maka tak ayal, saat ini banyak kios yang tutup karena sepi. Selain itu, modal pedagang juga habis lantaran tak diimbangi dengan penjualan.

Lebih dari itu, ia beranggapan, bila relokasi yang dilakukan Pemkot ke Pasar Panggungrejo yang setengah-setengah, menimbulkan kecemburuan bagi PKL lain. “Saya kecewa. Mengapa relokasi ke Pasar Panggungrejo tidak serentak. Dan ini menyebabkan kecemburuan antar pedagang,” katanya.
Sukir juga menolak pasal 6 ayat 2, dimana penerbitan izin penempatan yang harus disyaratkan pada KTP Surakarta. Dirinya juga tak sepakat terhadap denda pelanggaran Perda yang dinilai terlalu memberatkan. “Hal itu bertentangan dengan hak asasi manusia. Model pendekatan geografis dengan kartu identitas, dikhawatirkan mengenyahkan PKL,” ungkapnya saat audiensi dengan Pemkot Solo, Rabu (16/6).
Sementara itu, Ketua Paguyuban PKL Ronggolawe, Mukti berpendapat, relokasi bukanlah solusi terbaik. Menurutnya, PKL tetap diperbolehkan berjualan di pinggir jalan yang cukup lebar, namun ditata dengan manajemen yang baik. “Mengapa PKL di Jalan Radjiman disuruh pindah? Kan jalannya masih lebar. Seharusnya ditata bukan direlokasi,” katanya.
Di bagian lain, Sekretaris Daerah (Sekda) Solo, Budi Solo mengatakan, dengan tegas sulit untuk merivisi Perda itu pada tahun ini. Sebab tak ada agenda pembahasan Perda yang berhubungan dengan Perda PKL. Namun dimungkinkan, bisa dilakukan pada tahun depan. “Saya tak akan memberikan ‘angin surga’ dengan mengatakan bisa merevisi tahun ini. Karena memang tak ada agendanya. Paling cepat dibahas tahun 2011,” kata Sekda. (nun)

Selasa, 15 Juni 2010

Kisah Luqman Hakim dan Telatah Manusia...

Dalam sebuah riwayat diceritakan, pada suatu hari Luqman Hakim masuk ke dalam pasar dengan menaiki seekor keledai, serta anaknya mengikutinya dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, orang berkata, “Lihatlah orang tua itu tidak memiliki perasaan, anaknya dibiarkan berjalan kaki sedangkan ia naik di atas keledai."
Mendengar perkataan dari orang-orang itu maka Luqman pun turun dari keledainya itu lalu diletakkan anaknya di atas keledai itu. Melihat yang demikian, orang-orang tadi kembali berkata, "Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya keenakan menaiki keledai itu, sungguh kurang ajar anak itu."
Mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang keledai itu bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang berkata lagi, "Lihatlah dua orang itu menaiki seekor keledai, sungguh tersiksa keledai itu."
Karena tidak suka mendengar percakapan orang, maka Luqman dan anaknya turun dari keledai itu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, "Dua orang berjalan kaki, sedangkan keledai itu tidak dikenderai."
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Luqman Hakim menasihati anaknya tentang sikap manusia dan dengan katanya-katanya, "Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia . Maka orang yang berakal tidak mengambil keputusan melainkan kepada Allah swt saja. Barang siapa memberi kebenaran, maka itulah yang menjadi satu keputusan."

Minggu, 13 Juni 2010

Pameran Buku: Kampanye Minat Membaca atau ....???

Gelaran pameran buku (10-15 Juni) yang bertajuk 'Solo Book Expo 2010' bukanlah hal baru di Kota Solo. Tercatat, meskipun sudah ratusan kali acara semacam ini diselenggarakan, namun minat masyarakat untuk berkunjung tak pernah surut. Lewat pameran buku tersebut, diharapkan akan meningkatkan tingkat literasi dalam masyarakat.

Ada sebuah penelitian yang mengatakan bahwa, tingkat literasi (melek huruf) dengan harapan hidup masyarakat. Ternyata ada korelasi yang positif antara keduanya, artinya semakin tinggi tingkat literasi sebuah masyarakat semakin tinggi pula harapan hidupnya.

Literasi sendiri secara sederhana diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, literasi mempunyai arti kemampuan memperoleh informasi dan menggunakannya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat.

(Sebagai catatan, peringkat literasi negara-negara lain di dunia, Indonesia berada pada urutan ke-95 dari 176 negara, dibawah Malaysia, Vietnam, Singapura dan Filipina).

Untuk meningkatkan tingkat literasi masyarakat yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah meningkatkan minat bacanya. Masyarakat dengan minat baca yang rendah tentu tingkat literasinya juga rendah. Tetapi jangan salah, minat baca belum tentu dipengaruhi oleh keadaan ekonomi, orang kaya belum tentu mempunyai minat baca yang tinggi. Minat baca lebih dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap informasi. Apakah menilai informasi berguna bagi kelangsungan hidup dan masa depan atau tidak?

***

Kembali ke acara 'Solo Book Expo 2010'. Menurutku acara pameran kali ini, masih kurang meriah dibandingkan pada acara serupa yang pernah diadakan sebelumnya. Terlihat dari banyak stand yang kosong dan juga jumlah pengunjung yang tak terlalu padat. (mungkin karena aku datang di malam hari, bertepatan dengan jadwal nonton Piala Dunia).

Buku yang dijual pun seperti biasa, dipenuhi buku2 'populer'; yang 'renyah' dibaca. Pun, dengan novel-novel 'islami' yang semakin 'mewabah' dengan tema cinta-cinta an. Kecewa pokoe...

Tapi pada akhirnya, 'lumayanlah' dengan sering diselenggarakannya pameran buku ini (cz di daerahku jarang sekali ada acara serupa) juga karena buku yang dijual pun murah2, berkisar antara Rp.5000-Rp.20.000... Tertarik? Silahkan datang, tapi bersiaplah untuk kecewa,,, haha

Sabtu, 12 Juni 2010

Psikoanalisis

Psikoanalisis yang dipopulerkan oleh Sigmund Freud, adalah suatu cara bagaimana seorang terapis berusaha membongkar pengalaman traumatik masa lalu pasiennya yang mengendap dalam alam bawah sadarnya. Psikoanalisis bisa berguna untuk menyelidiki dinamika psikologis dan membongkar keinginan-keinginan terdalam individu.

Misalnya, seorang cewek yang sudah memiliki logika biologis dan libido bisa dilihat dari ketertarikannya pada seorang cowok. Mungkin ia bisa menyembunyikan perasaannya itu dalam suatu situasi dan budaya yang tidak memungkinkan seorang cewek mengatakan cinta lebih dulu pada cowok. Kesadaran seksualnya mungkin hanya ia pahami sejauh ia membayangkan gambaran romantisasi yang terpancar (secara tidak sadar) dari keinginan terdalamnya, yaitu ketertarika seksual (antarlawan jenis). Atau mungkin dia sadar dan tahu bahwa dia menginginkan cowok pujaannya.

Tapi, dalam budaya dan sistem kepercayaan yang tidak memungkinkan terjadinya aktivitas pemenuhan tersebut dalam realitas, tentu saja ia harus meyembunyikan keinginan itu untuk dirinya sendiri (mungkin hanya bisa dibuka untuk orang yang paling dipercaya). Kegagalan keinginan dan kemunafikannya yang tidak semata-mata gagal tidak butuh pengorbanan berupa munculnya tindakan-tindakan sebagai mekanisme pengalihan (metode sublimasi) atau berupa perubahan karakter psikologis yang ada pada dirinya.

Ia stress dan frustasi, sehingga muncullah mekanisme pengalihan dari kegagalan keinginan yang disembunyikan itu pada dirinya. Mekanisme pengalihannya macam-macam, bahkan tak terdefinisikan. Bagi seorang cewek yang hanya menyimpan dan lemah, mungkin ia hanya bisa menangis memendam keinginan-menangis adalah metode penurunan ketegangan dan emosi. Bagi cewek jenis lain, mungkin mekanisme pengalihannya berupa kegiatan ngelantur, berteriak sesukanya, dan dia tidak menyadari bahwa ucapanya itu adalah ucapan yang tidak diinginkan pada saat ia sadar.

Kasus yang sama juga bisa terjadi di kalangan cowok. Akan tetapi, cowok biasanya lebih terbuka daripada cewek.

Jumat, 11 Juni 2010

Solo Menyambut Piala Dunia...


Terdengar teriakan-teriakan dari arah timur, tepatnya di perempatan Gladag. Ini bukan aksi demo memprotes kebijakan pemerintah seperti yang biasa dilakukan para mahasiswa dan aktivis, tetapi puluhan orang yang memakai kaus sepakbola dan berdandan ala suporter yang akan mendukung kesebelasannya bertanding.

Ada yang memakai atribut topi, wajah yang dicat dan lain-lain, semua ternyata bersorak-sorai dalam euforia penyambutan Piala Dunia (PD) 2010 yang diselenggarakan di Afrika Selatan. (ironisnya Indonesia gak ikut je.. hehe)
















Karnaval mobil dan dokar yang dihias atribut PD, turut mewarnai acara. beberapa suporter cewek (atau SPG?) juga ikut 'meramaikan' suasana sore di dekat Patung Slamet Riyadi tersebut. ^^ 17++
















dan sekian reportase kontributor TERKEPAL (Buletinnya PD 2010), Ajie Najmudin, langsung dari 'Capek Town' :-) nantikan liputan 'eksklusif' kami berikutnya. salam olahraga!!! ^^

Atas Nama Warga, Rakyat...

















Penasaran dengan rencana Pemkot Solo yang akan segera memindahkan sejumlah PKL di sepanjang Jl. Kapten Mulyadi, Pasar Kliwon-Solo, akhirnya siang tadi aku iseng pergi ke sana. Tiba di lokasi, aku masih melihat banyak PKL yang masih berjualan di pinggir jalan tersebut. Kabarnya sih ada 200 lebih PKL yang akan direlokasi hingga akhir Juni nanti (alasan dari Pemkot katanya lokasi tersebut akan dipakai untuk proyek pelebaran jalan, kemudian akan didesain seperti halnya Pasar Ngarsopuro).

Pada sebuah gang terpampang sebuah spanduk yang bertuliskan : "WARGA PASAR KLIWON; MENDUKUNG PENATAAN KAWASAN JL. KAPTEN MULYADI"



Aku hampiri salah satu PKL yang ada di depan spanduk itu, aku tanya ttg wacana pemindahan itu, tapi dia gak mau banyak berkomentar (tapi bahwa intinya dia sudah tahu wacana ini tapi belum mau pindah), dan karena terburu aku tak sempat untuk menanyakan alasannya dan jugai kepada PKL lain.

Hemm.. Tapi apa benar warga sekitar mendukung hal tersebut? atau ada permainan dari para penguasa. seperti yang dikatakan (kalau g salah) oleh Dan Nimmo tentang fungsi komunikasi politik atau perkataan Herbert Marcuse (One Dimensional Man) tentang 'bahasa keseluruhan pemerintahan'. Dalam hal ini Pemkot/DPRD sebagai komunikator politiknya.

Sama juga mungkin bila saya kaitkan dengan wacana 'dana aspirasi' yang sempat diusulkan oleh F-Golkar yang mengatasnamakan kepentingan rakyat dan sebagainya. Ya, ya semuanya mengatasnamakan rakyat, warga dsb tapi apa kenyataannya memang demikian? (Serupa Tapi Tak Sama)

Rabu, 09 Juni 2010

Pak Dokter dan Nabi Musa

Suatu kali dalam sebuah acara kajian yang membahas kisah para Nabi, dikisahkan oleh sang penceramah tatkala Nabi Musa diceritakan bertemu seorang dua orang yang sedang berkelahi, kemudian dengan maksud hendak melerai beliau menghampiri keduanya, tapi yang terjadi justru orang tersebut marah dan menyerang Nabi. Pukulan dari Nabi Musa yang mengenai salah satu orang tersebur, mengakibatkan ia langsung meninggal. (Dari sini akar ceritanya, bahwa dalam satu versi mengatakan bahwa tindakan Nabi Musa memukul kemudian mengakibatkan orang tersebut meninggal adalah sama dengan Nabi Musa membunuh orang tersbut).

Namun adapula ulama yang hati-hati dalam mengomentari kejadian ini, beliau berkata bahwa ketika Nabi memukul orang tersebut, bertepatan pula dengan 'timing' malaikat izrail hendak mencabut nyawanya. Jadi bukan pukulan nabi yang membuat ia mati, tapi memang 'ndilalah nepaki' (dan sangat berdekatan) dengan waktu orang tersebut untuk menemui ajalnya. (beliau berpendapat demikian karena menganggap Nabi memiliki sifat ma'shum). wallahua'lam

***

Kebetulan, dalam majlis tersebut ada seorang dokter yang kemudian menceritakan pengalamannya, yang (katanya) mirip dengan cerita Nabi Musa tersebut di atas.

Ketika itu beliau yang membuka praktek di rumah, kedatangan pasien seorang lurah. Singkat cerita, Pak Lurah yang rupanya mengeluh karena sakit yang diderita, diperiksa, kemudian diberikan obat sesuai dengan resep, dan disuntik sejenis vitamin (atau apa aku juga lupa, pokoe obat ringan lah ^^). Nah, sepulang dari berobat, Pak Lurah mendadak sakit dan selang beberapa saat kemudian meninggal. Apa ada kaitannya dengan berobat ke Pak Dokter tadi ya?

Mungkin secara logika (yang berorientasi pada hukum sebab-akibat), tentu kita akan mengatakan atau langsung menyimpulkan bahwa Pak Lurah meninggal karena obat atau karena suntikan vitamin yang yang diberikan oleh Pak Dokter. Tapi, bisa jadi 'timing' kematian Pak Lurah berdekatan dengan berobatnya ia kepada Pak Dokter, sehingga dokter tadi bisa jadi dituduh melakukan malapraktek?

Kira-kira ada nyambungnya g antara cerita Nabi Musa dan Pak Dokter di atas?